Selasa, 7 Oktober 2025

Penyanderaan Ribuan Warga di Papua, Wiranto Harap Dapat Diselesaikan Secara Musyawarah

Wiranto menginginkan agar peristiwa penyanderaan 1.300 warga di Mimika, Papua dapat diselesaikan secara persuasif atau musyawarah mufakat.

Tribunnews.com/ Nurmulia Rekso
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menginginkan agar peristiwa penyanderaan 1.300 warga di Mimika, Papua dapat diselesaikan secara persuasif atau musyawarah mufakat.

“Kita kan ingin supaya keadaan itu aman damai. Semua masalah diselesaikan dengan musyawarah mufakat, tidak ada serang menyerang, tidak ada tuduh menuduh, tidak ada konflik kan begitu keinginan kita,” ujar Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Baca: Apa yang Dilakukan Panglima TNI Hadapi Kelompok Penyandera Bersenjata di Papua?

Wiranto mengaku dirinya telah berkomunikasi dengan pihak keamanan terkait di Papua agar menggunakan pendekatan-pendekatan yang tidak akan menimbulkan kegaduhan.

“Kita sudah komunikasi dengan Kapolda di sana, Pangdam, tentunya dengan aparat-aparar keamanan lainnya di sana, tentunya supaya dapat diselesaikan dengan baik tanpa kegaduhan, kita kan inginkan begitu,” kata Wiranto.

Diberitakan sebelumnya, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di area tambang Freeport, kini mengklaim Kampung Kimbely dan Kampung Banti, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, sebagai markas operasi mereka.

Hal itu diungkapkan Kepala Penerangan Kodam XVII/Cendrawasih, Kolonel Inf M Aidi kepada wartawan, Kamis (9/11/2017) ketika ditemui di ruang kerjanya.

 "Kini KKB mengklaim kedua kampung itu menjadi daerah operasi mereka. Untuk jumlah mereka belum bisa diketahui, sebab sebagian dari mereka berasal dari sana dan mereka juga kerab berbaur dengan masyarakat setempat, untuk mengklabui petugas,” ungkap Aidi.

Aidi menegaskan, pihaknya tak menyatakan 1.300 warga di dua kampung itu disandera. Namun mereka mendapat ultimatum dari kelompok itu, tidak boleh keluar dari kampung, sampai batas waktu yang belum ditentukan.

“Kalau informasi ada penyanderaan dan pembakaran tak benar. Tapi, kalau intimidasi dan perampasan harta benda milik masyarakat ada,” jelasnya.

Aidi membeberkan, di kampung itu terdapat anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI, yang kerap memberikan laporan situasi di sana.

“Informasi terakhir, semua warga dalam kondisi yang baik. Aktivitas masyarakat tetap berjalan biasa. Hanya, mereka tak boleh keluar dari kampung itu. Untuk keberadaan orang asing di sana, belum kita dapatkan,” tuturnya.

Saat ini, sambung Aidi, TNI dan Polri dalam operasi terpadunya masih melakukan tindakan proses hukum bersifat persuasif dan preventif. Artinya melakukan pola pendekatan dan imbauan agar mereka menghentikan aksi yang merugikan masyarakat umum.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved