Selasa, 30 September 2025

Pilpres 2019

Sandiaga: Lazimnya yang Menang di Pemerintahan, yang Kalah Penyeimbang

Sandiaga mengucapkan selamat bekerja kepada pasangan yang menjadi kompetitornya di Pilpres itu.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kiri) dan Sandiaga Uno (kedua kiri) usai memberikan keterangan pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan terkait perolehan suara Pilpres 2019 di kediaman Prabowo Subianto di Jakarta, Kamis (27/6/2019) malam. Dalam keterangannya, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menerima hasil keputusan Mahkamah Konstitusi terkait gugatan Pilpres 2019. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Mantan calon wakil presiden Sandiaga Uno berkomentar soal pasangan Jokowi-Ma'ruf yang telah ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2019.

Sandiaga mengucapkan selamat bekerja kepada pasangan yang menjadi kompetitornya di Pilpres itu.

Menurut Sandiaga, meskipun Pemilu Presiden telah usai namun bukan berari perjuangan selesai.

Perjuangan bisa dilakukan dengan banyak cara, tanpa harus berada di struktur pemerintahan.

"Perjuagan kita tidak berhenti sampai di sini dan perjuangan untuk memajukan bangsa dan negara tidak harus selalu dalam struktur pemerintahan. Ikhtiar untuk mewujudkan cita-cita kemerdekan mewujdukan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat dilakukan dalam banyak cara," kata Sandiaga dalam akun intagramnya, Senin (1/7/2019).

Baca: Sandiaga Uno Jelaskan Posisi Politiknya Saat Ini

Lazimnya dalam sebuah Pemilu, menurut Sandiaga, pihak yang menang akan duduk di pemerintahan.

Sementara yang kalah akan menjadi penyeimbang atau opoisi untuk memberikan masukan yang konstruktif dan mengontrol pemerintah.

"Karena demokrasi yang sehat ibarat tepukan tangan diperlukan dua tangan untuk bertepuk. Bila demokrasi ingin sehat, harus ada perimbanagn antara yang menjalankan pemerintahan dan yang mengontrol jalannya pemerintahan," katanya.

Sandiaga mengatakan,baginya Kontestasi Pemilu bukanlah ajang permusuhan atau peperangan.

Sama halnya ketika memilih untuk menjadi penyeimbang, bukan berarti tidak ingin bersama-sama pemerintah.

"Tapi justru karena kita ingin bersama-sama menjaga keutuhan negara. Bila ada mekanisme saling cek dan saling kontrol dan saling mengingatkan, maka InsyaAllah jalannya pemerintahan akan baik dan makmur," katanya.

Selain eksekutif, dalam kehidupan bernegara menurutnya ada legislatif dan yudikatif.

Bila tidak bisa mengambil peran eksekutif, maka ada legislatif dalam upaya menjaga dan membangun kehidupan bernegara.

"Dengan demikian saling jaga saling kontrol dapat dilakukan. Setelah keputusan ini seluruh komponen bangsa harus kembali bersatu bekerjasama bahu membahu menjaga. Perbedaan politik jangan jadi permusuhan, kekecewaan politik oleh sebab apapun tidak harus membuat kita berhenti berjuang bagi kepentingan bangsa," pungkasnya.

Posisi Prabowo

Politikus Partai Gerindra, Muhammad Syafii menilai Ketua Umumnya Gerindra Prabowo Subianto adalah sosok yang tidak akan mencederai demokrasi.

Hal itu dikatakannya merespons sikap Gerindra apakah akan kembali menjadi oposisi atau bergabung dengan pemerintah selama 5 tahun ke depan.

"Pak Prabowo sendiri adalah orang yang sangat demokratis, yang tidak pernah mencapai tujuan membangun Indonesia melalui cara yang tidak demokratis," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).

Politikus Partai Gerindra, Muhammad Syafii.
Politikus Partai Gerindra, Muhammad Syafii. (Tribunnews.com/Chaerul Umam)

Baca: Mahfud MD: Mungkin Akan Ada Proses Politik Pembentukan Kabinet, Silakan Saja Dibicarakan Baik-baik

Menurut dia, sikap Prabowo mengindikasikan jika partai berlambang Kepala Garuda itu akan tetap menjalankan fungsi check and balances.

Ia mengungkapkan kebanyakan kader Gerindra menginginkan partainya tetap berada di luar pemerintahan.

Sehingga, kata dia, bukan tidak mungkin Gerindra akan kembali menjadi oposisi.

"Kita bisa membaca gerak yang dilakukan Pak Prabowo sebagai orang yang demokratis, dia pasti tidak akan mencederai sistem demokrasi di mana akan menghilangkan check and balance itu," jelasnya.

"Ya, saya kira seperti itu. Bahwa kader partai Gerindra dan pemikir demokrasi pasti menginginkan Gerindra tetap pada oposisi," imbuhnya.

Namun, ia mengatakan sikap resmi Partai Gerindra akan ditentukan setelah adanya pertemuan dengan para kader Gerindra.

"Saya kira tiap ada hal yang sangat penting Pak Prabowo tidak terbiasa mengambil keputusan sendiri, dia pasti meminta pendapat para pakar ahli dan akan memutuskannya dalam pertemuan nasional internal partai," pungkas anggota Komisi III DPR RI ini.

Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan sengketa Pilpres Tim Prabowo-Sandi, partai koalisi yang tergabung dalam Badan Pemenangan Nasional (BPN) belum menentukan sikap apakah menjadi oposisi atau bergabung dengan pemerintah.

Apalagi, koalisi yang bernama Indonesia Adil dan Makmur itu telah selesai.

Kabar berhembus jika partai-partai pendukung Prabowo-Sandi berperluang merapat dalam barisan Jokowi-Ma'ruf.

Selain Demokrat dan PAN, Gerindra juga dikabarkan berpeluang untuk bergabung dalam pemerintahan lima tahun ke depan.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved