Nama Presiden dan Wapres Dicatut
Kapolri Sebut Rekaman dari Maroef Sjamsuddin Bisa Dijadikan Alat Bukti
Kapolri menyebut rekaman yang diserahkan bos Freeport Indonesia itu tidak perlu mengantongi izin khusus. Ini berbeda dengan penyadapan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Kapolri Jendral Polisi, Badrodin Haiti mengatakan, tidak perlu izin khusus untuk merekam pembicaraan seperti yang dilakukan bos Freeport Indonesia, Maroef Sjamsuddin.
Bahkan, rekaman tersebut menurut Kapolri bisa sah dijadikan alat bukti.
Kepada wartawan di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa, (8/12/2015), Kapolri mengaku melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukan Maoref Sjamsuddin yang merekam pembicaraan dengan Setya Novanto dan Riza Chalid.
Kata dia, setiap tamu yang datang, akan terekam melalui CCTV di ruang tamunya.
"Itu kan rekaman juga, sama saja. Jadi apakah harus ijin orang yang bertamu? Karena itu kan untuk dokumen kita pribadi. Kalau saya ngomong sama tamu, terus kemudian ada masalah kan bisa saya buka," kata Kapolri.
Rekaman yang sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung itu dipermasalahkan oleh sejumlah pihak, termasuk Ketua DPR, Setya Novanto.
Pasalnya lembaga penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan, harus mengantongi izin dari pengadilan untuk menyadap atau merekam pembicaraan.
Badrodin menyebutkan rekaman yang diserahkan bos Freeport Indonesia itu berbeda dengan penyadapan sehingga Maroef Sjamsuddin tidak perlu mengantongi izin khusus.
"Kalau pengertian saya berbeda antara penyadapan dan rekaman karena bisa untuk dokumen pribadi," jelasnya.
Maka rekaman sepanjang sekitar 120 menit yang antara lain berisi upaya Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid mencatut nama Presiden Joko Widodo, bisa dijadikan alat bukti untuk penyelidikan kasus pelanggaran hukum.
"Jangankan rekaman, tulisan, jejak kaki pun bisa jadi alat bukti. Puntung rokok juga bisa jadi. Jadi tidak ada masalah," terangnya.
Dalam rekaman tersebut, terungkap upaya Setya Novanto dan Riza Chalid menawarkan jasa memoerpanjang kontrak Freeport, dengan imbalan saham.
Keduanya menjual nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam aksi tersebut.
Rekaman tersebut, dijadikan alat bukti dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), dan di Kejaksaan Agung.
Badrodin Haiti mengaku pihaknya juga siap, bila diminta untuk menguji keaslian rekaman tersebut.
"Rekaman ini kan masi diperdebatkan, nanti kalau ada permintaan kita akan tes ke laboratorium forensik, apakah itu betul asli dari pembicaraan mereka bertiga itu," jelasnya.