Makelar Kasus
Lima Jurus Pemberantasan Korupsi ala Rokhmin Dahuri
Diam-diam Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri punya jurus jit
“Pertama soal penghasilan Pegawai Negeri Sipil. Di seluruh dunia, negara maju dan negara mau maju seperti Malaysia, Thailand, yang namanya gaji PNS itu benar-benar cukup. Tetapi kalau negara yang enggak mau maju dan akhirnya ke neraka seperti kita, gajinya dibuat kecil sekali tapi sabetan, proyek-proyek itu diciptakan. Jadi ada yang mark up 10 persen, 30 persen, dan seterusnya,” ungkap Rokhmin dalam diskusi bertema Mencermati Makelar Kasus di KPK di Jakarta Media Center, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (30/03/2010).
Sedikit berbicara tentang mark up, Rokhmin menceritakan pengalamannya saat masih menjabat sebagai Menteri DKP. Waktu itu, sekitar tahun 2002, Rokhmin didatangi Bupati Cilacap yang mengeluhkan tentang delapan kapal bantuan dari sebuah Departemen. Menurutnya, kapal tersebut sudah menganggur cukup lama.
“Saya kemudian kirim tim ahli kapal ikan dan jaring ikan. Setelah diteliti, ternyata desain kapal itu hanya cocok untuk laut yang gelombangnya kecil seperti laut jawa. Alat tangkapnya pun tidak sesuai,” tuturnya.
“Saya lalu tanya harganya (kapal) berapa? Harganya seharusnya Rp 400 juta. Nah departemen yang memberikan kapal itu menaruh harga kapal itu Rp 800 juta. Jadi mark upnya 100 persen. Dan itu terjadi di seluruh Departemen,” kata Rokhmin.
Jurus kedua, Rokhmin mengatakan harus ada reward dan punishment. Walau pun gajinya sudah benar, pria kelahiran Cirebon, 16 November 1958 itu menyatakan harus ada penerapan reward dan punishment yang tegas. Dia mencontohkan Perdana Menteri China, Zhu Rongji pada tahun 1998.
“Ketika dilantik, Zhu Rongji menyatakan berikan saya 100 peti mati, 99 kepada koruptor, satu untuk dia,” tuturnya. Langkah Zhu Rongji pun membuahkan hasil. China yang awalnya dikenal sebagai negara paling korupsi mampu mengubah image-nya.
Yang ketiga, married system. Rokhmin menyebutkan, sekarang perekrutan PNS belum sepenuhnya bersih dari KKN. Ada yang mengeluarkan sejumlah biaya, ada juga yang merekrut orang yang memiliki hubungan keluarga. Tindakan-tindakan tersebut harus dihentikan dengan melakukan perekrutan berdasarkan kompetensi atau kemampuan yang dimiliki calon PNS.
Keempat, Rokhmin mengatakan pembuktian terbalik dalam menangani kasus korupsi. Sistem ini, katanya, sudah diterapkan di Hongkong. Namun untuk Indonesia, Rokhmin belum melihatnya. “Padahal cara ini sangat efektif,” tegas Rokhmin.
“Terakhir adalah keteladanan. Kita ini butuh keteladanan yang baik. Masyarakat Indonesia itu kalau mudah untuk dibawa baik. Contohnya saja, jemaah haji Indonesia itu adalah jemaah paling baik dari seluruh dunia. Jadi kalau kondisinya baik, masyarakat Indonesia itu akan baik,” pungkasnya.(*)