Gempa di Lombok
BNPB Kirimkan Bantuan 21 Ton Logistik dan Peralatan ke Lombok
Ia menjelaskan pula, TNI memberangkatkan 3 pesawat Hercules C-130 untuk mengirim satgas kesehatan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengirimkan 21 ton bantian logistik dan peralatan melalui cargo.
Hal itu disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho kepada wartawan, Senin (6/8/2018).
"BNPB mengirimkan 21 ton bantuan logistik dan peralatan," ujar Sutopo.
Selain juga 2 helikopter BNPB diperbantukan untuk penanganan darurat.
"Tambahan personil dan logistik terus dikirimkan," katanya.
Ia menjelaskan pula, TNI memberangkatkan 3 pesawat Hercules C-130 untuk mengirim satgas kesehatan dengan membawa obat-obatan, logitik, tenda, dan alat komunikasi.
Lebih lanjut menurut dia, KRI dr Suharso diberangkatkan dari Surabaya ke Lombok untuk dukungan kapal rumah sakit.
Basarnas juga mengirimkan personil, helikopter, kapal dan peralatan untuk menambah kekuatan operasi SAR.
Begitu pula Polri mengirimkan personil, tenaga medis dan obat-obatan dan 2 helikopter.
Selain itu Kementerian Pariwisata mengaktivasi Tim Crisis Center untuk memantau kondisi wisatawan.
Kementerian Pu Pera menggerakkan alat berat, menambah air bersih dan sanitasi.
Kementerian/Lembaga dan NGO mengirimkan personil dan bantuan.
Ia menjelaskan kKebutuhan mendesak saat ini adalah permakanan khususnya makanan siap saji, air mineral, air bersih, tenda, terpal, tikar, selimut, pakaian, makanan penambah gisi, layanan trauma healing, dapur umum, obat-obatan, pelayanan kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya untuk pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi.
BNPB juga mencatat 91 orang meninggal dunia, 209 orang luka-luka, ribuan jiwa masyarakat mengungsi dan ribuan rumah rusak.
Diperkirakan jumlah korban dan kerusakan akibat dampak gempa akan terus bertambah. Pendataan masih terus dilakukan oleh aparat.
Dari 91 orang meninggal dunia terdapat di Kabupaten Lombok Utara 72 orang, Kota Mataram 4 orang, Lombok Timur 2 orang, Lombok Tengah 2 orang, Lombok Barat 9 orang dan Bali 2 orang.
Sebagian besar korban meninggal akibat tertimpa bangunan yang roboh.
Semua korban meninggal dunia adalah warga negara Indonesia. Belum adanya laporan wisatawan yang menjadi korban akibat gempa.
Daerah Lombok Utara paling parah terdampak gempa karena berdekatan dengan pusat gempa. Kerusakan rumah dan bangunan terjadi luas.
Rumah-rumah di Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur yang sebelumnya hanya rusak ringan diguncang gempa 6,4 SR pada 29/7/2018 menjadi rusak berat dan roboh akibat guncangan gempa 7 SR.
Berdasarkan laporan pertugas di Kabupaten Lombok Utara perkiraan kerusakan rumah di berbagai kecamatan seperti Kecamatan Bayan, Kecamatan Kayangan, Kecamatan Gangga, KecamatanTanjung dan Kecamatan Pemenang mencapai lebih dari 50 persen. Artinya banyak rumah yang rusak. Masih dilakukan pendataan.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa hingga Senin (6/8/2018) pagi, tercatat ada sekitar 127 gempa susulan yang terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
"Gempa Bumi Lombok magnitudo 7 sampai pukul 07.00 WIB tercatat sebanyak 127 gempa bumi susulan," demikian keterangan resmi yang diperoleh dari BMKG.
Sebelumnya diberitakan, gempa bermagnitudo 7 mengguncang Lombok dan sekitarnya pada Minggu (5/8/2018) malam sekitar pukul 18.46 WIB. Getaran terasa hingga Bali.
BMKG sempat mengeluarkan peringatan dini tsunami, namun kemudian dicabut. Sejumlah gempa susulan sempat terjadi pasca-gempa berkekuatan 7 magnitudo.
Gempa ini terjadi kurang lebih sepekan setelah gempa yang mengguncang wilayah NTB pada 29 Juli 2018. Saat itu, pusat gempa berada di Lombok Utara.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers mengatakan, gempa bumi bermagnitudo 7 yang berpusat di lereng Gunung Rinjani, NTB, merupakan gempa bumi utama (main shock) dari rangkaian gempa terdahulu.
"Mengingat pusat gempanya sama dengan gempa bumi yang terjadi tanggal 29 Juli 2018 lalu maka BMKG menyatakan gempa bumi ini merupakan gempa bumi utama, atau main shock dari rangkaian gempa bumi yang terjadi sebelumnya," kata Dwikorita dalam konferensi pers di gedung BMKG, Jakarta, Minggu (5/8/2018) malam. (*)