Pelanggaran Kode Etik
MA Harusnya Tak Terburu-buru Keluarkan Vonis
Kuasa Hukum PT.Timurama Hamim Naiem menyayangkan sikap MA mengabulkan permohonan PK seorang pengusaha otomotif Makassar, Jen Tang.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Komisaris PT.Timurama Hikmah Patompo, yakni Hamim Naiem menyayangkan sikap Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) seorang pengusaha otomotif Makassar bernama Soedirdjo Aliman alias Jen Tang.
Menurutnya, keputusan yang diambil hakim agung dalam mengeluarkan vonis itu terlalu terburu-buru. "Kalau ragu-ragu, jangan diputus dulu, " sesal Hamim kepada Tribunnews.com, Kamis (26/8/2010).
Hamim mengatakan, pihaknya menyesalkan pertimbangan majelis yang mengabulkan PK tersebut yang sama sekali tidak bisa melihat bahwa bukti kwitansi yang diajukan Jen Tang sebagai bukti baru adalah palsu.
Padahal, seperti diketahui, Jen Tang sudah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pemalsuan kwitasnsi tersebut, dan hingga saat ini belum ada putusan inkrah dari pihak pengadilan.
"Putusan pengadilan belum ada, kasusnya sekarang sudah P-21 (lengkap) dan siap masuk ke pengadilan," jelasnya.
Karena itulah, lanjut Hamim, pihaknya berharap Komisi Yudisial (KY) segera mengeluarkan rekomendasi terkait adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan enam hakim agung yang menyidangkan PK Jen Tang.
"Kita bisa cegah hanya lewat KY. Tinggal itu upaya kita, agar eksekusi tidak dilakukan. Sekarang hanya menunggu rekomendasi dari KY, " tandasnya.
Sebelumnya, seorang warga Makassar, Sulawesi Selatan yang juga Komisaris PT.Timurama, Hikmah Patompo melaporkan lima hakim agung dan satu mantan hakim agung. Mereka adalah Imron Anwari, Abu Ayyub Saleh, Zahruddin Utama, Suwardi, Timur Manurrung. Sementara, satu mantan hakim agung yang terlibat adalah Inengah Wedastra.
Kelima hakim agung tersebut dilaporkan terkait putusan PK kasus tanah seluas 4.300 meter persegi yang diajukan Jen Tang. Dalam sidangnya, hakim agung ini mengabulkan PK tersebut.
Adapun alasan hakim agung mengabulkan PK yang diajukan Jen Tang terkait adanya novum atau bukti baru berupa selembar kwitansi jual beli tahan tertanggal 17 September 1987 atas nama Fahruddin Dg Lurang.
Tetapi, kwitansi yang dijadikan sebagai bukti baru tersebut ternyata palsu dan Jen Tang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Perkara tanah itu mengemuka pada tahun 2006. PT. Timurama memperkarakan tanah itu karena Jen Tang mengklaim tanah itu miliknya. Jen Tang lalu dilaporkan ke Polda Sulsel oleh Direktur Utama PT Timurama, Syahrir Marzuki. Putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2001 memenangkan Timurama sebagai pemilik tanah.