Kinerja Menteri Jokowi
Soal Marahnya Jokowi, Pangi Syarwi Chaniago: Lebih Baik Lakukan Reshuffle Senyap Berbasis Kinerja
Pangi Syarwi Chaniago menanggapi kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap para menteri.
TRIBUNNEWS.COM - Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menanggapi kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada para menteri.
Menurut Pangi, ketimbang marah-marah di depan para menteri, jauh lebih baik, jika Jokowi melakukan reshuffle senyap berbasis kinerja.
"Tapi reshuffle wajib berbasis Key Performance Indicator (KPI) yang terukur."
"Bukan penilaian berdasarkan like or dislike, asumsi, pikiran liar, berdasarkan penilaian klaim semata," ujar Pangi kepada Tribunnews.com, Selasa (30/6/2020).

Pangi beranggapan, seharusnya kemarahan Jokowi kepada para menteri tidak perlu diumbar ke publik.
Sebab, menurut dia, itu sama saja dengan membuka keburukan kinerja kabinetnya sendiri.
"Jauh lebih baik dan terhormat langsung saja reshuffle tanpa bising di ruang panggung publik, presiden ngomel di depan menteri sudah tidak menarik lagi dipertontonkan," terang Pangi.
Pangi mengatakan, jika memang harus dilakukan reshuffle, tidak ada alat ukur yang pasti untuk menilai kinerja para menteri.
Baca: Beberapa Respons Soal Kejengkelan Jokowi Pada Para Menteri: PDIP, Nasdem, Demokrat, Hingga Istana
Selain itu, Pangi mengatakan, sebenarnya dirinya telah mengingatkan jauh-jauh hari sebelum Jokowi membentuk kabinet.
Dia mewanti-wanti, jangan sampai nanti karena salah memilih menteri, Jokowi disibukkan dengan reshuflle berkali-kali.
Menurut Pangi, gonta-ganti menteri dapat memperlambat akselerasi kerja kementerian itu sendiri.
Sebab, menteri baru harus beradaptasi kembali dan mulai dari nol lagi.
"Hal tersebut sekarang mulai terungkap dan terkomfirmasi, banyak menteri yang nampaknya tidak mampu mengimbangi ritme kerja presiden," kata Pangi.
Baca: Setelah Marah-marah, Jokowi Minta Jajarannya Siapkan Terobosan Baru untuk Penanganan Covid-19
Pria berusia 34 tahun itu mengatakan, tidak ada jaminan bahwa melakukan reshuffle bisa membuat kinerja menteri lebih baik lagi pasca reshuffle.
Lebih lanjut Pangi menjelaskan, letupan-letupan yang menjadi indikator reshuflle adalah letupan politik dan bukan letupan kinerja.
"Bentangan emperis ini yang terjadi selama ini."
"Mau dua kali sampai sepuluh kali reshuffle pun tidak akan punya korelasi linear terhadap kinerja pemerintah, selama reshuffle hanya berbasiskan letupan politik semata," jelasnya.
Baca: Refly Harun hingga Politisi PKS Ikut Komentari Ancaman Jokowi untuk Para Menterinya
Pangi beranggapan, apabila intervensi partai politik dalam penyusunan kabinet dan reshuffle cukup tinggi, maka akan mereduksi kekuasaan presiden, dalam hal ini hak prerogatif presiden.
Pangi juga menyebut, kemarahan Jokowi itu hanya bagian dari kausalitas akibat presiden salah menempatkan pembantunya dan tidak menjalankan hak prerogatif secara maksimal.
Diberitakan sebelumnya, ancaman perombakan atau reshuffle kabinet tiba-tiba muncul di tengah pandemi Covid-19.
Baca: Soal Kemarahan Jokowi, Pengamat Nilai Penanganan Covid-19 Patut Jadi Parameter Rencana Reshuffle
Hal itu diungkapkan Jokowi saat membuka Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Kamis (18/6/2020).
Ancaman reshuffle itu muncul setelah Jokowi merasa kinerja para menterinya masih biasa-biasa saja, padahal dalam situasi krisis seperti sekarang ini.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana)