Kasus Suap di Kementerian Agama
Ajudan Menteri Agama Cerita Kronologi Penerimaan Uang Rp 10 Juta dari Penyuap Romahurmuziy
Hery Purwanto mengaku sudah menjadi ajudan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sejak April 2015 hingga saat ini.
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ajudan Menteri Agama, Herry Purwanto, yang berasal dari Institusi Polri, Rabu (3/7/2019) hadir menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta atas perkara dugaan jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama.
Di hadapan majelis hakim, Hery Purwanto mengaku sudah menjadi ajudan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sejak April 2015 hingga saat ini.
Dia pun kerap mendampingi Lukman Hakim Saifuddin saat kunjungan ke berbagai daerah.
Jaksa KPK bertanya apakah Hery turut mendampingi Menteri Lukman saat ada undangan dari Pondok Pesantren Tebu Ireng dan Kemenkes pada 9 Maret 2018 silam.
Baca: Berseteru dengan Galih Ginanjar, Fairuz A Rafiq Ungkap Reaksi Putranya Tiap Dengar Nama sang Artis
Baca: Seusai Beli Makan, Pemuda di Kota Kediri Disergap Begal Jalanan & Langsung Melakukan Aksi Heroik
Baca: Dipanggil Polisi untuk Klarifikasi Atas Kasusnya, Fairuz A Rafiq Bungkam dan Suami Minta Doa
Hery mengakui dia mendampingi Menteri Lukman saat itu.
Kebetulan ketika itu, Menteri Lukman diundang sebagai pembicara oleh panitia dari Pondok Pesantren dan Kemenkes.
"Saya mendampingi pak menteri di acara itu. Selama di Jatim, Pak Haris (terdakwa, Kepala Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur nonaktif) menemani Pak Menteri. Menjemput dan mendampingi satu mobil ke tempat acara," tutur Hery.
"Kan perjalanan dari Surabaya ke tempat acara di Jombang, satu jam lebih. Apa mendengar pembicaraan antara Pak Menteri dengan Haris," tanya jaksa lagi.
Hery mengaku Pak Menteri hanya say hello dan bertanya perkembangan Kakanwil Kemenag Jatim.
Lalu Menteri Lukman tertidur karena lelah dan baru dibangunkan saat keluar tol.
Kepada jaksa, Hery turut mengamini menerima titipan uang dalam sebuah map dari Haris untuk Menteri Lukman usai acara selesai.
Baca: Dirjen Bea dan Cukai Dorong BUMDes Hingga Pengusaha Bangun Pusat Logistik Berikat di Perbatasan
Baca: Pemuda 19 Tahun Ingin Nikahi Teman Ibunya yang Sudah Janda, Batal Karena Ketahuan Lakukan Ini
"Pas acara selesai, Pak Haris menghampiri saya. Lalu dia berikan map. Katanya titip ini honor tambahan untuk pak menteri sebagai pembicara. Saya tidak hitung isinya dan langsung masukkan ke tas," ungkapnya.
Soal uang tambahan honor itu baru dilaporkan Hery ke Menteri Lukman saat mereka tiba di rumah Menteri Lukman.
Ketika diberikan map tersebut, Lukman menolak untuk menerima dan meminta agar dikembalikan ke Haris.
Karena ditolak, map tersebut disimpan Hery san dia berencana mengembalikan ke Haris ketika bertemu atau saat ada kunjungan lagi ke Jawa Timur.
"Pas di rumah saya laporkan map itu. Kata pak menteri, dia tidak berhak menerima, itu bukan acara kakanwil, minta dikembalikan. Sampai akhirnya ada kegiatan itu (OTT) saya lapor lagi ke Pak Menteri bahwa uangnya masih saya simpan. Pak Menteri minta saya buka uang di depan inspektorat. Pas dibuka uangnya Rp 10 juta, itu yang diserahkan ke KPK," tutur Hery.
Baca: Politikus Nasdem: Kaum Muda Penting di Kabinet Jokowi-Maruf Amin, Tapi Harus Paham Nawa Cita
Untuk diketahui, dalam kasus ini, terdakwa Haris dan Muafaq Wirahadi diduga telah menyuap mantan Ketum PPP Romahurmuziy alias Rommy.
Suap diberikan agar Rommy mengatur proses seleksi jabatan untuk kedua penyuap tersebut.
Jaksa mendakwa Haris memberi suap Rp 255 juta pada Romi diduga untuk mengintervensi proses pengangkatan sebagai Kakanwil Kemenag Jatim.

Proses pengangkatan Haris dalam jabatan sempat terkendala lantaran pernah mendapat sanksi disiplin selama 1 tahun pada 2016.
Sementara Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin turut disebut dalam dakwaan Haris menerima uang Rp 70 juta yang diberikan secara bertahap Rp 50 dan Rp 20 juta.
Romy selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Muafaq dan Haris selaku penyuap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Muafaq juga dijerat juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.