Mafia Pajak Jilid II
Terbukti Korupsi dan Pencucian Uang Herly Divonis Enam Tahun Bui
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap bekas pegawai pajak KPP Palmerah, Jakarta Barat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap bekas pegawai pajak KPP Palmerah, Jakarta Barat, Herly Isdiharsono pidana penjara enam tahun, denda Rp 500 juta dan subsider enam bulan kurungan.
Hakim ketua Sujatmiko menyatakan Herly terbukti terima suap Rp 6.63 miliar dari PT Mutiara Virgo. Uang ini imbalan Herly yang membantu mengurangi kewajiban kurang pajak PT MV dari Rp 128.671.751.838 (pajak 2003 dan 2004), menjadi Rp 1.6 miliar (2003) dan Rp 1.4 miliar (2004).
"Mengadili, dengan ini menjatuhkan putusan kepada terdakwa Herly Isdiharsono dengan pidana penjara selama 6 tahun, dikurangi masa tahanan," ujar Hakim Ketua Sujatmiko saat membacakan amar putusan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (18/2/2013).
Hakim menyatakan Herly bersalah merujuk dakwaan jaksa penuntut umum Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hakim juga menyatakan Herly bersalah karena terbukti pencucian uang.
Putusan majelis hakim lebih rendah dari jaksa yang menuntut Herly pidana penjara selama delapan tahun, denda Rp 1 miliar dan subsider enam bulan kurungan. Kendati begitu, Herly dan penasihat hukum masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atau menerima putusan hakim.
Tindak pidana pencucian uang dilakukan Herly dengan cara menanamkan uang suap lewat PT Mitra Modern Mobilindo, usaha patungan bersama kawannya sesama pegawai pajak, Dhana Widyatmika. Di sini Herly menjabat sebagai komisaris, begitu juga Dhana, di mana masing-masing memiliki saham 50 persen.
Uang yang diterima Herly dari PT MV sebesar Rp 6.63 miliar diambil sebanyak Rp 3.4 miliar untuk ditanamkan di PT MMM. Karena uang ini, Dhana juga kecipratan dipidana korupsi dan pencucian uang, dan lebih dulu divonis hakim dengan tujuh tahun penjara.
Menurut hakim anggota Afiantara, apa yang dilakukan Herly bersama Direktur Utama PT MV Johnny Basuki, dan konsultan pajak Hendro Tirtajaya, telah melakukan atau turut serta dalam perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga merugikan keuangan negara.
Hakim aggota Slamet Subagyo menilai Herly telah membantu mengurangkan kewajiban pajak PT MV yang seharusnya Rp 128 miliar (tahun 2003 dan 2004), menjadi hanya Rp 3.007 miliar. Sehingga merugikan negara Rp 125 miliar.
Sebagai imbalannya, Herly menerima Rp 6.63 miliar.
Herly dianggap menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil korupsi. Yaitu dengan membeli sebuah rumah di Rawamangun, Jakarta Timur, mengajukan kredit, dan memiliki beberapa aset seperti tanah di Jakarta dan Malang, rumah susun, dan kepemilikan 15 unit truk.
"Namun, sebuah apartemen di Menara Kenanga, Apartemen Mediterania, Tanjung Duren, Jakarta Barat, bukan termasuk tindak pidana pencucian uang. Itu karena dibeli terdakwa sebelum undang-undang tindak pidana pencucian uang disahkan," terang hakim anggota Alexander Marwata.