Pilpres 2024
Mengacu Jajak Pendapat, Refly Harun: Mayoritas Ingin Hak Angket
Dia menegaskan, sampai hari ini belum ada kabar yang firmed perihal hak angket akan digulirkan di DPR. Padahal, masa reses anggota DPR sudah berakhir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, hasil jajak pendapat Litbang Kompas menyebut, 62,2 Ppersen responden menginginkan hak angket digulirkan di DPR RI untuk menyelidiki kecurangan Pilpres 2024.
Menurut dia, hasil jajak pendapat ini tidak paralel dengan hasil Pemilu Presiden (PIlpres), karena pendukung hak angket saat ini adalah pengusung paslon nomor 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon nomor 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Sementara itu, pendukung paslon nomor 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menolak.
Hasil jajak pendapat itu juga menimbulkan pertanyaan, karena hitung cepat (quick count) memenangkan paslon nomor 02, sedangkan jajak pendapat mayoritas menginginkan hak angket dugaan kecurangan Pilpres 2024.
“Pertanyaannya, kenapa jajak pendapat Kompas yang di-quick count-nya memenangkan 02 justru mayoritas menginginkan hak angket kecurangan Pemilu 2024,” ujar Refly mengutip kanal Youtube Refly Harun, sebagaimana keterangan pers diterima Tribunnews, Senin (4/3/2024).
Dia menyebut ada dua hal penting terkait hasil jajak pendapat itu.
Pertama, pendukung hak angket mayoritas di masyarakat, hasil jajak pendapat Kompas hanya mengafirmasi.
Tetapi, kalau dilihat aspirasi yang mendukung hak angket seperti demo pada 1 Maret lalu, terlihat lebih banyak dan lebih militan ketimbang yang menolak hak angket yang terkesan digerakkan.
Kedua, tantangan hak angket justru ada di partai politik, karena secara teoritis parpol yang mendukung hak angket mayoritas kursinya di DPR.
“Tetapi, meskipun mayoritas belum tentu hak angket akan mudah melenggang mengingat ada persoalan pragmatisme dari parpol. Apakah Partai NasDem dan PKB akan terus, kalau PKS mungkin tidak akan susah, dan yang paling penting apakah PDI-P mau ikut hak angket kendati yang mengusulkan pertama kali adalah Capres Ganjar Pranowo dari PDI-P,” ujarnya.
Baca juga: Formappi Duga Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024 Hanya Prank, Tujuannya Cuma Gertak KPU
Dia menegaskan, sampai hari ini belum ada kabar yang firmed perihal hak angket akan digulirkan di DPR. Padahal, masa reses anggota DPR sudah berakhir pada Rabu (5/3/2024) besok, dan rapat paripurna di DPR akan dimulai lagi.
Diketahui, jajak pendapat Litbang Kompas menunjukkan, sebesar 62,2 persen responden menyetujui jika DPR menggunakan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024. Jajak pendapat digelar pada 26-28 Februari 2024.
Sikap itu tidak hanya ditunjukkan kelompok responden yang tahu dan mengikuti isu hak angket, juga dinyatakan oleh mereka yang tidak tahu atau tidak mengikuti pemberitaan terkait hak angket. Sebaliknya, mereka yang tidak setuju DPR menggunakan hak angket sebesar 33% dan tidak tahu atau tidak menentukan pilihan sebanyak 4,8%.
Dugaan Kecurangan PPK
Refly menyoroti dgaan kecurangan perhitungan suara di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang kemungkinan dilakukan ketua PPK atau anggota PPK.
Baca juga: Fakta-fakta soal Suara PSI Melonjak Tajam, Bantahan KPU hingga Bawaslu RI Didesak Bubar
Dikatakan, hasil rekapitulasi perhitungan suara itu bisa diedit atau diubah oleh ketua PPK. Artinya, jika bisa mengontrol ketua PPK, maka jumlah suara bisa disesuaikan pada tahap rekapitulasi perhitungan suara.
“Angka disetel sedemikian rupa oleh ketua PPK. Ada invisible hand yang memiliki kekuasaan, itu masalahnya,” kata mantan Komisaris Utama PT Pelindo I itu.
Refly menyebut ada pemikiran di tengah masyarakat bahwa kecurangan juga terjadi pada Pemilu 2014 dan Pemilu 2019.

Menurut dia, perbedaan kecurangan pada dua pelaksanaan pemilu itu dengan Pemilu 2024 terletak pada energi penolakan atas dugaan kecurangan.
Mungkin, ujarnya, ada penolakan kecurangan namun energinya tidak kuat, malah Prabowo Subianto yang menjadi calon presiden pada dua pemilu itu berkompromi dengan kecurangan.
“Justru sekarang energi untuk menolak kecurangan itu jauh lebih besar. Bagaimana kita mengakui yang jelas curang, jangankan 58%, 70% pun bisa dibuat kalau mau curang seperti pemilu pada masa Orde Baru,” tukasnya.
Baca juga: JK Sebut Ada Syarat Jokowi Gabung Golkar, Ketua DPP: Ada Pandangan yang Mungkin Kita Tidak Lihat
Lebih lanjut, mantan Komisaris Utama PT Jasa Marga itu menuturkan, kecurangan bukan soal angka, tapi nyata dan sudah dipersiapkan. Artinya, pemenang Pilpres 2024 sudah bisa dipastikan, angka perolehan suara tinggal menyesuaikan saja.
“Kalau nanti kurang dari rekapnya, maka akan ada skenario untuk menambah dari sumber lain apakah itu dari DPT atau dari suara tidak sah. Kita tidak boleh menutup muka seolah olah tidak terjadi apa-apa. Ini bukan sekadar jarak angka tetapi lebih pada proses pemilu. Jangan hanya lihat hasil akhir. Padahal hasil akhir diorkestrasi dengan segala kecurangan,” pungkasnya. (Tribunnews/Yls)
Pilpres 2024
PTUN Tunda Pembacaan Putusan PDIP soal Penetapan Gibran Cawapres, Mahfud Pesimis Bakal Dikabulkan |
---|
VIDEO Pembacaan Putusan Gugatan PDIP Soal Pencalonan Gibran di PTUN Ditunda Jadi 24 Oktober 2024 |
---|
Jubir PTUN: Penundaan Pembacaan Putusan Gugatan PDIP soal Gibran Tak Terkait Pelantikan Presiden |
---|
Hakim Sakit, PTUN Tunda Baca Putusan Gugatan PDIP hingga Setelah Pelantikan Prabowo-Gibran |
---|
BREAKING NEWS PTUN Tunda Pembacaan Putusan PDIP Gugat KPU soal Penetapan Gibran jadi Cawapres |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.