Selasa, 7 Oktober 2025

Feri Amsari Sebut Pemilihan Presiden oleh MPR Bisa Digunakan Politisi Untuk Kepentingan Politik

Usulan PBNU untuk mengembalikan pemilihan presiden ke MPR menuai kontroversi dari banyak pihak.

Editor: Miftah
Youtube KompasTV
Feri Amsari di acara Dua Arah KompasTV. 

TRIBUNEWS.COM - Usulan PBNU untuk mengembalikan pemilihan presiden ke MPR menuai kontroversi dari banyak pihak.

Satu di antara adalah Ahli Hukum Tata Negara, Feri Amsari.

Feri Amsari menilai wacana pemilihan presiden ke MPR ini dapat digunakan oleh politisi dengan memanfaatkan ulama untuk menyampaikan kepentingan politiknya.

Pendapat tersebut disampaikan oleh Feri Amsari dalam acara Dua Arah yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube KompasTV, Jumat (6/12/2019).

Baca: Soal Usulan Presiden Dipilih MPR, Pengamat: Ada 2 Pilihan, Tidak Stabil atau Jadi Diktator

Baca: Soal Presiden Dipilih MPR, Maman Imanulhaq Sebut Jadi Wacana yang Terus Disosialisasikan

Kepentingan politik yang dimaksud Feri Amsari adalah memudahkan urusan politik para politisi.

"Jad begini, kalau pemilu langsung itu melibatkan rakyat sebagaimana pasal 1 ayat 2 undang-undang dasar bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat," terang Feri Amsari.

Direktur Pusat Studi Konstitusi ( PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari usai sebuah diskusi di kawasan Menteng Jakarta Pusat pada Minggu (23/6/2019).
Direktur Pusat Studi Konstitusi ( PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari usai sebuah diskusi di kawasan Menteng Jakarta Pusat pada Minggu (23/6/2019). (Gita Irawan/Tribunnews.com)

Daulat artinya menentukan semuanya ada ditangan rakyat, termasuk soal siapa yang akan jadi presiden.

Serta siapa yang akan menjadi anggota legislatif.

Feri Amsari kemudian menyinggung soal biaya pemilu langsung yang tinggi menjadi alasan munculnya wacana presiden dipilih MPR.

"Kalau high coast lebih mahal legislatig, nggak usah aja pemilihan legislatif," jelas Feri.

Menurut Feri Amsari pemilihan langsung penting karena menggambarkan representasi publik, sehingga tetap dilakukan.

"Cuma problematika politiknya begini, walaupun high coastnya luar biasa digelontorkan untuk memastikan kemenangan kalau rakyat yang memilih belum tentu uang yang banyak menentukan pilihan," paparnya.

Lebih lanjut, Feri Amsari menjelaskan soal pengalaman empiris di masa lalu yang pernah menggunakan mekanisme pemilihan presiden oleh MPR.

"Berbeda dengan di MPR ada 711 kursi, kalau uang bisa mengendalikan kursi akan begitu mudah seseoarng menjadi presiden," ungkap Feri.

Dengan demikian, menurut Feri Amsari kedaulatan akan ditangan uang jika pemilihan presiden dipindah ke MPR.

Feri Amsari kemudian menegaskan, MPR bukan lembaga khusus yang dibentuk dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

MPR merupakan tempat bertemunya anggota DPR dan anggota DPD.

"Jadi jangan kemudian itu MPR dibesar-besarkan lembaganya, karena ini hanya terdiri dari anggota-anggota DPR. Yang penting itu DPR dan DPD nya," terangnya.

Feri Amsari kemudian menyinggung soal jumlah wakil ketua MPR yang terlalu banyak, seolah-olah pekerjaannya banyak.

Ditambah nanti pekerjaan baru memilih presiden.

"Jadi menurut saya sudah tidak tepat kalau memindahkan daulat rakyat kepada daulat partai politik," ungkap Feri.

Soal Presiden Dipilih MPR, Maman Imanulhaq Sebut Jadi Wacana yang Terus Disosialisasikan

Usulan Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) untuk mengembalikan pemilihan presiden ke MPR menuai kontroversi dari banyak pihak.

Meskipun biaya yang dikeluarkan akan lebih murah, namun pemilihan presiden oleh MPR dinilai mengancam sistem demokrasi yang sudah dibangun selama ini.

Terkait persoalan tersebut, Anggota Badan Kajian MPR RI, Maman Imanulhaq memberikan komentarnya.

Menurutnya, hal tersebut merupakan lontaran wacana yang disampaikan Pengurus Besar Nahdatul Ulama PBNU.

Hal tersebut disampaikan oleh Maman Imanulhaq dalam acara Dua Arah yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube KompasTV, Jumat (6/12/2019).

Maman Imanulhaq mengungkapkan, pernyataan tersebut merupakan lontaran wacana dari PBNU yang berangkat dari hasil Munas alim ulama yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Kempek tahun 2012.

"Itupun soal pilkada bukan soal pilpres," terang Maman.

Menurutnya, soal pilpres langsung dan presiden dipilih MPR merupakan sebuah bahan diskusi yang menarik untuk masyarakat untuk dijadikan pilihan.

"Apakah pilpres langsung yang sudah kita lakukan ini betul-betul membawa manfaat atau justru banyak mudharatnya," terang Maman.

Maman Imanulhaq menyatakan jika kebijakan dari NU selalu berdasar atas prinsip fiqih.

"Salah satunya adalah mencegah kerusakan yang besar itu lebih baik daripada menarik manfaat yang belum tentu," jelasnya.

Maman Imanulhaq sebagai pngurus PKB berkewajiban untuk mensosialisasikan terlebih dulu pendapat dari ulama tersebut soal pemilihan presiden oleh MPR.

"Kita masih punya waktu panjang karena amanat reformasi memperkuat presidensil itu artinya tetap pilpres terbuka tentu akan banyak dipilih," ungkap Maman.

Menurutnya, hal tersebut masih menjadi pertimbangan mengingat saat pilpres langsung, euforia sangat besar yang justru menimbulkan ketidakmanfaatan.

Seperti masuk ke isu SARA, serta politik identitas yang kemudian mencuat.

"Tetapi ini menjadi rambu-rambu juga bahwa nilai-nilai yang dilakukan oleh para kyai itu hati-hati."

"Jangan sampai kita pilpres dengan euforia yang besar ternyata mudharat, masuk ke isu sara dan sebagainya, politik identitas itu mencuat," ungkapnya.

Maman Imanulhaq menegaskan jika pihaknya akan terus melontarkan wacana dua pilihan tersebut untuk kemudian dikaji MPR.

"Sekali lagi kita akan terus menggaungkan wacana ini, antara dua kubu ini kita akan mengkaji nanti, termasuk di MPR sehingga nanti pilihannya tetap di rakyat," jelas Maman.

(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved