Selasa, 7 Oktober 2025

Pilpres 2024

Soal Film Dirty Vote, Timnas AMIN: Pemilu 2024 Tak Bisa Dianggap Baik-baik Saja

Menurut Iwan film dokumenter tersebut membenarkan bahwa Pemilu 2024 tidak bisa dianggap baik-baik saja.

YouTube Dirty Vote
Film dokumenter berjudul 'Dirty Vote' dirilis saat masa tenang Pemilu 2024 yaitu Minggu (11/2/2024). Film ini berisi tentang penjelasan dari tiga ahli hukum tata negara yaitu Zainal Arifin Mochtar, Feri Ansari, dan Bivitri Susanti terkait dugaan adanya penggunaan instrumen negara dalam pemenangan paslon tertentu. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru bicara tim Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Iwan Tarigan ikut mengomentari soal film dokumenter Dirty Vote yang viral di sosial media.

Menurut Iwan film dokumenter tersebut membenarkan bahwa Pemilu 2024 tidak bisa dianggap baik-baik saja.

"Film Dokumenter disampaikan tiga Ahli Hukum Tata Negara yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Ketiga ahli hukum ini secara terang benderang mengungkap kecurangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024," kata Iwan dalam keterangannya, Senin (12/2/2024).

Ia menegaskan memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa. Sehingga Pemilu ini tidak bisa dianggap baik-baik saja.

"Film Dokumenter ini memberikan pendidikan kepada masyarakat bagaimana politisi kotor telah mempermainkan publik hanya untuk kepentingan golongan dan kelompok mereka," kata Iwan.

Ia melanjutkan bahwa pihaknya juga melihat semua rencana kecurangan Pemilu ini tidak didesain dalam semalam. Tidak didesain sendirian, tetapi terencana dengan baik dan butuh waktu yg tidak sebentar dan dana yang sangat besar.

"Kami menduga desain kecurangan yang sudah disusun bersama-sama ini akhirnya jatuh ke tangan satu pihak yakni pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan di mana ia dapat menggerakkan aparatur dan anggaran," tegasnya.

Menurutnya dari film dokumenter tersebut masyarakat bisa melihat bagaimana penguasa kotor, culas dan tidak beretika mempermainkan demokrasi, hukum dan mengatur semuanya.

"Baik itu Eksekutif, Pemerintah Daerah, Kepala Desa, MK, Banwaslu, KPK, KPU, Kepolisian untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kelompoknya," kata Iwan.

Atas hal itu ia meminta agar masyarakat menghukum penguasa atas perilaku tersebut pada 14 Februari mendatang.

"Dan kita harus menyelamatkan demokrasi dan Indonesia dari tangan tangan politisi kotor, jahat dan culas," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya Koalisi Masyarakat Sipil baru saja merilis film dokumenter Dirty Vote. Sutradara Dandhy Laksono mengungkap alasan film ini dirilis dimasa tenang pemilu.

Dirty Vote diketahui tayang mengambil momentum 11.11, yaitu tanggal 11 Februari bertepatan hari pertama masa tenang pemilu dan akan disiarkan pukul 11.00 WIB di kanal Youtube.

Ia menyebut, karya besutannya akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu.

Diharapkan di tiga hari krusial menuju hari H pencoblosan, film ini memberikan edukasi kepada publik melalui ruang dan forum diskusi yang digelar.

"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara." ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (12/2).

Dandhy mengungkap, berbeda dengan film-film dokumenter sebelumnya di bawah bendera WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru, Dirty Vote lahir dari kolaborasi lintas CSO.

Ketua Umum SIEJ sekaligus produser, Joni Aswira mengatakan, dokumenter ini sesungguhnya juga memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil. Biaya produksinya dihimpun melalui crowd funding, sumbangan individu dan lembaga.

“Biayanya patungan. Selain itu Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021),” kata Joni.

20 lembaga lain yang terlibat kolaborasi dalam film ini ialah: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

Film ini dibintangi oleh Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.

Dalam film ini ketiganya mencoba mengulik sejumlah instrumen kekuasaan yang digunakan untuk memenangkan pemilu sekalipun menabrak tatanan demokrasi.

Koalisi masyarakat sipil mengatakan, penjelasan ketiga ahli hukum ini berpijak atas sejumlah fakta dan data. Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved