Jumat, 3 Oktober 2025

Demokrat Nilai Impor Ratusan Senjata Munculkan Ketegangan Antara TNI-Polri

Partai Demokrat angkat suara mengenai isu impor senjata yang disampaikan oleh Panglima TNI tanggal 22 September 2017 lalu.

TRIBUN/DANY PERMANA
KaKorps Brimob Polri Irjen Pol Murad Ismail (kiri) bersama Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto (kanan) menunjukkan jenis senjata pelontar granat yang kini masih tertahan di kepabeanan Bandara Seokarno-Hatta, saat memberikan keterangan pers di Mabes Polri, Sabtu (30/9/2017). Saat ini Korps brimob masih menunggu rekomendasi dari Badan Intelijen Strategis TNI terkait tertahannya 280 pucuk senjata pelontar granat dan 5932 pucuk amunisi di kepabeanan Bandara Soekarno-Hatta. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat angkat suara mengenai isu impor senjata yang disampaikan oleh Panglima TNI tanggal 22 September 2017 lalu.

Isu tersebut sempat menimbulkan kebingungan dan rasa ingin tahu yang tinggi dari masyarakat.

"Informasi terkini tentang masuknya sejumlah senjata yang dipesan oleh pihak Polri, yang kini berada di Bandara Soekarno-Hatta, yang kemudian dijaga oleh pihak TNI karena dinilai tidak sesuai dengan peruntukannya, bagai membenarkan sebagian pernyataan Panglima TNI tersebut," kata Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan dalam keterangan tertulis, Minggu (1/10/2017).

Menurut Hinca, Informasi itu kembali memunculkan ketegangan horisontal di antara jajaran TNI-Polri.

Baca: Senjata Milik Brimob Harusnya Masuk Lewat Lanud Halim Perdanakusuma

Hinca mengatakan Demokrat mendapatkan informasi ketegangan TNI-Polri saat ini berada dalam tingkatan yang dapat mengganggu soliditas kedua institusi negara itu.

Ia mengingatkan ketegangan di antara institusi yang memiliki posisi penting dalam pertahanan dan keamanan negara tersebut, dan sama-sama memiliki senjata, jelas tidak bisa dibiarkan.

"Di waktu lalu, sepanjang sejarah perjalanan republik, sekali-kali memang terjadi perselisihan antara jajaran TNI dan Polri. Namun, perselisihan itu sifatnya lokal dan biasanya terjadi antara prajurit dan satuan di lapangan, sehingga dengan cepat bisa diselesaikan," kata Hinca.

Hinca juga mengingatkan pengalaman yang lalu menunjukkan bahwa cepatnya penyelesaian lokal tersebut dikarenakan para pimpinan TNI dan Polri kompak.

Baca: Fahri Hamzah Senang Setya Novanto Menang Praperadilan

Sekarang, dengan ketegangan yang justru terjadi antara unsur pimpinan kedua institusi itu, setiap perselisihan yang terjadi di lapangan sekecil apapun dapat berkembang ke arah yang tidak dikehendaki.

"Masyarakat juga prihatin dengan pernyataan dan penjelasan yang sering berbeda dan juga berubah-ubah," kata Hinca.

Penjelasan Panglima TNI, kata Hinca, berbeda dengan penjelasan Menko Polhukam.

Penjelasan pihak Polri atas datangnya sejumlah senjata beserta munisinya yang dipesan
oleh Brimob juga tidak konsisten dan berubah-ubah.

Menurutnya, keadaan ini tentu akan menjatuhkan wibawa dan kredibilitas negara dan
pemerintah.

"Mana yang benar? Ditambah dengan ramainya pemberitaan di media sosial, yang nampak saling menyerang dan mendeskreditkan, terlepas mana yang "hoax" dan mana yang benar," kata Hinca.

Ia menuturkan kejadian yang membuat masyarakat ikut tegang dan saling berhadapan tidak boleh dianggap sepele dan dibiarkan.

Baca: Kisah Pierre Tendean Ditodong Pasukan Tjakrabirawa dan Berakhir Maut di Lubang Buaya

"Dalam keadaan seperti ini, rakyat sungguh ingin mendapatkan penjelasan yang utuh dan lengkap, serta bukan sepotong-sepotong. Kata-kata "urusan senjata sudah selesai dan tak perlu dibicarakan
lagi" tentu tidak memuaskan masyarakat kita," kata Hinca.

"Dalam era demokrasi dan "open society", masyarakat punya hak untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi ("the right to know") di negeri ini," tambahnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved