Korupsi KTP Elektronik
Fahri Hamzah Pertanyakan Sikap KPK: Kenapa Setya Novanto Tidak Difasilitasi Dulu
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, geram dengan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berusaha menangkap paksa koleganya Setya Novanto.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, geram dengan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berusaha menangkap paksa koleganya Setya Novanto.
Fahri menjelaskan ada tiga hal upaya hukum yang dilakukan tersangka kasus KTP elektronik ini.
Baca: Surya Paloh Sebut Jokowi Ora Duwe Udel
Pertama, memakai ketentuan pasal 245 ayat 1 UU MD3 bahwa pemanggilan anggota DPR oleh penegak hukum harus mengantongi izin Presiden.
Kedua, mengajukan gugatan uji materi pasal 12 dan 46 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi ke Mahkamah Konstitusi.
Terakhir, mengajukan praperadilan untuk kedua kalinya setelah ditetapkan kembali sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2017) kemarin.
Baca: Cerita Mantan Anggota Sat81/Gultor Bebaskan Sandera di Papua
"Itu kan pimpinan lembaga negara sedang melakukan upaya hukum ada di MK, mau praperadilan juga saya dengar, dan upaya hukum meminta izin kepada presiden. Ini kan wilayah hukum. Kenapa ini tidak difasilitasi terlebih dahulu?" Kata Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/11/1017).
Dirinya kecewa, bukannya memfasilitasi upaya hukum itu, KPK justru mencoba menghancurkan Novanto dengan menjemput paksa dan menggeledah kediaman pribadinya.
Baca: Hal Sepele Ini Jadi Pemicu Terapis Dianiaya Suami Hingga Tewas Saat Layani Tamu
"Kenapa meski melakukan tindakan yang berkonotasi memang ingin menghancurkan kembali dia, datang kerumahnya dengan alasan mau jemput kemudian di geledah rumahnya," kata Fahri.
Fahri membandingkan penanganan hukum yang dilakukan kepada Setya Novanto dengan mantan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino.
Baca: Usai Bunuh Kekasih Sesama Jenisnya, Badrun Hendak Bunuh Diri Dengan Gigit Lidah
Menurutnya, alasan KPK tak kunjung memproses RJ Lino walaupun sudah hampir 2 tahun ditetapkan tersangka kasus korupsi dalam pengadaan quay container crane (QCC) tahun 2010.
"Tapi pada saat yang sama, ada orang dua tahun biasa saja dengan daftar kerugian negara dan status tersangkanya dia (RJ Lino) tdak diapa-apain juga," kata Fahri.