Minggu, 5 Oktober 2025

Zuhro: Pemilu Seperti Apa yang Cocok untuk Indonesia

Karena itu DPR RI dan pemerintah yang membahas RUU Pilkada tidak hanya merespon pemilu serentak atau tidak serentak

Editor: Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti LIPI Siti Zuhro menyatakan selama ini kita berada dalam kebingungan, sesungguhnya pemilu seperti apa yang cocok untuk Indonesia. Bisa jadi Pileg dan Pilpres serentak itu minus DPRD dan kepala daerah, karena daerah memiliki kearifan lokal masing-masing.

"Karena itu DPR RI dan pemerintah yang membahas RUU Pilkada tidak hanya merespon pemilu serentak atau tidak serentak, melainkan aspirasi rakyat sejalan dengan otonomi daerah. Yaitu merespon dan melestarikan nilai-nilai, prinsip-prinsip, kultur dan kearifan lokal, di tengah Pilkada langsung ternyata tidak menghasilkan pemerintahan yang efektif, bersih dan mensejahterakan rakyat, dan malah banyak yang terlibat korupsi," kata Siti Zuhro dalam forum legislasi “RUU Pilkada” di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (4/2/2014).

Mengapa perlu kearifan lokal, menurut Siti Zuhro, karena orientasi politik kepala daerah hampir semuanya ke Jakarta, dan mengabaikan nilai-nilai lokal dimaksud, maka local content – nilai-nilai lokal itu harus menjadi perhatian bersama.

Zuhro meminta pemilu serentak itu tidak merusak keragaman dan budaya daerah, dan justru membiarkan daerah dengan kultur masing-masing sejalan dengan otonomi daerah untuk memilih pemimpinnya. Seperti di Papua dan daerah lain. “Dan, kalau dipaksakan semua serentak, malah bisa mencederai demokrasi itu sendiri,” katanya.

Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan berpendapat idealnya pemilu serentak tersebut semuanya dipilih langsung oleh rakyat, sehingga tidak terjadi belang-belang, atau berbeda mekanisme. Untuk itu pemerintah dan DPR akan terus menyingkronkan hal itu sebelum disahkan dalam waktu dekat ini.

"Jika pemilu dan pilkada digelar secara serentak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka ada dua pemilu; yaitu Pileg-Pilpres dan Pilkada. Konsekuensinya kedua pemilu tersebut biayanya dianggarkan oleh Negara melalui APBN, agar bisa dikontrol secara nasional," kata Djohermansyah.

Ketua Komisi II DPR RI Agun Gunanjar Sudarsa menegaskan soal pemilu serentak, sejak dulu DPR sudah sepakat sejak 2015 dan 2018 pasca 2014. Hal itu, melihat dan mempertimbangkan ada kepala daerah yang akan berakhir masa baktinya pada 2014. Karena itu, apa yang dimaksud serentak?

“Pemilu nasional; dan pemilu lokal. Tapi, dengan putusan MK itu, yang serentak itu adalah Pileg dan Pilpres dan ini berarti dimulai pada 2019,” kata Agun.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved