Jokowi Utus Staf Setneg Tangani Ancaman Kepsek sampai KIS di Kota Bekasi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan menyelesaikan empat kasus sosial di Kota Bekasi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan menyelesaikan empat kasus sosial di Kota Bekasi.
Seluruh kasus itu dilaporkan warga Kota Bekasi ke Presiden melalui Kementerian Sekretariat Negara (Sekneg) beberapa bulan lalu.
Staf Ahli bidang Pemerintahan Kota Bekasi, Junaedi, mengatakan, empat pegawai Sekneg sudah meminta klarifikasi ke Pemerintah Kota Bekasi pada Selasa (19/12) lalu.
Bahkan saat itu pihaknya langsung menggelar rapat tertutup dengan empat pegawai itu yang dihadiri oleh sejumlah dinas terkait.
Menurut dia, empat kasus yang dilaporkan itu adalah dugaan ancaman dari Kepala SDN Jatirahayu V, Pondokmelati kepada orang tua.
Siswa yang tidak membeli buku tambahan pelajaran akan dikenakan sanksi berupa dikeluarkan dari sekolah.
"Pengaduan ini dilaporkan pada 9 September 2016 lalu," kata Junaedi pada Senin (26/12).
Baca: Ternyata Ada Geng Motor Asal Indonesia yang Ditakuti di Daratan Eropa
Pengaduan kedua datang dari Azzahra Aurel Irawan, warga Perumahan Ardini I, Jalan Orcid III Nomor 65, Kelurahan Jatirahayu, Kota Bekasi.
Pada 14 Agustus 2017, dia mengajukan permohonan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Lalu pengaduan ketiga dari Yuliana, warga Bojongmenteng, Rawalumbu, Kota Bekasi pada 16 Oktober 2017 lalu.
Dia meminta meminta kejelasan soal uang pesangon dan hak-hak pekerja lainnya yang belum diberikan oleh PT Selaras Kausa Busana Garment di Jalan Caringin RT 01/05, Rawalumbu.
Terakhir, permohonan untuk mendapatkan rumah layak huni yang terkena imbas pembongkaran di Kavling Jaksa III, Jalan Wibawa Mukti, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi atas nama Eduard pada 16 Oktober 2017.
"Sebetulnya kasus yang dilaporkan itu sudah dibahas oleh Pemkot Bekasi, misalnya soal dugaan ancaman murid SD yang dikeluarkan bila tidak membeli buku tambahan pelajaran," ujarnya.
Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi menambahkan, telah menginstruksikan Inspektorat Kota Bekasi dan dinas terkait untuk menyelesaikan persoalan itu.
Kata Rahmat, kasus itu akan dilaporkan ke presiden melalui Sekneg.
"Untuk persoalan SDN Jatirahayu V sebetulnya sudah selesai dan tidak ada kewajiban murid membeli buku di sana. Bahkan tidak ada satupun siswa yang dikeluarkan dari sekolah terkait hal itu," kata Rahmat.
Rahmat mengatakan, persoalan hak pekerja di PT Selaras Kausa Busana Garment masih menunggu sidang Pengadilan Hubungan Industrial.
Pemkot Bekasi tidak bisa mengintervensi hal itu karena masih berada di ranah hukum
Sementara terkait permohonan KIS dan KIP, Rahmat memastikan pelapor sudah mendapat jaminan kesehatan dari Kota Bekasiberupa Kartu Bekasi Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Menurut dia, layanan KS NIK yang dimiliki daerah juga sangat baik karena selain diterima di rumah sakit swasta di Kota Bekasi, juga diterima di daerah Jakarta.
"Kalau KIP dan KIS itu kan dibuat oleh pemerintah pusat, di Kota tidak perlu bikin karena sudah ada KS NIK," ujarnya.
Terakhir, untuk persoalan rumah layak huni, pihaknya akan membuatkan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Kecamatan Bantargebang.
Bahkan, kata dia, pengajuan pembangunan rumah susun Bantargebang sebagai relokasi korban gusuran sudah disetujui DPRD Kota Bekasi.
"Tahun 2018 kita targetkan selesai, sehingga warga bekas gusuran bisa direlokasi ke sana," katanya.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Islam '45 Bekasi, Adi Susila menilai, kecenderungan warga mengadu ke kepala negara karena laporannya ke pemerintah daerah kemungkinan tidak ditanggapi dengan baik.
Karena itu, kata dia, wajar bila masyarakat lebih memilih melapor ke Joko Widodo.
"Mungkin progres laporan ke daerah lambat, makanya mereka lapor ke presiden supaya cepat ditanggapi," kata Adi.
Meski demikian, ujar Adi, laporan yang dilayangkan empat pelapor itu merupakan hak warga negara.
Namun idealnya, laporan juga dilayangkan ke Kepala Daerah supaya bisa ditanggapi dengan baik dan cepat.
Menurut Adi, empat pengaduan yang dibuat warga bisa menjadi bahan evaluasi pemerintah daerah.
Kota Bekasi, kata Adi, harus bisa memaksimalkan pelayanan sehingga kasus sosial seperti ini bisa diselesaikan di tingkat daerah.
"Laporan ini juga sekaligus bisa menjadi poin positif bagi Kota Bekasi ke pusat, bilamana pengaduan yang dicek nantinya tidak ditemukan pelanggaran atau penyimpangan pegawai," ujarnya.