Pilpres 2024
Ragam Komentar Pengamat soal Putusan DKPP: Soroti Status Gibran hingga Integritas Pemilu
Inilah ragam komentar pengamat dalam merespons putusan DKPP yang menyatakan Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
TRIBUNNEWS.COM - Inilah ragam komentar pengamat dalam merespons putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP), Senin (5/2/2024).
Pelanggaran tersebut, terkait pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto pada 25 Oktober 2023.
Ketua DKPP, Heddy Lugito, selaku pembaca putusan menjatuhkan sanksi berupa peringatan keras terakhir kepada Hasyim dan enam anggota KPU.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, putusan ini tak berimplikasi secara langsung kepada status Gibran sebagai cawapres. Itu karena putusan tersebut terkait etik.
"Implikasinya ke pencalonan Gibran tidak langsung karena ini putusan etik," kata Bivitri saat dihubungi, Senin.
Meski begitu, putusan tersebut masih bisa ditindaklanjuti ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai bukti hukum untuk kemudian dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) perselisihan hasil pemilu.
"Putusan ini bisa dijadikan dasar untuk jadi keputusan administratif dan hukum. Putusan ini bisa dibawa ke Bawaslu untuk batalkan penetapan. Bisa ke PTUN."
"Dan nanti jadi bukti hukum yang kuat untuk dibawa ke MK pas perselisihan hasil pemilu," terangnya.
Lebih lanjut, Bivitri menilai, dari sisi konteks politik, pelanggaran etik ini membuat tidak legitimate-nya Pilpres 2024 ini.
Alasannya karena ada calon yang bermasalah dari sisi prosedur pendirian.
"Dalam konteks politik, jelas ini menggambarkan tidak legitimate-nya pilpres kali ini karena ada calon yang bermasalah," terangnya.
Baca juga: PROFIL Ketua dan Anggota DKPP yang Jatuhkan Sanksi Peringatan Keras kepada Ketua KPU RI
Elektabilitas Prabowo-Gibran
Sementara itu, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menyebut putusan tersebut tak akan berdampak apa-apa ke Pilpres 2024.
"Putusan DKPP terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh Ketua KPU. Saya kira akan berhenti sebatas rekomendasi dan berkas persidangan saja," kata Dedi dihubungi, Senin.
Bahkan, menurut Dedi, putusan DKPP juga tak akan berdampak terhadap Ketua KPU yang saat ini tengah menjabat.
"Mengapa? Karena DKPP bukan penegak hukum. Kita hanya bisa menyaksikan proses pencalonan Gibran sebagai cawapres penuh dengan kecacatan."
"Mulai dari Ketua Mahkamah Konstitusi yang diputus bersalah oleh MKMK. Kemudian sekarang ketua KPU mengikuti keputusan MK," sambungnya.
Dedi berpendapat, seharusnya KPU mengikuti undang-undang alih-alih putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"MK hanya bisa merekomendasikan sebuah undang-undang itu tumpang tindih atau tidak."
"Hanya bisa menjelaskan undang-undang itu dianulir. Artinya harus kembali pada undang-undang yang lama," paparnya.
Dedi pun menyayangkan langkah KPU yang mengikuti keputusan MK terkait batas usia capres-cawapres.
Padahal putusan 90 dinilai bermasalah, terbukti dengan dipecatnya Anwar Usman dari posisinya sebagai Ketua MK.
"Maka kemudian dibuktikan dengan keputusan pemecatan terhadap Anwar Usman. Sekarang DKPP juga bersikap sama seperti MKMK, yaitu memutus bersalah terhadap ketua KPU," terangnya.
Namun sekali lagi, sambungnya, keputusan tersebut tak berpengaruh apa pun terhadap proses Pilpres 2024.
"Dampak paling besar tingkat keyakinan publik terhadap Prabowo Gibran akan semakin tinggi. Bahwa dua tokoh ini kandidat yang paling cacat baik itu secara administrasi maupun etika," jelasnya.
Meski demikian, Dedi percaya bahwa putusan dari DKPP tak akan memengaruhi elektabilitas Prabowo-Gibran.
"Karena sebagai pemilih kita juga tidak peduli dengan hal itu. Apalagi Jokowi terlibat langsung dalam kampanye meskipun secara sembunyi-sembunyi dengan membagikan bansos memberikan simbol-simbol kunjungan dengan Prabowo dan lain-lain," tegasnya.
Tak Akan Perbaiki Integritas Pemilu
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Saiful Mujani, mengatakan putusan DKPP akan membuat masyarakat ragu dengan kinerja KPU.
"Penyerangan pemilu, sanksi peringatan keras, saya ragu masyarakat percaya dengan KPU (dan) Bawaslu," ucap Saiful Mujani di Ciputat, Tangerang Selatan, Senin, dikutip dari WartaKotalive.com.
Menurutnya, sanksi berupa peringatan keras dinilai tak tepat untuk KPU.
Sanksi peringatan keras tak akan memberikan pengaruh apa pun kepada mereka.
"Ya itu tidak ada pengaruh apa-apa, tidak akan memperbaiki integritas pemilu yang akan kita lakukan dalam waktu dekat ini," tuturnya.
Putusan DKPP
Kemarin DKPP membacakan empat putusan mengenai pendaftaran Gibran sebagai cawapres. Ketua dan semua Anggota KPU menjadi teradu.
Adapun nomor perkara sidang kali ini adalah: 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023.
Para pelapor mendalilkan Ketua dan Anggota KPU diduga melakukan pelanggaran etik karena memproses Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
Sunandiantoro selaku kuasa hukum Demas Brian Wicaksono yang merupakan pelapor perkara 135 mengatakan, Gibran mendaftar pada saat peraturan KPU masih mensyaratkan capres-cawapres minimal berusia 40 tahun. KPU baru mengubahnya setelah proses di KPU berjalan.
"Hal itu telah jelas-jelas membuktikan tindakan para terlapor merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip berkepastian hukum penyelenggara pemilu dan melanggar sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu No 2/2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu," ungkap Sunandiantoro dalam sidang di DKPP, Senin.
Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul: Dinyatakan Langgar Kode Etik, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah: Saya Ragu Masyarakat Percaya KPU.
(Tribunnews.com/Deni/Rahmat Fajar Nugraha/Mario Christian)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.