Sabtu, 4 Oktober 2025

Pilpres 2024

Kampanye di Solo, Ganjar Ngaku Tak Punya Kekuatan Kerahkan Aparatur, Minta Masyarakat Coblos Nomor 3

Ganjar bersama Mahfud tidak bisa mengerahkan kekuatan, menggerakan aparatur, Ganjar-Mahfud hanya memiliki hati nurani,

Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
Pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD melakukan iring-iringan kirab kebudayaan saat kampanye akbar di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (10/2/2024) pagi. 

TRIBUNNEWS.COM, SURAKARTA, - Calon Presiden (Capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo menegaskan bahwa masyarakat Solo punya caranya sendiri, punya gayanya sendiri, Jawa Tengah punya kekuatannya sendiri.

Menurutnya, gaya rakyat Solo adalah gaya yang berbudaya dan berkesenian, selalu menyentuh akal budi dan rasa.

“Solo punya caranya sendiri, Solo punya gayanya sendiri, Jawa Tengah punya kekuatannya sendiri. Gaya Solo adalah gaya berbudaya, gaya berkesenian yang selalu menyentuh akal budi dan rasa kita semuanya,” kata Ganjar dalam orasi kebangsaan pada Hajatan Rakyat Solo, di Benteng Vastenburg, Sabtu, (10/2/2024).

Ganjar mengatakan, sejak pagi dirinya diarak berkeliling bersama dengan Cawapres Mahfud MD, dan dirinya serta keluarga melihat mata rakyat, senyum dan tawa rakyat yang memberikan semangat untuk Ganjar-Mahfud.

Baca juga: Kampanye Akbar Ganjar-Mahfud di Solo Dimulai dengan Kirab Budaya, Puan Tegaskan Solo Kandang Banteng

“Tadi Mas Butet dan putrinya Mas Widji Thukul memberikan pesan kepada kita semua, pesan kepada Ganjar-Mahfud, minimal kepada saya agar pemimpin dimanapun kita berada, membawa amanah dan harus selalu mendengarkan, tidak hanya itu termasuk merasakan,” papar Ganjar.

Maka sebenarnya, lanjut dia, seorang pemimpin tidak harus diteriaki, pemimpin tidak boleh diam karena ada teriakan-teriakan rakyat.

Itulah kenapa pada saat diarak keliling, gerobak sapi yang dinaiki Ganjar dikirimi gabah, sebuah simbol untuk mengingatkan kepada Ganjar-Mahfud untuk peduli kepada petani dan perutnya rakyat.

“Saya dikasih stateskop, sebuah simbol tanpa kata-kata untuk saya dan Pak Mahfud berpikir keras agar anak-anak kita, orang Indonesia sehat dimanapun berada,” ujarnya.

Selain itu, maksud stateskop juga dimaknai agar Ganjar-Mahfud bisa mendengarkan tubuh rakyat yang sehat, ibu-ibu hamil yang sehat, sekaligus menunjukkan agar anak siapapun kelak bisa menjadi dokter.

Dengan stateskop itu, tambah Ganjar, sekaligus bisa mengecek orangnya sehat, pikirannya sehat, politiknya pun harus sehat.

“Kalau semuanya sakit, maka bangsa ini menjadi bangsa yang sakit. Bung Karno dan Bung Hatta akan menangis mengetahui itu, karena kemerdekaan itu kitalah yang harus mengisi,” tandas Ganjar.

Maka Ganjar berpesan kepada masyarakat Solo Raya bahwa suaranya akan menentukan nasib bangsa ini. Dengan seluruh rangkaian kejadian, maka haruslah direspon dengan akal sehat dan pikiran yang bersih.

“Maka lawanlah dengan cara yang benar, melawanlah dengan ketenangan. Caranya datang ke TPS 14 Februari dan coblos nomor 3 Ganjar-Mahfud, itulah perlawanan sejati yang ditunjukkan oleh rakyat,” imbuhnya.

Ganjar menegaskan, dirinya bersama Mahfud tidak bisa mengerahkan kekuatan, menggerakan aparatur, Ganjar-Mahfud hanya memiliki hati nurani, keikhlasan untuk menentukan Republik Indonesia ke depan.

“Dan itu adalah suara panjenengan semuanya,” tutup Ganjar.

Butet Bacakan Puisi

Di tempat yang sama, Budayawan sekaligus aktor senior Butet Kartaredjasa, meng-impersonate pemimpin orde baru Soeharto berorasi di panggung Hajatan Rakyat Solo saat hendak membacakan salah satu puisi karya Widji Thukul berjudul ‘Sajak Suara.’

“Puisi Widji Thukul sampai saat ini masih cocok, masih relevan dengan situasi zaman. Itu apa artinya, zaman belum berganti,” ujarnya.

Puisi Widji Thukul ‘Sajak Suara’ dibuat pada 1988, lanjut Butet, pada tahun itu zaman ganas-ganasnya orde baru.

“Puisi ini dibikin waktu zaman saya masih berkuasa. Untunglah sekarang kita sudah mengetahui bahwa sudah ada yang mewarisi daripada gaya kepemimpinan saya. Sejelek-jeleknya daripada saya, saya masih punya rasa malu, diingetkan daripada rakyat, para cendekiawan, para ulama, saya berkenan mundur, tetapi pewaris daripada saya malah gegek ngawulo waton. Saya punya rasa malu, tapi yang mewarisi dari sikap saya gak punya rasa malu,” ujar Butet mengimpersonate Presiden Soeharto.

Butet langsung membacakan puisi ‘Sajak Suara’:

“Inilah sajak suara karya wiji tukul: Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam, mulut bisa dibungkam. Namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang dan pertanyaan-pertanyaan dan lidah jiwaku.

Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan, disana bersemayam kemerdekaan. Apabila engkau memaksa diam aku, siapkan untukmu pemberontakan. Sesuangguhnya suara itu bukan perampok yang ingin merayah hartamu. Ia hanya ingin bicara mengapa kau kokang senjata. Dan bergetar suara-suara itu menuntut keadilan.

Sesungguhnya suara itu akan menjadi kata, ialah yang mengajari aku bertanya dan pada akhirnya tidak bisa tidak engkau harus menjawabnya. Apabila engkau tetap bertahan, aku akan memburumu seperti kutukan, Widji Tukul 1988.

"Terima kasih, tetap perjuangkan, menangkan Ganjar-Mahfud, tegas Butet.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved