Selasa, 30 September 2025

Pilpres 2024

Sentilan Jusuf Kalla, PDIP hingga Pengamat soal Wacana Prabowo Bentuk 40 Kementerian

Wacana penambahan jumlah kementerian menjadi 40 di era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming menuai sejumlah kritik.

Penulis: Milani Resti Dilanggi
YouTube Prabowo Gibran
presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka - Wacana penambahan jumlah kementerian menjadi 40 di era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming menuai sejumlah kritik. 

TRIBUNNEWS.COM - Wacana penambahan jumlah kementerian menjadi 40 pada pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, menuai kritikan. 

Kritikan dan sentilan itu datang dari Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), PDI Perjuangan (PDIP) hingga pengamat.

Jusuf Kalla mengatakan, jika wacana itu hanya untuk mengakomodir elite-elite partai pendukung maka bisa disebut bukan kabinet kerja lagi, melainkan kabinet yang mengedepankan politis. 

"Ada juga (mengakomodasi partai pendukung). Tapi itu artinya bukan lagi kabinet kerja itu namanya, tapi kabinet yang lebih politis."

"Ya tentu lah kalau hanya dimaksud hanya mengakomodir politis kan," ujar JK di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Selasa (7/5/2024) dikutip dari Kompas.com

JK mengatakan, jika akhirnya Prabowo merealisasikan wacana itu, maka harus diubah terlebih dahulu UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementrian Negara. 

JK juga mengingatkan bahwa formasi kabinet nantinya harus diisi oleh orang yang profesional di bidangnya. 

"Iya memang dulu dibagi dulu, ini kabinet kerja dibagi profesional dan yang biasa diisi oleh politisi, tapi politisi juga harus profesional sesuai bidangnya," ucap JK.

Lebih lanjut menurut JK, 34 kementrian di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini dinilai sudah ideal. 

Ia kemudian menyinggung Indonesia yang pernah memiliki 100 menteri di era Presiden Soekarno. 

Menurutnya, hal itu hanya kental akan politis dan justru tak efektif. 

Baca juga: Reaksi PKB, Gibran, hingga Jokowi soal Wacana Bentuk 40 Kementerian pada Era Prabowo

"Pernah kita 100 menteri itu hanya politis amat, memberikan kesempatan semua orang tapi enggak bisa jalan. Artinya 34 okelah, dibandingkan negara lain juga sekitar," ucapnya. 

Meski demikian, JK menegaskan bahwa kementrian yang ideal, sebenarnya tergantung pada program kejra dari pemerintahan itu sendiri. 

"Saya kira negara kesatauan jadi memang lebih besar menterinya dibandingkan federal, Amerika federal menterinya cukup 15, begitu juga negara-negara lain. Jadi tergantung kebutuhan lah, pemerintah itu, jadi jangan liat kementeriannya dulu, programnya apa. Kalau organisasinya membutuhkan 40 ya silakan, tapi kalau cukup 35-34 cukup, bisa digabung sebenarnya," ujar JK.

PDIP: Musim Buru Jabatan, PHP Biasanya Bertebaran

Sementara itu, sentilan juga datang dari Politikus senior PDI Perjuangan (PDIP), Hendrawan Supratikno. 

Hendrawan mengingatkan mengenai peraturan perundang-undangan jika ingin menambah nomenklatur kementerian.

"Jika jumlahnya akan diperbanyak, UU ini harus direvisi, kecuali jika yang diakomodasi jumlah wakil menterinya," kata Hendrawan, Selasa (7/5/2024).

Ia juga mengingatkan bahwa di masa transisi ini lazimnya memang musim perburuan jabatan. 

Di masa ini, kata Hendrawan, akan terjadi pula pemberian harapan palsu alias PHP.

"Musim perburuan jabatan seperti ini, virus PHP biasanya bertebaran," ungkap Hendrawan.

Meski demikian, Hendrawan meminta semua tak berspekulasi.

Sebab, kemungkinan efisiensi birokrasi juga penting untuk mengurangi beban keuangan negara. 

"Tapi jangan berspekulasi dulu. Soalnya presiden juga ingin birokrasi lebih efisien, beban keuangan negara tidak berlebihan dan soliditas kabinet terjaga," tegasnya. 

Pengamat: Akhirnya Ketahuan Prabowo Ingin Bagi-bagi 'Kue Kekuasaan'

Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menganggap, jika rencana itu terjadi, maka Prabowo jelas ingin membagikan kue kekuasan kepada semua pihak.

"Akhirnya terbuka juga, Prabowo pada akhirnya ingin membagi kue-kue kekuasaan kepada banyak pihak," kata Ray, Selasa (7/5/2024).

Ray menilai, wacana itu digaungkan karena Prabowo tidak percaya diri mengelola pemerintah yang akan datang seperti pemerintahan saat ini. 

"Dengan begitu setiap orang akan mendapatkan jatahnya masing-masing," jelasnya.

Menurut Ray, keinginan untuk membengkakkan kabinet menjadi tanda awal kurang mampunya Prabowo dalam mengelola perbedaan ataupun keinginan dari dalam koalisi partai politik pengusungnya.

"Ini masa pemerintahan awal Pak Prabowo. Kalau sebelumnya di masa pemerintahan Pak Jokowi tidak ada kasus yang seperti sekarang."

"Artinya, Pak Jokowi mampu mengelola kekuasaan itu dengan hanya mendasarkan diri kepada koalisi partai politik yang mengusungnya. Dan tidak ada penambahan kursi kabinet," kata Ray.

(Tribunnews.com/Milani Resti/Fersianus Waku/Rahmat Fajar Nugraha) (Kompas.com/Adhyasta Dirgantara)
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved