Jumat, 3 Oktober 2025

Menko PMK: Jiwa Ke-Indonesiaan Harus Dibangkitkan

Rasa nasionalisme dan jiwa kebangsaan di kalangan anak muda saat ini mulai terkikis sedikit demi sedikit.

Editor: Hasanudin Aco
Ist/Tribunnews.com
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani pada penutupan Diskusi Panel Serial bertema 'Membangun Budaya dan Nilai Ke-Indonesiaan Demi Masa Depan Bangsa' di Jakarta, Sabtu (3/12/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rasa nasionalisme dan jiwa kebangsaan di kalangan anak muda saat ini mulai terkikis sedikit demi sedikit.

Karena itu, pemahaman tentang nilai kebangsaan harus dibangun kembali secara konsisten dan bersama-sama.

Pendangan ini disampaikan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani dalam penutupan Diskusi Panel Serial bertema 'Membangun Budaya dan Nilai Keindonesiaan Demi Masa Depan Bangsa' di  Jakarta, Sabtu (3/12/2016).

Dalam diskusi yang digelar Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) ini, Menteri Puan menegaskan bahwa kebersamaan sebagai warga negara Indonesia masih bisa terjaga karena ada satu kesamaan jiwa dalam rasa nasionalisme.

"Tapi saat ini karena pengaruh globalisasi telah membuat anak-anak muda bersikap kebarat-baratan. Ini menjadi sebuah pekerjaan yang harus kita pikirkan," ujar Puan.

Cucu Proklamator Kemerdekaan Ir. Soekarno ini menjelaskan, generasi muda saat ini harus bangga sebagai bangsa Indonesia. Ini artinya Pancasila sebagai dasar negara jangan sampai hanya dijadikan jargon, tapi harus disadari secara sungguh-sungguh bahwa kita semua masih bisa bersatu karena ada Pancasila sebagai dasar.

"Karena itu, saya selalu katakan pentingnya gotong royong. Ini kemudian tak bisa lepas dari Bhinneka Tunggal Ika, bahwa berdiri tegak menjadi satu dalam keragaman. Ada 17.000 pulau dan 633 suku besar yang ada di Indonesia sehingga kita harus mengatakan satu Indonesia," imbuh Puan.

Menko Puan juga mengingatkan bahwa gotong royong menjadi kata kunci, karena pembangunan itu tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Pemerintah tidak bisa sendiri, golongan sendiri, ataupun parpol sendiri. Maka itulah, harus disadari kembali bahwa gotong royong menjadi kata kunci. Karena itu pula, pembangunan tak bisa lagi hanya Jawa sentris, tapi harus bersifat Indonesia sentris karena negara ini harus berkembang secara bersama-sama.

Pemerintah selama dua tahun terakhir, lanjut Puan, telah bergerak dengan melihat masa depan yang cerah. Sebab, semua bekerja atas dasar kesadaran betapa kemerdekaan diraih melalui perjuangan berat. "Ini menjadi motivasi bagi kalangan muda saat ini. Ketika melihat kalangan senior yang bersemangat, maka gairah pemuda juga akan tergugah untuk semangat," lanjutnya.

Lebih jauh Puan menjelaskan bahwa rasa nasionalisme generasi penerus bangsa akan kembali bangkit apabila melihat nilai-nilai kebudayaan. Sebab negara-negara maju selalu memegang teguh nilai budayanya. "Negara-negara maju seperti Jepang dan negara lainnya tak pernah melupakan budayanya. Makanya kita pun harus bangga dengan identitas budaya dan kebangsaan kita," lanjut Puan.

Ketika bicara kebangsaan, maka kepentingan golongan dan kelompok tertentu sudah tidak ada lagi. Sebab 250 juta warga Indonesia juga tidak bisa begitu saja diwakili oleh ratusan orang yang merasa dirinya lebih hebat dari yang lain.

Karena itulah, pemerintah saat ini menjalankan program yang terfokus pada rakyat. Misalnya memberikan kesempatan belajar kepada anak-anak Indonesia dengan Kartu Indonesia Pintar. Meningkatkan kesehatan masyarakat, pemerintah membuat Kartu Indonesia Sehat yang melayani kesehatan masyarakat tidak mampu. Termasuk juga Program Keluarga Harapan untuk 6 juta keluarga.

"Kita ikut bangga ketika ada anak bangsa yang meraih prestasi secara internasional. Ini semua karena ada rasa dan nilai kebangsaan yang masih tertanam dalam sanubari kita," jelas Puan.

Pada kesempatan sama, Pontjo Sutowo, Ketua Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bangsa (YSNB) turut hadir.

Sementara itu, Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB), Iman Sunaryo mengatakan, diskusi 'Membangun Budaya dan Nilai Keindonesiaan Demi Masa Depan Bangsa' diselenggarakan tiap awal bulan sejak 1 Agustus 2015 hingga 3 Desember 2016.

"Dalam seri diskusi ini, kita juga mendapatkan 45 nilai budaya terpilih yang dikerucutkan dalam 5 nilai utama, yakni kebangsaan, budaya unggul, mandiri, gotong royong, dan amanah," ujarnya.

Iman Sunario menjelaskan, budaya persatuan menjadi perekat bangsa dan sebagai acuan prilaku semua warga bangsa Indonesia. Menyitir ungkapan mantan Menteri Pendidikan Nasional Dr. Daoed Joesoef, bahwa di atas kelompok teori kita membangun mazhab, di atas kelompok nilai kita membangun budaya.

Terkait ketahanan budaya bangsa Indonesia, maka harus dilihat pembukaan UUD 1945 yang secara tegas menyebutkan Pancasila sebagai dasar negara. Maka nilai-nilai yang akan kita himpun harus bersumber dari Pancasila. Kemudian aspek sejarah peradaban nusantara juga dipakai untuk meluruskan nilai-nilai. Adapun kualitas nilai-nilai bangsa saat ini akan meningkatkan kualitas masa depan bangsa Indonesia.

"Dalam menghadapi perkembangan global, maka nilai-nilai budaya bangsa berperan sebagai perisai pelindung daripada kebulatan makna pancasila. Juga menyerap nilai-nilai positif dari perkembangan zaman," tandas Iman Sunaryo.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved