Banjir Dahsyat Jakarta
Keikhlasan Mereka Dibayar Omelan Pengungsi Banjir
Bencana banjir tak hanya menyisakan peluh dan lelah dari para korban banjir.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bencana banjir tak hanya menyisakan peluh dan lelah dari para korban banjir.
Keberadaan para relawan yang tak kenal lelah mengkoordinasikan dan mengakomodasi kebutuhan para korban, juga tak bisa dipandang sebelah mata.
Saat bencana, mereka juga harus selalu bersiaga mengurus warga yang terkena bencana.
Itulah yang dialami Haidar (18), Sule (19), dan Ahmad (22), tiga relawan dari Mapala Universitas At-Thahiriyah, yang sejak hari pertama musibah banjir sudah berjibaku mengurus posko dan para pengungsi.
"Ribet, capek, depresi juga. Kami kan juga harus standby 24 jam, pengungsinya banyak pula, capek lah pokoknya," ujar Haidar kepada Tribunnews.com saat ditemui di Posko Pengungsian Masjid At-Thahiriyah, Jalan KH Abdullah Syafei, Bukit Duri, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2013).
Ketiga pria berusia belia, memang harus bersabar dalam menghadapi ribuan pengungsi dengan berbagai karakter dan masalah yang berbeda-beda.
Tak jarang, mereka yang lelah mengurus pengungsi, justru kena damprat dari warga yang merasa tidak puas dengan kerja mereka.
"Kalau dimarahin sih sering. Kadang waktu pembagian makanan mereka enggak ada, terus kami yang malah diomelin," ungkap Haidar sambil tertawa.
Haidar juga menyebut, dari sekian banyak pengungsi, yang paling sulit adalah menghadapi ibu-ibu dan nenek-nenek. Haidar bahkan mengaku sempat kena omel seorang nenek tua, yang merasa nomor antreannya untuk mendapatkan sembako dilewati panitia.
"Padahal, tuh nenek pas dipanggil-panggil enggak ada di tempat, kami juga yang kena omel. Pokoknya, ngurusin emak-emak paling susah dah," tuturnya.
"Yah, kalau kayak gini memang harus sabar, yang penting ikhlas," sambung Sule.
Sabar dan ikhlas memang menjadi pegangan utama mereka, dalam menjalankan misi sebagai relawan. Meskipun tanpa menerima imbalan, dan kerap mendapat omelan, mereka tetap bekerja sepenuh hati.
"Risiko tugas kami. Namanya sebagai manusia, kami kan harus tolong-menolong," timpal Ahmad.
Haidar, Sule, dan Ahmad adalah segelintir dari begitu banyak relawan yang rela meluangkan waktu mereka, untuk membantu saudaranya yang terkena musibah.
Banyak warga lain yang dengan ikhlas merelakan harta mereka, untuk memberikan bantuan bagi warga yang terkena bencana.
Di balik berbagai kesulitan dan kerusakan yang ditimbulkan, musibah banjir besar kali ini telah membuktikan, bahwa nilai-nilai kemanusiaan ternyata masih ada dalam hati warga Jakarta. (*)