Selasa, 7 Oktober 2025

Polemik Panglima TNI

Data Intelijen Amerika Salah, Dubes Amerika Harus Minta Maaf Terbuka

Penyamarannya bisa turis, wartawan, peneliti, pengusaha, kalau tertangkap pasti tidak diakui sebagai intelijen

Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Peneliti terorisme dan intelijen dari Universitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib, menjadi pembicara pada diskusi terkait Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), di kantor redaksi Tribun, Jakarta Pusat, Senin (23/3/2015). TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penolakan Panglima TNI Gatot Nurmantyo oleh US Customs and Border Protection merupakan insiden diplomatik yang tidak bisa disepelekan.

"Itu karena informasi intelijen Amerika Serikat yang salah dari sumber sumber yang keliru, hasilnya berupa intelligence failure yang berujung pada diplomatic incidence" , ujar pengamat Intelijen Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib kepada Tribunnews.com, Senin (23/10/2017).

Menurut Ridlwan, di setiap Kedutaan Amerika Serikat pasti ada personel CIA.

Mereka beroperasi di wilayah negara dimana mereka ditempatkan.

"Penyamarannya bermacam cara, biasanya sebagai petugas Kedutaan, " kata Ridlwan.

Selain petugas intelijen resmi dengan kedok staf Kedutaan, ada juga yang disebut sebagai petugas NOC atau non official cover.

"Penyamarannya bisa turis, wartawan, peneliti, pengusaha, kalau tertangkap pasti tidak diakui sebagai intelijen, " ujar Ridlwan yang pernah berkunjung ke White House Washington DC ini.

Petugas intelijen CIA itu akan melaporkan dinamika politik dan kejadian lain yang relevan bagi kepentingan Amerika Serikat.

"Kalau seorang Panglima TNI berkunjung, pasti sudah ada data lengkapnya. Kalau sampai ada penolakan seperti ini, jelas ada kesalahan intelijen Amerika, " ujar alumni S2 Kajian Stratejik Intelijen UI tersebut.

Baca: Puan Maharani: Kesejahteraan Masyarakat Meningkat

Ridlwan menyebut, saat peringatan HUT TNI di Cilegon Banten, telah ditangkap dua personel tentara AS yang menyusup tanpa undangan.

"Ini insiden serius dan terjadi hanya 14 hari sebelum Panglima ditolak," kata Ridlwan.

Lebih lanjut dia memuji sikap Menlu RI Retno Marsudi yang langsung meminta klarifikasi dari Amerika Serikat.

Hasilnya, imbuhnya, Panglima TNI sudah boleh terbang kembali dan Dubes AS minta maaf.

Namun demikian menurutnya, Duta Besar Amerika Serikat harus memberikan permintaan maaf terbuka.

"Saya kira ini respon cepat bu Menlu yang sangat baik. Terbukti pilihan pak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk bu Retno tepat, "kata Ridlwan.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi masih menunggu Pemerintah Amerika Serikat untuk memberikan penjelasan terkait pelarangan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo berpergian ke Amerika Serikat.

Saat menemui Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Erin Elizabeth Mckee, di kantor Kementerian Luar Negeri Indonesia, Pejambon, Jakarta Pusat, Retno menyampaikan agar Pemerintah Amerika Serikat segera memberikan klarifikasi.

"Saya sampaikan ini urgensi indonesia membutuhkan klarifikasi," ujar Retno, Senin (23/10/2017).

Ia mengatakan, Indonesia perlu mengetahui detail penjelasan merujuk pada kemitraan antar dua negara yang telah terjalin baik.

"Sebab indonesia adalah mitra baik Amerika Serikat. Kita memiliki strategic partnership. Indonesi dinilai sebagai negara yang penting, tapi ada kejadian seperti ini memang memerlukan klarifikasi," ujar Retno.

Lanjutnya, pihak Amerika saat ini telah berkoordinasi dengan otoritas yang berwenang di Amerika Serikat.

"Mereka menyampaikan bahwa saat ini mereka sedang berkoordinasi dengan otoritas-otoritas terkait di Amerika Serikat untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di Washington DC masih Minggu malam," ujar Retno.

"Jadi masih kita menunggu," ujar Retno.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved