Selasa, 7 Oktober 2025

Hari Ibu

Peringati Hari Ibu, Menkeu Sri Mulyani: Perempuan Biasanya Dianggap sebagai Pengecualian

Memperingati Hari Ibu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Berbicara Tentang Perempuan. Menurut Sri Mulyani, Perempuan Biasanya Dianggap Sebagai Pengecualian

Tangkap Layar YouTube KompasTV
Tangkap Layar YouTube KompasTV Sri Mulyani dalam peringatan Hari Ibu yang diselenggarakan BPIP di Jakarta 

TRIBUNNEWS.COM -  Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia, Sri Mulyani berbicara tentang perempuan.

Sri Mulyani menyampaikan hal tersebut dalam acara Peringatan Hari Ibu yang diselenggarakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Jakarta, Minggu (22/12/2019).

Ia lantas membicarakan soal kepercayaan diri sebagai perempuan.

Percaya diri tersebut dinilai Sri Mulyani sudah ada banyak contoh di Indonesia.

Contoh-contoh tersebut ada di semua level masyarakat.

Sri Mulyani menerangkan kepercayaan diri perempuan lahir dari level mikro, keluarga.

"Kalau saya, kebetulan orang tua saya, ibu saya itu leadership seperti Ibu Mega," terangnya.

Menurutnya, sosok perempuan yang sukses di puncak kariernya kebanyakan merasa alone atau kesepian.

"Perempuan itu, saya perhatikan banyak sekali yang sukses di puncak, selalu merasa kesepian," tegasnya.

Ia menerangkan, hal tersebut terjadi karena memang pada umumnya perempuan dianggap sebagai pengecualian.

"Baru pertama kali ada presiden perempuan, baru pertama kali ada Ketua DPR perempuan, baru pertama kali ada Menkeu perempuan, baru ada pertama kali Menteri Luar Negeri perempuan. Baru pertama kali menjadi menteri," tuturnya.

"Jadi, banyak yang baru pertama, karena seperti yang disampaikan Ibu Mega, 22 kali laki-laki, Ketua DPR baru satu perempuan," katanya.

Perempuan Itu Memecah Atap Kaca

Berbicara tentang perempuan, menurut Sri Mulyani perempuan itu memecah atap kaca.

Ia menegaskan, atap kaca tersebut dibuat oleh perempuan itu sendiri.

"Seperti yang disampaikan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, it's our own perception," kata Sri Mulyani yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube Kompas TV.

Hal tersebut lantaran, perempuan merasa ada banyak sekali halangan yang diciptakan.

Halangan tersebut menurut Sri Mulyani seringkali terjadi karena adanya konstruksi sosial, konstruksi budaya, konstruksi agama, dan konstruksi keluarga.

Secara konstitusional, Sri Mulyani menambahkan perempuan memiliki hak persamaan atas kesempatan.

"Namun, pada saat perempuan dididik, mulai di perut, kemudian waktu besar. Tidak semua keluarga memperlakukan anak-anak perempuan dan laki sama," katanya.

Ia menambahkan, banyak kalangan di masyarakat yang memperlakukan anak-anak perempuan selalu di bawah desain konstruksi patriarki.

"Atau, karena ibunya menempatkan diri sebagai konco wingking, kemudian tertular kepada anaknya waktu dia memperlakukan anak laki dan perempuan," tambah Sri Mulyani.

"Kalau ada kesempatan anak laki-laki dikasih duluan, kalau ada makanan enak, anaknya duluan. Kalau ekonomi keluarga pas-pasan, yang harus terus sekolah laki-laki bukan yang perempuan," katanya.

Hal tersebut merupakan konstruksi sosial keluarga, dan kultural yang menyebabkan banyak perempuan di Indonesia merasakan beban lebih besar.

Megawati Soekarnoputri Berbicara tentang Perempuan Indonesia

Megawati Soekarnoputri memberikan pidato di acara Seminar Nasional Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Minggu (22/12/2019).

Seminar tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu.

Presiden kelima Indonesia itu mengakui di Indonesia banyak sekali perempuan hebat.

Terkait hal tersebut, ia menuturkan justru merasa kesepian.

Pasalnya, banyak wanita yang masih enggan untuk masuk ke dunia politik seperti dirinya.

"Banyak kaum perempuan seperti sekarang hebat-hebat tapi saya merasa kesepian, banyak yang tidak mau masuk politik," ujar Megawati dari tayangan yang diunggah KompasTV, Minggu (22/12/2019).

Megawati menuturkan, perempuan banyak yang menganggap politik itu sebagai sesuatu tabu.

Selain itu, perempuan juga menganggap politik itu tempat untuk kaum laki-laki.

"Padahal politik itu sebenarnya, kalau kita mau tahu, umpamanya kenapa harga cabe, bawang merah itu cenderung naik sebetulnya sudah berpolitik kita," jelas Megawati.

Megawati Soekarnoputri, Putri Presiden RI pertama Soekarno Hatta
Megawati Soekarnoputri, Putri Presiden RI pertama Soekarno Hatta (Tangkapan Layar KompasTV)

Megawati Menjelaskan Peran Wanita di Pemerintahan

Lebih lanjut, Megawati menjelaskan soal peran wanita saat pemerintahan Presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Pada saat itu, Megawati menjabat sebagai Wakil Presiden.

Megawati mengungkapkan, saat itu banyak perempuan dari berbagai organisasi datang kepada Gus Dur, minta untuk menduduki jabatan legislatif.

Kemudian, bagi perempuan dibuat kuota 30 persen untuk menduduki jabatan sebagai legislatif.

Namun, saat itu Megawati menanyakan ulang kepada Gus Dur, untuk memikirkan ulang soal kuota 30 persen bagi perempuan.

Pasalnya, saat itu Megawati menganggap kuota tersebut terlalu besar.

"Karena 30 persen itu besar, apakah kaum perempuannya sendiri sudah siap, bersediakah mereka berjuang di bidang politik," ungkap Megawati.

Pada kenyataannya, menurut Megawati, sampai hari ini capaian tersebut masih sangat sulit untuk dicapai.

Menurut Megawati, meskipun ada kenaikan, namun persentase jumlah perempuan yang masuk ke dunia politik sekarang baru mencapai 20 persen.

"Bagi saya seorang perempuan yang berkecimpung di bidang politik itu naik turun, kadang bagus lalu naik, dan kenapa? Ini memang persoalan kita bersama," terangnya.

"Kalau tidak ada perempuan di bidang politik lalu bagaimana kita akan menjalankan tata pemerintahan kita tanpa ada kaum perempuan," tambahnya.

Megawati menuturkan, memang sulit masuk ke dunia politik.

"Saya tahu banyak yang hebat di bidang-bidang yang lain, tapi tidak mau menyentuh bidang politik, karena kembali mengatakan politik itu bagi kaum perempuan adalah tabu," ujar Megawati.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Nanda)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved