Program Deradikalisasi Terduga ISIS, 34 Anak Diajari Psikososial
Pemerintah merehabilitasi sebanyak 75 orang yang diduga hendak bergabung dengan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah merehabilitasi sebanyak 75 orang yang diduga hendak bergabung dengan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Untuk sementara, mereka masih ditampung di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani, Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur.
Mereka terdiri dari 41 dewasa (17 laki-laki dan 24 perempuan) dan 34 anak-anak. Mereka berasal dari sejumlah daerah, seperti satu orang dari DKI Jakarta, lima orang dari Sumatera Barat, enam orang dari Lampung, tujuh orang dari Banten, delapan orang dari Jawa Tengah, 10 orang dari Sulawesi Selatan, 16 orang dari Jawa Timur, dan 22 orang dari Jawa Barat.
Mayoritas dari mereka berlatar belakang pendidikan tinggi, seperti ahli Informasi dan Teknologi (TI), fisika, dan keuangan.
Banyak dari mereka memiliki hubungan keluarga. Salah satu di antara orang itu, yaitu NK, istri Bahrumsyah. Bahrumsyah merupakan WNI yang ditokohkan dalam gerakan ISIS.
"Yang di Bambu Apus itu kalau tidak salah inisial NK. Dia istri Bahrumsyah. Dia seorang janda yang diperistri Bahrumsyah," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Div Humas Polri, Brigadir Jenderal Rikwanto, kepada wartawan, Selasa (7/2/2017).
Otoritas Keamanan Turki mengamankan NK saat hendak menyusul suaminya di Suriah. Lalu, NK dideportasi ke Indonesia. Setiba di tanah air, Tim Densus 88 Polri memeriksa yang bersangkutan.
Dari hasil pemeriksaan, dia tak memiliki keterkaitan dengan dugaan tindak pidana terorisme sehingga dimasukkan ke rumah rehabilitasi.
"Bahrumsyah salah satu orang Indonesia yang ditokohkan di ISIS. Setelah pemeriksaan oleh Densus di Kelapa Dua (Depok), dia tak ditemukan unsur-unsur melakukan terorisme, sehingga dikirim ke rumah rehabilitasi milik Kementerian Sosial di Bambu Apus," ujar mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu.
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak (RSA) Kementerian Sosial, Nahar, mengatakan tim Kementerian Sosial dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merehabilitasi puluhan orang itu sejak Senin (23/1/2017).
Semula, pihaknya mengaku kesulitan berkomunikasi dengan mereka. Padahal di awal itu, pihaknya harus memastikan warga binaan menyepakati upaya yang akan diberikan tim. Namun, setelah dilakukan pendekatan akhirnya warga binaan menerima.
Baca: Misbakhun: Ya Allah, Kirimkan Malaikat Pembawa Kebijaksanaan untuk Bapak SBY
"Sudah seminggu dari 23 Januari. Di tahap awal ada hambatan, sekarang sudah tidak ada lagi (hambatan)," tutur Nahar.
Setelah melakukan penilaian terhadap masing-masing orang itu, kata dia, tim menganalisa kebutuhan masing-masing individu. Mereka mengklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu dewasa dan anak-anak.
Untuk dewasa, materi yang diberikan berupa materi agama, deradikalisasi, dan kemandirian ekonomi.
Materi kemandirian ekonomi diberikan karena sebagian besar dari orang itu sudah menjual aset yang dimiliki. Sehingga harapannya setelah kembali ke masyarakat dapat menjalankan usaha untuk kehidupan sehari-hari.
Sedangkan layanan dukungan psikososial diprirotaskan kepada anak-anak. Oleh pembimbing, mereka diarahkan untuk mempunyai cita-cita. Salah satunya dengan cara menuliskan cita-citanya di kertas yang digantung di pohon harapan.
"Selama proses di tempat Kemensos didampingi, lalu diberi layanan psikososial. Untuk format bisa bekerjasama dengan pihak lain dari Kementerian Agama, Psikolog, dan unsur lain," kata Nahar.
Upaya rehabilitasi itu ditargetkan berlangsung selama satu bulan. Setelah masa rehabilitasi selesai, pihaknya akan mengembalikan mereka ke daerah asal.
"Target selama satu bulan. Kami pada 13 Februari akan evaluasi," ujar Nahar.
Adanya upaya pendampingan itu diharapkan mereka dapat kembali ke masyarakat, tempat tinggal terdahulu.
Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, meminta kepada Pemerintah Provinsi supaya memantau proses integrasi sosial ke daerah masing-masing dan masyarakat menerima secara terbuka.
"Mereka adalah WNI. Saya mengajak masyarakat menerima dan bersosialisasi seperti semula. Pemda dari mana mereka berasal tolong memantau proses integrasi sosial. Saudara mereka di negeri ini mencintai mereka, sebaliknya kami berharap cinta mereka ke negeri ini terbangun dengan seksama," tambah Khofifah.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, total 52 WNI sudah dipulangkan ke Indonesia selama rentang 23-26 Januari 2017, sementara 23 orang sisanya tiba dalam rentang 3-5 Februari.
Para WNI terduga ISIS itu tidak hanya dideportasi dari Turki, tetapi ada juga WNI yang dipulangkan dari Jepang dan Singapura. (gle)