Kamis, 2 Oktober 2025

Korupsi KTP Elektronik

Dakwaan Bimanesh Ungkap Peristiwa Sebelum Setya Novanto Kecelakaan, 3 Hal Ini Dibantah Pengacara

"Memang bertemu tapi bukan untuk membahas rekayasa, dia ketemu akan konsultasi kliennya yang hipertensi berat, gak papa kan ketemu,"

Penulis: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik, Bimanesh Sutarjo menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/3/2018). Dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau tersebut didakwa menghalangi penyidikan kasus korupsi KTP elektronik dengan tersangka Setya Novanto. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam dakwaan untuk dokter Bimanesh Sutarjo (63) terungkap beberapa fakta terkait dirawatnya Setya Novanto di RS Medika Permata Hijau usai mengalami kecelakaan lalu lintas, Kamis (16/11/2017).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam surat dakwaanya menyebut dokter Bimanesh bersama mantan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi bersekongkol agar Setya Novanto bisa dirawat di RS Medika Permata Hijau, Jakarta.

Tujuannya agar Setya Novanto bisa menghindari pemeriksaan penyidikan yang dilakukan KPK.

Baca: Alasan Dokter Bimanesh Tidak Ajukan Eksepsi Atas Dakwaan Jaksa

Sesuai surat dakwan pada 16 November 2017, pukul 11.00 WIB Bimanesh yang berprofesi sebagai dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Medika Permata Hijau dihubungi Fredrich Yunadi.

Dalam kesempatan tersebut Fredrich meminta bantuan agar Setya Novanto dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dengan diagnosa menderita beberapa penyakit satu di antaranya hipertensi.

Sekitar pukul 14.00 WIB, Fredrich Yunadi kembali menegaskan permintaan tersebut dengan menemui terdakwa di kediamannya, apartemen Botanica Towe, Simprug, Jakarta Selatan.

Baca: Direncanakan Tiap Hari Sidang, Setya Novanto: Dengan Sabar Saya Ikuti Proses Hukum

Pertemuand alam rangka memastikan agar Setya Novanto dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau.

"Fredrich Yunadi juga memberikan kepada terdakwa foto dan rekam medik Setya Novanto dari RS Premier Jatinegara sebagai bahan diagnosa medis bagi terdakwa untuk rawat inap Setya Novanto," kata jaksa Moch Takdir Suhan saat membacakan surat dakwaan Bimanesh, Kamis (8/3/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Tedakwa kemudian menyanggupi untuk memenuhi permintaan Fredrich padahal terdakwa mengetahui Setya Novanto sedang memiliki masalah hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi, terkait kasus korupsi e-KTP.

Baca: Setya Novanto Mengaku Tidak Tahu Data Medisnya Dipalsukan

Selanjutnya terdakwa menghubungi dr Alia yang saat itu menjabat sebagai Plt Manajer pelayanan Medik RS Permata Hijau melalui telepon agar disiapkan ruang VIP untuk rawat inap Setya Novanto.

Direncanakan Setya Novanto akan masuk rumah sakir dengan diagnosa hipertensi besar.

Padahal terdakwa belum pernah melakukan pemeriksaan fiisk terhadap Setya Novanto.

Terdakwa juga menyampaikan bahwa dirinya sudah menghubungi dr Muhammad Thoyip, dokter spesialis jantung dan dr Joko Sanyoto, dokter spesialis bedah untuk melakukan perawatan bersama padahal belum pernah memberitahu kepada kedua dokter untuk merawat Setya Novanto.

Baca: Fakta Terkait Gugatan Cerai Ahok: Tak Mau Terima Tamu Hingga Pengakuan Veronica Lewat Surat

Selain itu, terdakwa juga berpesan agar dr Alia jangan memberitahukan pada dr Hafil Budianto Abdulgani, Direktur RS Medika Permata Hijau tentang rencana memasukkan Setya Novanto untuk rawat inap.

Terdakwa kemudian memberikan telepon selulernya kepada Fredrich untuk berbicara langsung kepada dr Alia yang pada intinya Fredrich meminta agar disiapkan ruangan VIP dan memesan tambahan ruangan serta perawat yang berpengalaman untuk merawat Setya Novanto.

Mendengar permintaan dari Bimanesh dan Fredrich, Alia tetap meminta persetujuan dari Hafil Budianto Abdulgani terkait permintaan rawat inap Setya Novanto.

Baca: Prabowo Subianto Segera Deklarasi Jadi Calon Presiden, Dua Nama Ini Santer Diusung Sebagai Wakilnya

Dalam hal ini, Hafil meminta agar pasien tetap melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Selain itu, dr Alia menyampaikan kepada dr Michael Chia Cahaya yang bertugas sebagai dokter jaga di IGD bahwa akan masuk pasien Setya Novanto dengan diagnosa penyakit hipertensi berat.

Sekitar pukul 17.00 WIB, Fredrich memerintahkan stafnya bernama Achmad Rudiansyah menghubungi dr Alia guna melakukan pengecekan kamar VIP yang sudah dipesan sebelumnya untuk Setya Novanto.

"Selanjutnya sekitar pukul 17.45 WIB, Achmad Rudiansyah ditemani oleh dr Alia melakukan pengecekan kamar," kata jaksa.

Pukul 17.30 WIB, Fredrich datang ke RS Medika Permata Hijau menemui dr Michael Chia cahaya di ruang IGD meminta dibuatkan surat pengantar rawat inap atas nama Setya Novanto dengan diagnosa kecelakaan mobil.

Padahal saat itu, Setya Novanto sedang berada di gedung DPR bersama Reza Pahlevi dan M Hilman Mattauch.

Atas permintaan itu, dr Michael Chia Cahaya menolak karena untuk mengeluarkan surat pengantar rawat inap dari IGD harus dilakukan pemeriksaan dahulu terhadap pasien.

Selain itu, Fredrich juga menemui dr Alia untuk melakukan pengecekan kamar VIP 323 sekaligus meminta kepada dr Alia agar alasan masuk rawat inap Setya Novanto yang semula adalah diagnosa penyakit hipertensi diubah dengan diagnosa kecelakaan.

Pukul 18.30 WIB, Bimanesh datang ke RS Medika Permata Hijau menemui dr Michael Chia Cahaya menanyakan keberadaan Setya Novanto di ruang IGD.

Saat itu dr Michael Chia Cahaya menjawab bahwa Setya Novanto belum datang hanya Fredrich selaku pengacara yang datang meminta surat pengantar rawat inap dari IGD dengan keterangan kecelakaan mobil namun ditolak dr Michael Chia Cahaya karena belum memeriksa Setya Novanto.

Atas penolakan itu, terdakwa membuat surat pengantar rawat inap menggunakan form surat pasien baru IGD padahal dirinya bukan dokter jaga IGD.

Pada surat pengantar rawat inap itu terdakwa menuliskan diagnosis hipertensi, vertigo, diabetes melitus sekaligus membuat catatan harian dokter yang merupakan catatan hasil pemeriksaan awal terhadap pasien.

Padahal Bimanesh saat itu belum memeriksa Setya Novanto dan tidak pernah mendapatkan konfirmasi dari dokter yang menangani Setya Novanto sebelumnya dari RS Premier Jatinegara karena memang tidak ada surat rujukan untuk dilakukan rawat inap terhadap Setya Novanto di RS lain.

Sekitar pukul 18.45 WIB, Setya Novanto tiba di RS Medika Permata Hijau langsung dibawa ke kamar VIP 323 sesuai surat pengantar rawat inap yang dibuat terdakwa.

Setelah itu, Setya Novanto berada di kamar VIP 323.

Terdakwa memerintahkan perawat Indri Astuti agar surat pengantar rawat inap dari IGD yang telah dibuatnya dibuang dan diganti baru dengan surat ‎pengantar dari Poli yang diiisi Bimaneh untuk pendaftaran pasien atas nama Setya Novanto di bagian administrasi rawat inap padahal sore itu bukan jadwal prakteknya.

"Terdakwa juga menyampaikan kepada Indri Astuti agar luka di kepala Setya Novanto diperban sebagaimana permintaan dari Setya Novanto," kata jaksa.

"Terdakwa juga memerintahkan Indri Astuti‎ agar Setya Novanto pura-pura dipasang infus yakni hanya ditempel saja namun indri tetap melakukan pemasangan infus menggunakan jarum kecil ukuran 24 yang bisa dipakai untuk anak-anak," lanjut Jaksa.

Setelah Setya Novanto dirawat inap, Fredric memberikan keterangan di RS Medika Permata Hijau kepada wartawan seolah tidak mengetahui adanya kecelakaan mobil yang dialami Setya Novanto dan baru mendapat informasi dirawat inap dari Reza Pahlevi.

Dalam keterangannya, Fredrich menyampaikan ke awak media bahwa Setya Novanto mengalami luka parah dengan beberapa bagian tubuh berdarah-darah serta terdapat benjolan pada dahi sebesar bakpao.

Padahal Setya novanto hanya mengalami beberapa luka ringan pada dahi, pelipis kiri, leher sebelah kiri serta lengan kiri.

Sekitar pukul 21.00 WIB penyidik KPK datang ke RS Medika Permata Hijau mengecek kondisi Setya Novanto yang tidak mengalami luka serius.

Namun fredrich menyampaikan kepada penyidik bahwa Setya Novanto sedang dalam perawatan intensif dari terdakwa sehingga tidak dapat dimintai keterangan.

Sedangkan Bimanesh malam itu juga mematikan telepon selularnya sehingga tidak dapat dikonfirmasi oleh penyidik KPK.

Fredrich lalu meminta Mansur, satpam RS Medika Permata Hijau agar menyampaikan ke penyidik KPK untuk meninggalkan ruang VIP di lantai 3 yang sebagian kamarnya sudah disewa keluarga Setya Novanto dengan alasan mengganggu pasien yang sedang istirahat.

Atas perbuatannya itu, Bimanesh didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.


3 hal dibantah pengacara Bimanesh

Pengacara dokter Bimanesh, Wirawan Adnan membantah dakwaan yang dibacakan Jaksa soal kliennya sengaja membantu pengacara Fredrich untuk meloloskan Setya Novanto dari pemeriksaan KPK.

Hal ini disampaikan Wirawan Adnan, Kamis (8/3/2018) usai mendampingi sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

‎"Ada 3 hal yang akan kami bantah. Pertama tidak betul ada kesengajaan untuk bantu. Itu tidak ada. Cuma diakui klien kami melakukan kesalahan prosedur atau disiplin kedokteran mungkin," kata Wirawan Adnan.

Wirawan Adnan melanjutkan saat pemeriksaan, seharusnya ada surat pengantar dari Instalasi Gawat Darurat (IGD), soal itu diakusi kliennya tidak ada.

‎Lebih lanjut soal pertemuan dengan Fredrich di apartemen Bimanesh di Simprug, Jakarta Selatan menurut Wirawan Adnan itu bukan membahas soal rekayasa perawatan Setya Novanto melainkan hanya konsultasi.

"Memang bertemu tapi bukan untuk membahas rekayasa, dia ketemu akan konsultasi kliennya yang hipertensi berat, gak papa kan ketemu," katanya

"Kemudian dia (Bimanesh) tidak pernah buat surat pengantar dan tidak pernah ada perintah kepada perawat siapa saja yang memerintahkan untuk diperban," lanjut dia.

Mengenai penggunaan infus, dimana sesuai dakwaan Bimanesh disebut menyuruh suster untuk hanya menempel jarum infus.

Namun suster tersebut tetap memasang infus dengan jarum untuk anak-anak, itu juga dibantah.

Tak ajukan eksepsi

Bimanesh dan kuasa hukumnya sepakat tidak akan mengajukan nota pembelaan atau eksepsi.

Ia mempertimbangkan untuk menjadi Justice Collaborator (JC) terkait kasus dugaan menghalangi KPK memeriksa Setya Novanto.

Atas alasan tersebut, Bimanesh menolak mengajukan eksepsi usai jaksa membacakan dakwaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (8/3/2018).

"Kami juga akan mempertimbangkan menjadi JC makanya gak ada bantahan," kata Wirawan Adnan selaku kuasa hukum dokter Bimanesh Sutarjo dikutip dari wartakotalive.com.

Sebab itu, akan ada beberapa kejadian yang diakui kliennya terkait dugaan merekayasa proses perawatan Setya Novanto di RS Medika Permata Hijau.

"Kami akan mengakui beberapa perbuatan. Tapi bukan mengakui semua isi dakwaan ya. Misalnya kami akui ada kesalahan prosedur rumah sakit," ujarnya.

Selain itu, ia menyatakan bahwa kliennya ingin cepat menyelesaikan proses peradilan.

"Pertama kami ingin cepat. Kedua kami sudah tahu statistiknya tentang keberatan itu, kemungkinan akan ditolak keberatannya. Jadi kami menghindari penambahan agenda persidangan. Jadi yang cepat langsung saja pembuktian," ungkap Adnan.

Ia menambahkan bahwa dokter Bimanesh pasrah dan tak menyangka apabila hal yang dilakukannya akan menghambat proses penyidikan.

"Pasrah soal perbuatannya iya, beliau tahu (salah), bahwa kami akui ada kesalahan prosedur kedokteran. Cuma gak menyangka yang seperti ini menggangu proses penyidikan. Itu tidak sengaja," ucapnya.

Karena menolak melakukan eksepsi, hakim memutuskan menggelar sidang lanjutan pad Jumat 23 Maret 2018.

Setya Novanto mengaku tak tahu

Setya Novanto mengaku saat dirinya dirawat di RS Medika Permata Hijau ditangani dokter Bimanesh Sutardjo.

"Iya, saya diperiksa disana (RS Medika Permata Hijau) oleh Dimanesh. Saya baru tahu juga waktu pingsan, ketemu sekali. Paginya sekali lagi, lalu tidak bertemu lagi," kata Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/3/2018).

Dikonfirmasi soal Bimanesh yang bersekongkol dengan Fredrich memalsukan data medis ‎agar Setya Novanto terhindar dari panggilan KPK, mantan Ketua DPR RI itu mengaku tidak tahu.

"Waduh saya kok malah gak tahu ya. Kalau menurut saya sih dari awal sudah ada data medis. Malahan saya tidak tahu kalau ada data palsu," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved