Jumat, 3 Oktober 2025

Pertanyakan Keberhasilan Deradikalisasi, Fadli Zon Tak Mau Isu Terorisme Dibuat Agar Ada Anggaran

Politisi Partai Gerindra, Fadli Zon menyinggung anggaran program deradikalisasi untuk mencegah ekstrimisme atau terorisme di Indonesia.

Penulis: Nidaul 'Urwatul Wutsqa
Editor: Sri Juliati
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon 

TRIBUNNEWS.COM - Politisi Partai Gerindra, Fadli Zon menyinggung anggaran program deradikalisasi untuk mencegah ekstrimisme atau terorisme di Indonesia.

Dalam kepemerintahan Kabinet Indonesia Maju, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan anggaran untuk program deradikalisasi.

Adapun anggaran tersebut disebut Fadli Zon telah banyak memakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun, ia mempertanyakan keberhasilan dari pada program dari deradikalisasi yang dicanangkan pemerintah.

"Sejauh mana keberhasilan program-program deradikalisasi yang juga banyak memakan dana APBN?" tanya Fadli Zon dalam acara Mata Najwa, Kamis (13/2/2020).

Awalnya ia menyinggung, kasus terorisme mulai ramai sejak adanya aksi terorisme di Amerika Serikat pada 11 September 2001 silam.

"Kalau kita lihat Indonesia sebelum 9/11, saya kira tidak ada kasus-kasus yang menonjol terorisme. Setelah 9/11 kita lihat banyak kasus yang menonjol bom Bali dan sebagainya," ungkap Fadli.

Fadli Zon mengaku tidak ingin melihat anggaran program deradikalisasi terus dikucurkan, tapi tidak membuahkan hasil.

"Kan kita ingin sustainable (berkelanjutan) dalam menangani. Jangan ada terus kasus-kasus terorisme seperti tadi."

"Jangan sampai ini menguap begitu saja tapi tidak ada hasilnya," tuturnya.

Menurut Fadli Zon, pemerintah harus mengevaluasi cara dalam menangani masalah terorisme dan radikalisasi.

Fadli Zon tidak ingin pemerintah terus menggodog masalah terorisme terus berkelanjutan di tanah air.

"Jangan sampai terorisme ini dibikin terus, ada terus, supaya ada anggarannya juga terus, gitu loh," ungkap Fadli.

"Saya yakin orang Indonesia itu pada dasarnya moderat," imbuhnya.

Ia mengkhawatirkan jika di pemerintah terdapat pihak-pihak yang sengaja mengadakan program deradikalisasi hanya demi tercatatnya dana anggaran di kementerian terkait.

"Ini sangat berbahaya ya, karena bisa saja ada pihak-pihak yang menginginkan ini ada terus," ujarnya.

Menanggapi ujaran Fadli Zon, Najwa Shihab menyangka hal ini merupakan program dari Kementerian Pertahanan yang dipimpin Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra.

"Kesalahan Menteri Pertahanan katanya," sindir Najwa Shihab, selaku host dari acara Mata Najwa.

Sembari tertawa, Fadli pun menangkis anggaran untuk menanggulangi kasus radikalisasi tidak masuk ke dalam Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang dipegang oleh Prabowo Subianto.

"Itu bukan di Kementerian Pertahanan, itu adanya di BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), di kepolisian, dan lain-lain," ungkap Fadli Zon.

Hal ini pun tampak dibenarkan oleh Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman yang juga hadir dalam diskusi malam itu.

Fadjroel mengatakan, anggaran untuk menanggulangi kasus radikalisasi masuk dalam Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Namun, Fadjroel menjelaskan, Kemenhan berada di bawah Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

"Bukan, memang betul, tetapi beliau (Prabowo) berada dalam Kemenko Polhukam," kata Fadjroel.

Kembali Fadli menegaskan agar penanggulangan kasus radikalisasi di Indonesia tidak hanya selalu menerima gejala-gejala saja.

Namun pemerintah harus berperan untuk menyelesaikan masalah radikalisasi yang berujung pada ekstrimisme atau terorisme.

BNPT Mengaku Sulit Melakukan Program Deradikalisasi Eks Teroris

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius mengaku sebelumnya pada tahun 2017 lalu BNPT pernah mengembalikan sebuah keluarga yang sebelumnya pernah tinggal di Raqqa, Suriah selama 18 bulan.

Dilansir Kompas.com, jumlah orang eks teroris dari gerakan ISIS tersebut sekitar 75 orang.

Diketahui Raqqa merupakan kota yang terkenal sebagai pusat kegiatan ISIS.

Kepulangan keluarga tersebut membuat BNPT harus memberikan program deradikalisasi terhadap para keluarga itu.

Sedangkan, kepala keluarganya pun langsung menjalani proses hukum.

BNPT mengaku harus membutuhkan waktu hingga tiga tahun untuk dapat menderadikalisasi para keluarga itu agar dapat beradaptasi dengan lingkungannya.

Adapun program deradikalisasi dilakukan di bawah naungan Kementerian Sosial.

Namun, Suhardi menegaskan tidak semua program deradikalisasi dapat berhasil sesuai harapan.

Suhardi mengatakan walaupun selesai mengikuti program deradikalisasi, beberapa di antara mereka ada yang kembali menjadi teroris dan melakukan aksi teror di sejumlah wilayah Indonesia.

“Kami mencatat ada empat, di Cicendo, Kaltim dan Probolinggo. Apakah itu menjadi ukuran? Silahkan masyarakat menilai, karena kami berupaya dan program deradikalisasi ini program sukarela. Kalau dia (eks teroris) tidak mau ya tidak bisa,” pungkasnya.

(Tribunnews.com/Nidaul Urwatul Wutsqa)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved