PP Muhammadiyah Keluarkan Fatwa Haram Vape, Ketum Vaporizer: Harusnya Ada Pendapat dari Kita
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram untuk rokok elektronik atau sering disebut vape.
TRIBUNNEWS.COM - Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram untuk rokok elektronik atau sering disebut vape.
Terkait dengan aturan tersebut, Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia, Aryo Andriyanto angkat bicara.
Aryo menuturkan, pihaknya menghargai apa yang telah menjadi fatwa dari PP Muhammadiyah.
Namun, Aryo menyayangkan pihaknya tidak dilibatkan dalam perumusan fatwa haram vape.
Pernyataan tersebut disampaikan Aryo dalam tayangan yang diunggah di kanal YouTube TVOneNews, Sabtu (25/1/2020).

"Tapi yang paling kita sayangkan itu, kita sebagai pelaku industri."
"Penggunanya ini tidak diikutsertakan dalam perumusan si fatwa itu," ujar Aryo.
Menurut Aryo, seharusnya pembahasan soal vape ini dibicarakan secara adil.
Sebab, ada sisi yang pro dan ada sisi yang kontra terhadap dikeluarkannya fatwa tersebut.
"Apalagi itu mencakup hidup orang banyak, ini fatwa yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah harusnya ada pendapat dari kita," terangnya.
Satu di antara poin dikeluarkan fatwa haramnya vape yang sangat disayangkan oleh Aryo adalah soal penyebutan kandungan adiktif dalam vape yang lebih tinggi daripada rokok konvensional.
"Padahal kandungan di vape ini nikotinnya lebih rendah," jelasnya.
Aryo menyebut, pihaknya memang kurang setuju dengan dikeluarkannya fatwa ini.
"Memang kita dari sisi vape ini tidak bisa bilang 100 persen baik, tapi ini kan lebih baik dari pada rokok konvensional," terangnya.
"Karena ini dibuat memang dasarnya untuk alternatif si rokok konvensional," tambahnya.
PP Muhammadiyah Jelaskan Alasan Dikeluarkannya Fatwa Haram Vape
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram untuk rokok elektronik atau sering disebut vape.
Hal tersebut tertuang dalam fatwa majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/PER/L1/E/2020 tentang hukum merokok e-cigarette (rokok elektrik).
Aturan ini keluar setelah berlangsungnya konsolidasi internal antara Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC), Universitas Muhammadiyah Magelang, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Terkait hal itu, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Wawan Gunawan Abdul Wahid memberikan penjelasannya soal diharamkannya vape.
Sebelumnya, pada 2010 lalu, PP Muhammadiyah juga telah mengeluarkan fatwa haramnya rokok konvensional.
"Maka kali ini kita mengharamkan merokok e-cigarette atau merokok vape," ujar Wawan, dikutip Tribunnews dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube TVOneNews, Sabtu (25/1/2020).
Lebih lanjut, Wawan menjelaskan alasan mengapa PP Muhammadiyah akhirnya mengeluarkan fatwa haramnya vape.
"Karena ada pandangan ditengah masyarakat berdasarkan penyesatan yang dilakukan tentu saja oleh pihak yang berkepentingan."
"Bahwa merokok elektrik itu adalah sebagai salah satu solusi untuk keluar dari merokok konvensional," ujar Wawan.
Padahal, menurut Wawan, temuan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2015 menegaskan, bahwa hal tersebut tidak benar.
"Sama sekali tidak direkomendasikan (oleh WHO) sebagai suatu cara untuk keluar atau tidak merokok konvensional," papar Wawan.
Tak hanya itu, menurut Wawan, pihaknya juga telah melakukan seminar yang mengundang para ahli.
"Yang ditemukan oleh para ahli, kita kutip BPOM, kemudian juga BNN, lalu juga perhimpunan dokter ahli paru, kita undang dalam seminar," kata Wawan.
Menurut Wawan, mereka menegaskan, bahwa pandangan yang menyebut merokok vape sebagai solusi untuk keluar dari rokok konvensional tidak benar.
"Yang terjadi adalah sebaliknya, bahwa merokok vape itu bisa menjadi sarana untuk pindah ke narkoba," ujarnya.
"Jadi itu yang dimaksud dengan qiyas awlawi, jadi qiyas yang lebih tinggi dari merokok konvensional," terangnya.
Berdasarkan itu, maka sesungguhnya yang dilakukan oleh majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah berniat untuk melakukan semacam koreksi bersama.
Koreksi bersama tersebut ditujukan untuk internal warga Muhammadiyah.
"Tapi kalau ada yang bersepakat berdasarkan logika argumentasi yang dikembangkan oleh majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ya monggo silahkan ikuti apa yang menjadi temuan ini," ucapnya.
"Jadi karena umat itu kan inklusif ya, tidak hanya umat Muhammadiyah, bahkan tidak hanya umat Islam tapi umat kemanusiaan," tambahnya.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)