Ketua Komisi Yudisial Puji Keberanian Hakim Agung Artidjo Alkostar
Hakim Agung Artidjo Alkostar adalah pribadi yang memiliki sejarah yang pasti mewarnai cara pandang dan tindakannya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagai pemegang peran atau aparatur penegak hukum, Hakim Agung Artidjo Alkostar adalah pribadi yang memiliki sejarah yang pasti mewarnai cara pandang dan tindakannya.
Hukum atau undang-undang bagi Artidjo adalah teks yang lahir dari realitas (konteks) yang kompleks yang tidak sama persis sama dengan realitas (konteks) saat akan diterapkan.
Karena itu, teks dan konteks selalu didialogkan oleh pemegang peran (hakim) sehingga hukum atau undang-undang itu hidup bernyawa menggerakkan elemen nilai dan moralitas hukum dalam merespon realitas (konteks) baru yang dihadapkan padanya.
"Bagi Artidjo, undang-undang itu kan teks. Harus dihidupkan, jangan dijadikan benda mati ketika menafsirkannya. Dihidupkan itu artinya dibunyikan," ujar Ketua Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki, dalam acara Fenomena Artidjo Alkostar 'Harapan Penegakan Hukum' di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (4/3/2014).
Dalam pemahaman Artidjo, lanjut Suparman, hukum itu selalu bergerak. Bergerak ke luar, ke arah masyarakat, pada keadaan sosial ekonomi.
Hukum itu juga bergerak ke dalam yakni ke nilai. Di dalam kotak hukum itu ada nilai yang harus dibongkar.
Suparman pun mengutip beberapa pernyataan Artidjo yang menunjukkan pengaruh pemegang peran yakni saat mengadili bekas presiden Soeharto.
"Soeharto itu ksatria, namun harus diadili agar kita tidak menanggung beban sejarah di masa depan. Terdakwa itu residivis. Saya tidak menoleransi korupsi," ujar Suparman menirukan ucapan Artidjo.
Suparman kembali menirukan jawaban Artidjo saat menghukum Tommy Hindratno 10 tahun padahal kasus tersebut terkait penerimaan uang Rp 280 juta.
"Ini kan korupsi pajak. Pajak itu uang rakyat, sumber pendapatan negara. Bayangkan saja kalai itu bisa dipermainkan," ucap Suparman kembali mengutip pernyataan Artidjo.