Anggota DPR Desak Mabes Polri Usut Tuntas Kasus Perdagangan Orang
Menurut Hery, kasus TPPO sudah menjadi "penyakit" yang bertahun-tahun dan tidak pernah bisa tuntas.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI fraksi PDIP, Herman Hery turut hadir saat rilis kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap TKW asal NTT, Yufrida (14) yang gantung diri di Malaysia, yang digelar, Kamis (18/8/2016), di Mabes Polri Jakarta.
Menurut Hery, kasus TPPO sudah menjadi "penyakit" yang bertahun-tahun dan tidak pernah bisa tuntas.
Dirinya sendiri mengaku bingung bagaimana menyelesaikan persoalan ini karena sangat kompleks.
"TPPO ini berawal dari kemiskinan dan ketidakpahaman. Mudah-mudahan pengungkapan gunung es persoalan ini dapat terus diatasi. Kalau penyelesaian hanya pada penegakan hukum ini persoalan yang tidak akan pernah selesai," tegasnya.
Herman Hery berharap semua pihak sama-sama menyelesaikan permasalahan sosial ini.
Termasuk para penegak hukum baik Kejaksaan dan Polri harus memberikan ancaman hukuman serta vonis yang sebenar-beratnya sebagai efek jera.
"Semua ini muncul karena kemiskinan dan ingin mengubah nasib. Tapi karena ketidaktahuan, keterbatasan skill dan lainnya malah menimbulkan kasus baru seperti penjualan organ," tambahnya.
Untuk diketahui, kasus ini mendapat perhatian khusus dari Presiden Jokowi saat Jokowi berkunjung ke Kupang, Sabtu (30/7/2016) kemarin.
Mendengar informasi adanya dugaan penjualan organ tubuh di NTT, Jokowi langsung meminta ajudannya menghubungi Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian melalui telepon.
Dalam pembicaraan itu, Jokowi memerintahkan Kapolri segera mengirim tim khusus ke NTT guna menyelesaikan kasus tersebut.
Bahkan Jokowi menyarankan agar dibuat tim khusus dari pusat untuk mengusut kasus ini.
Jokowi juga meminta Kapolri bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk Panglima TNI untuk segera menuntaskan kasus tersebut.
Atas kasus ini, Bareskrim Polri telah menangkap 14 tersangka TPPO dan seluruhnya telah ditahan untuk diproses hukum.
Sementara untuk dugaan penjualan organ tidak terbukti.
Dugaan itu muncul karena banyaknya bekas jahitan di tubuh korban.
Bareskrim memastikan tidak ada organ tubuh Yufrida yang diperjualbelikan.
Banyaknya bekas jahitan di jenazah Yufrida karena adanya perbedaan teknis cara autopsi antara dokter di Malaysia dengan di Indonesia.