Jumat, 3 Oktober 2025

Pernyataan Mahfud Soal Data Korban HAM 'Sampah' Dinilai Tidak Etis 

"Mahfud MD sebagai menteri pembantu Presiden, tidak etis menyampaikan itu," kata Yorrys di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.

Tribunnews/Jeprima
Senator Yorrys Raweyai 

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Anggota DPD RI dari dapil Papua, Yorrys Raweyai Yorrys Raweyai menilai bahwa pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD yang menyebut data korban HAM di Papua sebagai sampah, tidaklah etis. Pasalnya, Mahfud saat ini merupakan pejabat negara.

"Mahfud MD sebagai menteri pembantu Presiden, tidak etis menyampaikan itu," kata Yorrys di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat. (14/2/2020).

Menurutnya pernyataan Mahfud itu menunjukkan kecenderungan pemerintah enggan untuk berkomunikasi atau berdialog dalam menyelesaikan masalah di Papua. Padahal menurutnya terdapat persoalan penting di Papua saat ini yang belum terselesaikan dan membutuhkan penyelesaian yang bijaksana dan komprehensif dari pemerintah.

Baca: Ramalan Zodiak Keuangan Besok, Sabtu 15 Februari 2020: Bisnis Libra Buruk, Opsi Bagi Capricorn

Baca: Chord Lagu Hanya Rindu Andmesh Kamaleng, Kuingin Saat Ini Engkau Ada di Sini

"Informasi itu (laporan data pelanggaran HAM)  seharusnya diterima sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam menyikapi kompleksnya persoalan di Papua yang mengalami peningkatan dari waktu ke waktu," ujarnya.

Yorrys mengatakan bahwa saat ini yang dibutuhkan adalah ruang dialog, yang menjembatani aspirasi masyarakat Papua dengan pemerintah. Oleh karena itu respon pemerintah sebaiknya arif dan bijaksana ketimbang menarik kesimpulan sepihak.

Pihaknya menurut Yorrys sudah menyusun konsep cara menyelesaikan masalah di Papua. Konsep tersebut berdasarkan investarisir sejumlah masalah di Papua.

Baca: Akhirnya Muncul, Arya Satria Claproth Setuju Jasad Zefania Diautopsi, Sosok Ini Beri Pembelaan

"Namun ada kasus yang mencuat dan mengemuka terutama di Nduga yang menjadi polemik di dunia internasional apalagi kasus Mispo Gwijangge menjadi keprihatinan," katanya.

Sebelumnya Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan aktivis HAM Veronica Koman tidak bertemu dan menyerahkan data ke Presiden Joko Widodo saat Jokowi melakukan kunjungan ke Canberra Australia pada Senin (10/2/2020) lalu. 

Menurutnya, ketika itu ia membenarkan ada map-map berisi surat yang diserahkan oleh sejumlah orang kepada presiden lewat ajudan.

Namun surat-surat itu kemudian tidak dibuka di tempat yang sama melainkan dicatat dan disimpan untuk dibaca kemudian. 

Ia pun belum mengetahui apakah ada data berisi nama 57 tahanan politik serta 243 korban sipil yang tewas di Nduga, Papua sejak Desember 2018 sebagaimana yang diklaim Veronica di antara surat-surat tersebut. 

"Karena dia (Veronica) tidak ketemu presiden dan saya tahu itu. Saya ada di situ. Saya tahu wajahnya. Karena tidak ada orang seperti itu ketemu presiden," kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Kamis (13/2/2020).

Ia pun mengklarifikasi kabar yang mengatakan ia menyebut data yang diantarkan Veronica tersebut sampah. 

Mahfud menegaskan bahwa informasi yang menyebut Veronica bertemu dan menyerahkan data ke presidenlah yang sampah. 

"Oleh sebab itu saya katakan informasinya itu yang sampah, informasi bahwa dia menyerahkan surat ke presiden itu lho yang sampah. Kalau soal dia sebut ada orang nitip surat yang mungkin titipan dia, itu bisa saja iya, tapi kita kan tidak peduli semua surat kan ditampung," kata Mahfud.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved