Pilpres 2024
Analisa Politik: Nasib Jokowi Bisa Seperti Soeharto atau Justru Hak Angket Ambyar Sebelum Berkembang
Isu hak angket ini juga menjadi pertanyaan, apakah berujung pada pemakzulan Jokowi atau hanya "gertakan" politik belaka.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana sejumlah pihak di parlemen menggulirkan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 dinantikan kejelasannya.
Isu hak angket ini juga menjadi pertanyaan, apakah berujung pada pemakzulan Jokowi atau hanya "gertakan" politik belaka.
Berbicara baru-baru ini, Cawapres Mahfud MD mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak akan bisa dilengserkan lewat mekanisme hak angket.
Mantan Ketua MK itu menuturkan, tujuan hak angket bukan untuk menjatuhkan Presiden Jokowi, melainkan untuk mengeluarkan rekomendasi apakah terjadi pelanggaran undang-undang (UU) atau tidak.
Menurut Mahfud MD, setidaknya ada dua UU yang akan dituduhkan atas dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024, yakni UU tentang APBN dan UU tentang Keuangan Negara terkait anggaran bantuan sosial (bansos).
Menurut mantan Menko Polhukam itu, anggaran bansos tahun 2023 berakhir pada November, tapi diperpanjang tanpa mengubah APBN.
Kemudian, pada tahun 2024 jumlah bansos naik dan dibayarkan kepada penerima pada Januari dan Februari menjelang pemilu.
“Padahal, undang-undang untuk tahun 2024 itu baru disahkan 16 Oktober 2023, harus menunggu perubahan APBN, tapi dipaksakan dibagikan. Ini pelanggaran undang-undang,” ucapnya.
Kemudian, menurut UU Keuangan Negara jika terjadi perubahan anggaran, maka harus melalui mekanisme dan persetujuan DPR.
Selain itu, hak angket akan menyelidiki adakah pelanggaran UU KKN, misalnya apakah penggunaan keuangan negara atau suatu kebijakan menguntungkan salah satu pihak.
“Ini teorinya, saya tidak tahu operasi politik di lapangan. Tetap tekanan publik, masyarakat bisa mempengaruhi angket,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Mahfud menyebut bahwa hampir tidak mungkin untuk memakzulkan Jokowi melalui hak angket saat ini, karena masa pemerintahan berakhir pada 20 Oktober 2024.
Menurut Mahfud, hak angket paling cepat tiga bulan, kalau rekomendasi berujung pada pemakzulan presiden, maka perlu sidang DPR lagi, bukan angket.
Sidang harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota DPR, dan 2/3 dari yang hadir harus setuju pemakzulan. Setelah itu, disidangkan di MK.
“Itu perlu berbulan-bulan, Oktober tidak akan selesai,” katanya.
Mahfud mengatakan, jika terjadi pelanggaran UU, maka akan ada rekomendasi.
Bisa saja rekomendasi berupa pemakzulan atau ditindaklanjuti secara hukum.
Jika rekomendasi ditindaklanjuti secara hukum, maka tidak perlu lagi DPR bersidang, tetapi diserahkan ke Kejaksaan Agung.
“Walaupun masa pemerintahan telah berakhir, presiden bisa dibawa ke pengadilan seperti Presiden Soeharto dibawa ke pengadilan, tapi karena sakit permanen, maka kasusnya ditutup. Jadi bukan tidak ada guna hak angket,” tandasnya.
Layu sebelum berkembang?
Sementara itu, Pengamat politik sekaligus Direktur Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Jojo Rohi, mengatakan hak angket bakal ambyar.
Sebab Presiden Jokowi tak akan tinggal diam, tapi berupaya keras menggagalkannya.
Menurut Jojo, pasti akan ada operasi senyap yang sudah dilakukan.
“Operasi senyap pasti sudah dilakukan untuk memporak-porandakan koalisi 01 dan 03," ucapnya.
"Terutama parpol yang berada di posisi margin threshold parlemennya masih belum aman," sambungnya.
Selain ambang batas parlemen, kata Jojo, soal tawaran posisi menteri di kabinet, sedikit banyak juga menggoyahkan iman dari para elite pengambil keputusan.
“Dan jangan lupa, proses hak angket juga akan menguras energi politik, sehingga ada kecenderungan untuk menghindar karena parpol juga masih harus menyiapkan stamina untuk bertarung di pilkada dalam waktu dekat. Itulah mengapa hak angket tidak bergemuruh seperti yang diharapkan,” ucapnya.
Pun demikian dengan pendapat Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago.
Arifki menilai, hak angket yang diusulkan PKS, PKB, dan PDIP itu berpotensi gagal.
Pasalnya, dalam rapat paripurna, Selasa (4/3/2024), Ketua DPR RI Puan Maharani absen, karena menghadiri KTT Ketua Parlemen Dunia di Paris, Prancis.
Tak hanya itu, Cawapres Anies yang juga Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar (Cak Imin) pun tak hadir, tanpa diketahui alasannya.
Ketidakhadiran Puan dan Cak Imin tersebut menimbulkan persepsi bahwa PDIP dan PKB belum satu suara soal usulan hak angket.
Sehingga, Arifki pun beranggapan, hak angket yang diusulkan oleh PKS, PKB, dan PDIP itu berpotensi gagal.
Kenapa tak kunjung digulirkan?
Hingga hari ini, Kamis (7/3/2023), belum ada satupun partai di DPR yang menggulirkan secara resmi Hak Angket di DPR.
Lalu apa kendala partai politik saat ini?
Penjelasan PDIP
Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat menyebut pihaknya sedang fokus konsolidasi menyiapkan naskah akademik hak angket.
Namun Djarot tidak membeberkan kapan tepatnya hak angket akan digulirkan secara resmi.
Dia juga menekankan bahwa pihaknya mengeksplorasi semua opsi untuk mengevaluasi Pemilu 2024.
"Saya ingin klarifikasi bahwa memang betul yang meminta menggunakan hak angket pertama kali itu adalah Mas Ganjar Pranowo. Tapi inget, Mas Ganjar juga menyampaikan, kalau memang rasanya sulut menggunakan hak angket, bisa juga interpelasi, atau bisa juga rapat dengar pendapat dengan eksekutif,” kata Djarot dalam program Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Rabu (6/3/2024).
Djarot menegaskan semua upaya yang bisa dilakukan perlu ditempuh agar ada upaya perbaikan dari kekurangan pemilu saat ini.
Hak angket disebutnya juga dapat menghapus kecurigaan atau tuduhan seputar kecurangan pemilu.
Dalam menyiapkan naskah akademik, Djarot pun menyebut butuh komunikasi dengan para pihak yang mendukung hak angket.
Sikap PKB
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan mengaku, pihaknya menunggu PDIP sebagai “saudara tua” untuk menggulirkan hak angket.
Daniel menyebut parpol pengusung Anies-Muhaimin telah sepakat menggulirkan hak angket.
Parpol pengusung Anies-Muhaimin diketahui telah menggelar pertemuan di tingkat sekjen dan mengumumkan keputusan tersebut pada 22 Februari lalu.
Anggota DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luluk Nur Hamidah mengatakan hingga saat ini tak ada instruksi dari Cak Imin yang juga Ketua Umum PKB untuk mengajukan hak angket guna menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.
Alasan PPP
Sekretaris fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI, Achmad Baidowi alias Awiek mengungkapkan alasan partainya belum memutuskan mendukung hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Awiek mengatakan saat ini seluruh pengurus partai di seluruh tingkatan sedang fokus mengawasi rekapitulasi suara.
"Karena apa, kami baru saja, saya ini baru kontrol penghitungan di KPU-KPU dan mayoritas fraksi PPP di daerah pemilihannya mengamankan suaranya," kata Awiek
di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/3).
Pilpres 2024
PTUN Tunda Pembacaan Putusan PDIP soal Penetapan Gibran Cawapres, Mahfud Pesimis Bakal Dikabulkan |
---|
VIDEO Pembacaan Putusan Gugatan PDIP Soal Pencalonan Gibran di PTUN Ditunda Jadi 24 Oktober 2024 |
---|
Jubir PTUN: Penundaan Pembacaan Putusan Gugatan PDIP soal Gibran Tak Terkait Pelantikan Presiden |
---|
Hakim Sakit, PTUN Tunda Baca Putusan Gugatan PDIP hingga Setelah Pelantikan Prabowo-Gibran |
---|
BREAKING NEWS PTUN Tunda Pembacaan Putusan PDIP Gugat KPU soal Penetapan Gibran jadi Cawapres |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.