Kartu Jakarta Pintar
DKI Akan Hentikan Salurkan Dana KJP Bila Disalahgunakan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memberikan sanksi terhadap penerima dana Kartu Jakarta Pintar (KJP)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memberikan sanksi terhadap penerima dana Kartu Jakarta Pintar (KJP) bila terbukti menyalahgunakan dana untuk kebutuhan pendidikan tersebut.
Hal tersebut menyusul temuan adanya transaksi penggunaan kartu tersebut di tempat yang tak terkait dengan pendidikan seperti tempat karaoke, SPBU, restoran, toko emas, dan toko elektronik.
"(Sanksinya) Jelas ada peraturan gubernur, KJP yang tidak untuk kepentingan pendidikan itu akan dihentikan. Kita akan lihat kasusnya dan melakukan pemanggilan (terhadap penerimanya). (Bila terbukti diselewengkan) bisa saja dilaporkan ke polisi," kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Arie Budiman di Balai Kota, Senin (3/8/2015).
Dikatakan dia, sebetulnya dengan adanya kebijakan pembatasan penarikan tunai seperti saat ini dimana untuk penerima KJP tingkat SD bisa menarik tunai Rp 50 ribu dalam dua minggu dan untuk tingkat SMP dan SMP dibatasi Rp 50 ribu penarikannya dalam satu minggu sudah efektif mengawasi penyalahgunaan.
Bila tidak ada pembatasan, justru lebih repot untuk memantau penggunaan dana dari 498 ribu penerima KJP.
"Intinya dengan sanksi yang keras dan kita publikasikan, ini akan kapok," ucapnya.
Diungkapkan dia, pada dasarnya sosialiasi perlu terus digalakan sebagai bentuk perubahan sistem penggunaan dana KJP. Bila pun masih ada yang menyelewngkannya, hal tersebut sebagai budaya lama masyarakat yang ingin mengambil seluruh dana KJP yang diterima.
Dengan kebijakan saat ini, diharapkan dana KJP bisa betul-betul tepat sasaran dalam membantu siswa siswi yang tidak mampu.
Menurut Arie, tidak mungkin pula bila pengawasan dilakukan guru-guru sekolah untuk penggunaan dana KJP tersebut. Sehingga sistem pembatasan saat ini masih dianggap lebih baik.
Meskipun ada penyimpangan angkanya kecil, bila ada 148 ribu penerima KJP, paling tidak hanya sekitar nol koma nol sekian persen yang masih menyelewengkan dana untuk kepentingan pendidikan tersebut.
"Pengawasan paling efektif ya pengawasan non tunai," katanya.
Selain itu, pembatasan lokasi transaksi non tunai pun bukan sebuah solusi. Dikatakannya justru penggunaan KJP secara non tunai harus dibuka seluas-luasnya agar mempermudah para siswa memanfaatkannya untuk kepentingan pendidikan.
"Kalau bisa KJP bisa seluas-luasnya. penyalahgunaan itu cuma berapa persen banditos, banditos yang motifnya tidak bener, kalau yang benar itu tidak mungkin, mereka tentu akan merasa terbantu. Jadi dikembalikan ke prilaku pengguna," katanya.