Selasa, 30 September 2025

Korupsi KTP Elektronik

Paparkan Bukti Relevan, KPK Pastikan Hadir di Sidang Praperadilan Miryam

Soal permohonan yang diajukan, Febri mengatakan pihaknya akan menjawab rinci Miryam yang dijerat dengan pasal 22 UU Tipikor

Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Tersangka pemberian keterangan palsu dalam sidang dugaan korupsi KTP elektronik, Miryam S Haryani keluar dari gedung KPK Jakarta memakai baju tahanan usai menjalani pemeriksaan, Senin (1/5/2017). Miryam langsung ditahan KPK usai ditangkap oleh tim dari Polda Metro Jaya saat berada di Hotel Grand Kemang. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

‎Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah absen saat sidang perdana praperadilan Miryam S Haryani (MSH) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (8/5/2017) kemarin.

Minggu depan, Senin (15/5/2017) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap hadir meladeni gugatan Miryam atas status tersangka memberikan keterangan palsu di sidang korupsi e-KTP.

"Kemarin kami tidak bisa menghadiri persidangan praperadilan. Setelah ini tentunya kami koordinasi segera dengan PN Jakarta Selatan untuk proses sidang selanjutnya 15 Mei 2017," ungkap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa (9/5/2017).

Febri menjelaskan pada prinsipnya secara substansi, KPK pasti akan menghadapi praperadilan itu.

Soal permohonan yang diajukan, Febri mengatakan pihaknya akan menjawab rinci Miryam yang dijerat dengan pasal 22 UU Tipikor soal memberikan keterangan palsu.

"Kami tegaskan berulang kali bahwa alasan KPK tidak pernah menggunakan Pasal 22 jo Pasal 35 UU Tipikor terkait keterangan palsu itu keliru. Sebelumnya kami pernah menerapkan itu ‎pada beberapa kasus. Secara lengkap semua argumentasi akan disampaikan di praperadilan berikutnya," tutur Febri.

Untuk diketahui, di akhir tahun 2015, hingga Mahkamah Agung telah menjatuhkan vonis bersalah pada Muhtar Ependy. ‎Sebelumnya KPK menerapkan Pasal 22 jo Pasal 35 juga dalam dakwaan.

Terdakwa Muhtar Ependy dinyatakan bersalah, divonis 7 tahun denda Rp 200 juta dan pencabutan hak mendapatkan Remisi serta pembebasan bersyarat.

Terakhir, Febri menyatakan pihaknya menghormati proses praperadilan pada Miryam namun proses hukum tetap dilakukan, yakni memeriksa saksi-saksi.

"Prinsipnya tentu kami hormati proses praperadilan dan kami hadapi dengan membawa bukti relevan. Sementara itu proses penyidikan untuk MSH tetap dilakukan," tambahnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan