Pemilu 2019
Eks Napi Koruptor Bisa Nyaleg, Gerindra: Keputusan Memilih Caleg ada Ditangan Rakyat
Diketahui, partai berlambang burung garuda itu mengusung 6 bacaleg eks narapidana korupsi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Gerindra Sodiq Mujahid berkomentar terkait putusan Mahkamah Agung yang memperbolehkan eks napi korupsi maju menjadi calon legislatif atau caleg.
Diketahui, partai berlambang burung garuda itu mengusung 6 bacaleg eks narapidana korupsi.
Sodiq mengatakan Partai Gerindra sepenuhnya mengikuti putusan Mahkamah Agung tersebut, walaupun rekrutmen bakal calon legislatif berada penuh di tangan Partai yang bersangkutan.
"Atas dasar HAM dan konstitusi kita akui dan ikuti keputusan MA. Atas berbagai pertimbangan Partai berhak menentukan kebijakan apakah menggunakan atau tidak menggunakan mantan koruptor sebagai caleg," kata Sodik saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (15/9/2018).
Lebih lanjut, Sodik mengatakan rakyatlah sebagai pemilih yang berhak apakah calon tersebut dapat menjadi anggota legislatif.
"Keputusan memilih dan menetapkan claon legislatif mantan koruptor menjadi legislator sepenuhnya ditangan rakyat," sambung Sodik.
Ia berharap nantinya jika putusan tersebut benar-benar dijalankan, caleg yang bersangkutan dapat mengakui dan menjelaskan dirinya pernah terlibat dalam kasus korupsi.
"Dengan catatan caleg mantan koruptor sesuai keputusan MK mengakui status sebagai mantan eks.napi dan media ikut menjelaskan hal tersebut," kata Sidik.
Sebelumnya pada Kamis 13 September 2018 lalu, MA telah memutus uji materi Pasal 4 ayat (3), Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Dalam putusan tersebut dinyatakan mantan narapidana kasus korupsi dapat mencalonkan diri sebagai caleg dengan syarat-syarat yang ditentukan UU Pemilu.
Padahal dalam pasal yang diujikan itu, ada larangan mantan narapidana kasus korupsi, mantan bandar narkoba dan eks narapidana kasus kejahatan seksual pada anak untuk maju menjadi calon legislatif.
Juru Bicara MA Suhadi mengatakan pertimbangan hakim adalah bahwa aturan PKPU itu bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2017.