Senin, 6 Oktober 2025

Kosongkan Kios Pasar Benhil Kav 36, PD Pasar Jaya di Gugat

Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya tak menjalankan azas pemerintahan yang baik saat mengeluarkan kebijakan pengosongan kios

Editor: Toni Bramantoro
net
Pasar Benhil Jakarta 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya tak menjalankan azas pemerintahan yang baik saat mengeluarkan kebijakan pengosongan kios di Kav 36A Pasar Benhil, Jakarta Pusat.

Hal itu lantaran dalam menerbitkan surat pengosongan dan pemagaran Kav 36A Pasar Benhil, tanpa pernah melaksanakan prosedur seperti pemberitahuan, sosialisasi, dengar pendapat, dan kesepakatan dengan para pedagang.

"Seharusnya dilakukan dulu notifikasi, invitasi, baru hearing. Kalau sudah ada kesepakatan baru bisa dilaksanakan, tapi ini tidak ada kesepakatan sehingga dilaksanakan secara paksa. Yang paling prinsip hak pedagang tidak boleh diabaikan karena itu hak asasi. Kalau PD Pasar jaya bertolak belakang dengan mengabaikan hak-hak pedagang, dan mengabaikan azas pemerintahan yang baik," ungkap Soltan usai persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur, Rabu (26/2/2014).

Dikatakan Soltan, sebelum terjadi kesepakatan dengan pedagang, PD Pasar Jaya telah menerbitkan surat pengosongan kios dan mulai bekerja sama dengan pihak ketiga.

Selain itu, terjadi perbedaan dalam surat pengosongan yang diterbitkan PD Pasar Jaya. Dalam surat itu, dinyatakan pengosongan dilakukan untuk peremajaan pasar, namun yang terjadi lokasi pasar mereka dijadikan tempat penampungan para pedagang Pasar Benhil yang akan dibangun hotel dan apartemen.

"Dalam surat mereka tujuannya untuk peremajaan, tapi oleh tergugat ternyata digunakan sebagai tempat penampungan Pasar Benhil," jelasnya.

Selain menggugat ke PTUN, Soltan menyatakan, pihaknya juga menggugat PD Pasar Jaya ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur. Gugatan ini dilayangkan lantaran adanya dugaan penyimpangan dalam pembangunan Pasar Benhil yang nilainya mencapai triliunan rupiah itu.

"Permasalahan ini harus diaudit dan investigasi oleh Pemprov DKI. Biar jelas permasalahannya. Sertifikat dan hal lainnya harus ditelilti lagi," ungkapnya.

Sementara itu, Koordinator Pedagang Pasar Benhil Kav 36, Walman Arwan menyatakan, sosialisasi yang disebut oleh PD Pasar Jaya tidaklah benar. Dirinya tidak pernah merasa mendapat sosialisasi tersebut.

"Itu membalikan fakta dan bohong. Pedagang pasar Benhil Kav 36 belum pernah mendapat sosialisasi itu," tegasnya.

Menurutnya, bukti yang disodorkan Kuasa Hukum PD Pasar Jaya kemungkinan undangan dan daftar hadir sosialisasi untuk pasar lainnya.

"Sosialisasi dari pasar lain dibawa ke Pasar Benhil Kav 36A. Memang ada Pasar Benhil, tapi itu berbeda dengan Pasar Benhil 36A," jelasnya.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Husban ini, Lintong Siahaan sebagai saksi ahli yang dihadirkan pihak penggugat atau 17 pedagang Pasar Benhil Kav 36A menyatakan, kontrak antara warga negara seperti untuk tempat tinggal berbeda dengan kontrak berdasar bisnis.

Dalam kontrak bisnis, masa berakhirnya kontrak tidak dapat dipatok batas waktunya tergantung dari pengembangan bisnis. Untuk itu, jika tempat usaha yang dikontrakan akan diperbaharui dan diremajakan, maka pedagang atau pengontrak sebelumnya harus mendapat prioritas utama.

Bahkan, dalam proses perencanaan perbaikan atau peremajaan harus berdasarkan kesepakatan dengan pedagang sebagai pengontrak.

"Kalau renovasi harus ada kesepakatan dan dengar pendapat dulu. Harus menghormati hubungan-hubungan kontrak yang sudah ada sebelumnya," papar pensiunan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara yang saat mengajar Praktik Peradilan Tata Usaha Negara di sejumlah universitas ini.

Sementara itu, Kuasa Hukum PD Pasar Jaya, Desmihardi mengatakan berbagai tahapan dan azas dalam menjalankan kebijakan publik telah dilaksanakan pihaknya.

Dikatakan, selain undangan sosialisasi yang ditolak oleh 17 pedagan, dalam setiap kontrak perpanjangan sewa sejak 2005 lalu, pihaknya selalu melampirkan klausul pedagang bersedia mengosongkan kios jika pasar akan diremajakan. Dalam kontrak itu juga terdapat klausul para pedagang diprioritaskan jika peremajaan telah selesai dilakukan.

"Kami memprioritaskan pedagang agar usahanya tidak terganggu. Makanya kami bongkar secara parsial agar dapat dipindahkan ke pasar penampungan sementara baru kita bangun lagi. Tapi kan mereka nggak mau," katanya.

Desmihardi menegaskan, pernyataan sosialisasi hanya dilakukan kepada pedagang di Pasar Benhil bukan di Pasar Benhil Kav 36A pun tidaklah tepat. Menurutnya, sejak 2010 lalu, Pasar Benhil dan Pasar Benhil Kav 36 telah menjadi satu manajemen.

"Sejak 2010 lalu sudah berjalan jadi satu manajemen, jadi persepsi itu tidak tepat," katanya.

Desmihardi mengatakan, peremajaan Pasar Benhil saat ini tidak menyalahi Perda. Hal itu lantaran dalam Perda disebutkan peremajaan dilakukan dengan persetujuan 60 persen pedagang yang masih aktif.

"Sementara saat ini ada 80 persen pedagang yang aktif berjualan dan memiliki surat yang setuju," jelasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved