Virus Corona
Kemenkes: Kabar Gembira, 7 Hari Berturut-turut Jumlah Negara Terjangkit Virus Corona Tidak Bertambah
Kementerian Kesehatan RI menyebut dalam tujuh hari terakhir jumlah negara yang terjangkit virus corona tidak ada penambahan.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Vensya Sitohang, mengatakan, dalam tujuh hari terakhir jumlah negara yang terjangkit virus corona tidak ada penambahan.
Hal tersebut berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) dan Pemerintah China.
Baca: Jokowi Telepon Presiden China Xi Jinping, Bahas Virus Corona dan Persahabatan Dua Negara
Hal itu disampaikan Vensya Sitohang saat konfrensi pers terkait Perkembangan Penanganan COVID-19 dan Lesson Learnt dari Singapura, di Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Jakarta, Rabu (12/2/2020).
"Ada kabar gembira dari data global. Secara epidemologis harus dipantau, dari WHO dan RRT mengeluarkan data yang ada bahwa selama 7 hari berturut-turut itu tidak ada negara yang infected yang bertambah," kata Vensya Sitohang.
Baca: Jokowi Telepon Presiden China Xi Jinping Tawarkan Bantuan Tangani Virus Corona
Ada hampir 520 kasus yang dikonfirmasi di lebih dari 25 negara di luar China terjangkit virus corona.
Jumlah kematian akibat COVID-19, terus bertambah sekitar 100 jiwa setiap harinya.
Hingga Rabu (12/2/2020) pukul 08.00 WIB, terdapat 44.911 kasus terjangkit virus corona, 1.114 orang di antaranya meninggal dunia, dan 4.699 lainnya dinyatakan pulih.
Baca: WHO: Vaksin Pertama untuk Virus Corona Baru Tersedia 18 Bulan Lagi
Hal tersebut berdasarkan data yang dihimpun dari Pusat Informasi Terpadu 2019-nCov Kantor Staf Presiden (KSP).
Meski demikian, Vensya berharap jumlah tersebut tidak bertambah.
Ia juga memastikan pemerintah Indonesia tidak akan mengurangi kesiagaan dan kewaspadaan terhadap virus corona tesebut.
"Mudah-mudahan tidak terkait buat kita semua tentunya tidak menurunkan kesiapsiagaan kita, kewaspadaan kita, tapi paling tidak harapannya membawa suasana yang lebih baik kedepan," jelasnya.
WHO: Vaksin Corona Tersedia 18 Bulan Lagi
Organisasi kesehatan dunia atau WHO menargetkan vaksin corona tersedia dalam 18 bulan.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus pada sesi konferensi pers di Jenewa, Swiss, pada Selasa kemarin (11/2).
Tedroz mengatakan selama menunggu waktu itu, penanganan dan pencegahan harus tetap dilakukan maksimal.
"Vaksin pertama untuk Coronavirus ditargetkan tersedia dalam 18 bulan, namun kita tetap maksimal dalam penanganan dan pencegahan wabah," ujar Tedroz seperti dikutip dari CGTN, Rabu (12/2/2020).
Baca: Lucinta Luna Ditahan untuk 20 Hari ke Depan
Tedros menambahkan, untuk bisa menemukan virus bernama resmi Covid-19 itu memerlukan pengembangan penelitian yang cukup memakan waktu.
Saat ini lebih dari 400 peneliti dari seluruh dunia berusaha menemukan vaksin.
"Para ilmuwan, perusahaan swasta dan pemerintah di seluruh dunia berlomba untuk mengembangkan vaksin untuk melawan virus corona baru," ungkapnya.
Sementara itu juru bicara WHO Christian Lindmeier menjelaskan, ada tiga tahap utama dalam pengembangan vaksin.
Baca: Update Kondisi WNI Positif Virus Corona Di Singapura: Situasinya Stabil
Pertama, tim peneliti harus mengidentifikasi komponen terbaik untuk vaksin;
Kemudian, melakukan uji coba pada hewan dan manusia; hingga ketika vaksin berhasil maka akan diproduksi dan bisa memakan waktu enam hingga sembilan bulan.
Tercatat dari laporan Komisi Kesehatan Nasional China hari ini (12/2/2020), angka kematian akibat virus korona mencapai 1.114 dan lebih dari 44ribu orang positif terjangkit virus yang menyebar pertama kali pada Desember tahun lalu itu.
Sekira 500 tenaga medis terpapar virus corona
Setidaknya 500 tenaga medis di Wuhan terpapar virus corona atau Covid-19, SCMP melaporkan.
Data tersebut terhitung setidaknya per pertengah Januari, jumlah diprediksi terus bertambah.
Pemerintah setempat memang melaporkan kasus individu tenaga medis yang terinfeksi virus corona.
Namun data tersebut tidak disertai gambar penuh.
Sumber berkata dokter dan perawat diminta untuk mempublikasikan identitasnya secara menyeluruh pada publik.
Alasan pembatasan publikasi identitas para staf medis itu tidak dijelaskan secara gamblang.
Baca: Kesaksian Perawat Medis: Rumah Sakit di Wuhan Tak Henti-hentinya Terima Pasien Corona
Namun otoritas disebut sedang mencoba untuk mementingkan semangat juang pada staf medis, terutama setelah kematian Li Wenliang yang terbunuh karena virus tersebut.
Di media sosial beredar skala infeksi di antara petugas medis di Wuhan.

Dikatakan per Januari saja sudah ada sekitar 500 kasus infeksi virus corona yang terkonfirmasi di kalangan staf medis.
Jumlah itu belum termasuk 600 kasus suspect (dicurigai).
Seorang narasumber dari salah satu rumah sakit besar di Wuhan berkata slide itu asli.
Angka-angka yang ditunjukkan di slide sejalan dengan angka yang diberikan oleh dua dokter lain di rumah sakit besar di Wuhan.
Mereka yang terinfeksi termasuk setidaknya 100 staf dari Rumah Sakit Wuhan Xiehe dan Rumah Sakit Renmin Universitas Wuhan, dengan masing-masing 50 kasus lagi dari Rumah Sakit Wuhan Number 1 dan Rumah Sakit Zhongnan.
Sebuah makalah penelitian yang diterbitkan oleh beberapa dokter dari Rumah Sakit Zhongnan dalam The Journal of American Medical Association, Jumat (7/2/2020) lalu mengatakan, setidaknya 40 pekerja medis telah terinfeksi.
Baca: WHO Tetapkan Nama Resmi Virus corona COVID-19, Ini Artinya
Spesialis medis mengatakan tingkat infeksi di antara staf dalah indikator penting yang membuktikan betapa mudahnya virus corona menular.
Seorang dokter dari sebuah rumah sakit besar di Wuhan, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengatakan bahwa perkembangan itu telah menyentuh semangat juang mereka.
Ia menambahkan bahwa banyak pekerja medis “hancur” ketika mereka melihat pemindaian CAT rekan-rekan yang telah terinfeksi.
"Itulah sebabnya kami telah meminta sumbangan lebih banyak dari pasokan medis, terutama pakaian pelindung," kata seorang dokter.
"Kami telah melihat banyaknya rekan medis yang jatuh sakit karena perlindungan yang tidak memadai."
Para dokter dan ahli medis mengatakan bahwa kekurangan alat pelindung, jam kerja yang panjang dan juga kurangnya kesadaran tentang betapa menularnya virus merupakan faktor utama dalam penyebaran.
Yu Changping, seorang dokter spesialis pernafasan di Rumah Sakit Renmin Universitas Wuhan, menderita demam pada 14 Januari dan kemudian dikonfirmasi mengidap virus itu.
Ia mengatakan ia tidak yakin kapan ia terinfeksi karena ia merawat banyak pasien setiap hari dan kemungkinan terinfeksi tinggi.
"Virus ini terlalu menular. Kami tidak memiliki cukup pemahaman tentang virus," katanya.
Yu dirawat di rumah sakit pada 17 Januari dengan rekannya yang lain dari departemen yang sama dan masih dirawat hingga kini.
Kematian setidaknya tiga staf medis Wuhan telah dilaporkan sejauh ini - termasuk Li Wenliang, yang kasusnya sempat memicu kemarahan netizen.

Wakil direktur dari departemen Li, Mei Zhongming, juga dilaporkan telah terinfeksi.
Juga diketahui apakah ada pasien yang terinfeksi dari petugas kesehatan yang sakit.
Ian Lipkin, profesor epidemiologi John Snow di Mailman School of Public Health di Columbia University, mengatakan risiko yang dihadapi oleh petugas kesehatan sangat tinggi bahkan jika mereka memakai alat pelindung sekalipun.