Pilpres 2024
Jokowi Dikritik Akademisi, Pakar: Kesadaran Kolektif Meluas, Tak Bisa Dibendung
Presiden Jokowi mendapatkan gelombang kritik dari kalangan civitas academica. Akademisi UNJ, Ubedilah Badrun, kesadaran kolektif sudah meluas.
TRIBUNNEWS.COM - Jelang masa pencoblosan Pemilu 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapatkan gelombang kritik dari civitas akademica.
Akademisi dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menilai apa yang terjadi saat ini adalah bentuk ekspresi kaum intelektual atas rusaknya demokrasi di era pemerintahan Presiden Jokowi.
Meski begitu, menurutnya kesadaran akan permasalahan ini sebenarnya sudah muncul sejak lima tahun terakhir.
Namun, makin ke sini demokrasi Indonesia dinilai makin rusak akibat pelanggaran etika yang dilakukan oleh adik ipar Presiden Jokowi sekaligus eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman.
Ditambah, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim As'yari, melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP), Senin (5/2/2024).
Pelanggaran tersebut terkait dengan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto pada 25 Oktober 2023.
Selain Hasyim, enam Anggota KPU juga ikut terkena sanksi berupa peringatan keras terakhir. Mereka adalah Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap.
Berdasarkan kejadian-kejadian itulah para akademisi kemudian melontarkan kritik kepada Presiden Jokowi.
"Para akademisi secara individu sebenarnya sudah lima tahun lamanya mengingatkan kecenderungan makin rusaknya demokrasi."
"Kini para akademisi bergerak secara kolektif karena praktik perusakan demokrasi tidak mau berhenti bahkan makin rusak sejak peristiwa pelanggaran etik berat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan kini diperparah dengan pelanggaran etik komisioner KPU," terang Ubedilah, Selasa (6/2/2024), dikutip dari TribunJakarta.com.
Lebih lanjut, Ubedilah melihat apa yang terjadi sekarang sebagai kemerosotan moral politik yang paling parah sejak Reformasi pada 1998 lalu.
Baca juga: Jokowi Panen Kritik Akademisi, Cak Imin Sebut Sinyal Merah, Anies Singgung Peribahasa Jawa
"Faktanya memang elite politik, penyelenggara pemilu, penegak konstitusi semuanya dinilai dan diputus melakukan pelanggaran etik, bahkan pelanggaran etik berat," tuturnya.
Kondisi ini, sambung Ubedilah, diperparah dengan indeks hak asasi manusia, indeks korupsi, dan indeks demokrasi yang skornya makin rendah.
"Ini bencana demokrasi," tegas Ubedilah.
Menurutnya, dalam teori gerakan sosial, situasi ini menunjukkan suatu kesadaran kolektif kaum intelektual mengenai tantangan kolektif.
Kesadaran ini, sambung Ubedilah, sudah meluas dan tak bisa dibendung, ada ketidakpercayaan publik terhadap elite politik.
"Kesadaran kolektif ini kini makin meluas dan sudah tidak bisa dibendung. Ada ketidakpercayaan publik yang luar biasa terhadap presiden, terhadap MK, terhadap KPU dan elite politik lainya secara umum," jelas Ubedilah.
Ubedilah menyebut politik nasional sedang menuju kebuntuan politik dan jalan keluarnya ialah memutus rantai ketidakpercayaan publik.
"Di saat yang sama mahasiswa sebagai generasi intelektual muda kampus juga kecenderungannya akan bergerak masif."
"Dalam situasi buntu politik ini, maka jalan keluarnya mesti memutus mata rantai ketidakpercayaan publik tersebut," tuturnya.
Putusan DKPP
Kemarin DKPP membacakan empat putusan mengenai pendaftaran putra sulung Presiden Jokowi, Gibran, sebagai cawapres. Ketua dan semua Anggota KPU menjadi teradu.
Adapun nomor perkara sidang kali ini adalah: 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023.
Para pelapor mendalilkan Ketua dan Anggota KPU diduga melakukan pelanggaran etik karena memproses Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
Sunandiantoro selaku kuasa hukum Demas Brian Wicaksono yang merupakan pelapor perkara 135 mengatakan, Gibran mendaftar pada saat peraturan KPU masih mensyaratkan capres-cawapres minimal berusia 40 tahun. KPU baru mengubahnya setelah proses di KPU berjalan.
"Hal itu telah jelas-jelas membuktikan tindakan para terlapor merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip berkepastian hukum penyelenggara pemilu dan melanggar sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu No 2/2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu," ungkap Sunandiantoro dalam sidang di DKPP, Senin.
Daftar Civitas Academica Kritik Jokowi
Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadi kampus pertama yang menyampaikan keresahannya soal situasi perpolitikan Tanah Air.
Langkah itu kemudian disusul oleh Universitas Islam Indonesia (UII) dan kampus-kampus lain. Berikut daftarnya:
- UGM, 31 Januari 2024
- UII, 1 Februari 2024
- Universitas Khairun Ternate, 1 Februari 2024
- Unand, 2 Februari 2024
- UIN Sunan Kalijaga, 2 Februari 2024
- UNHAS, 2 Februari 2024
- Universitas Lambung Mangkurat 2 Februari 2024
- Universitas Atma Jaya, 2 Februari 2024 (Rilis Media)
- Universitas Indonesia, 2 Februari 2024
- UMY, 3 Februari 2024
- UAD, 5 Februari 2024
- Universitas Sanata Dharma, 12 Februari 2024
- APMD, 6 Februari 2024
- UNPAD, 3 Februari 2024
- Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung, 2 Februari 2024
- UIN Syarif Hidayatulah Ciputat, 5 Februari 2024
- Universitas Pendidikan Indonesia, 5 Februari 2024
- UNAIR, 5 Februari 2024
- LP3ES, 3 Februari 2024
- Persatuan Gereja-gereja Indonesia, 1 Februari 2024
- UMS, 5 Februari 2024
- Univ Janabadra Yogya, Kampus Pingit, 5 Feb 2024
- Universitas Brawijaya, 5 Februari 2024
- Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik Indonesia
- STF Driyarkara 5 Februari 2024
- Universitas Islam Malang (Unisma)
- IPB University: Forum Keluarga Besar IPB memanggil untuk Demokrasi Bermartabat
- Universitas Sriwijaya Palembang, 4 Februari 2024
- Universitas Trunojoyo Madura, 7 Februari 2024
- Universitas Negeri Surabaya (Unesa), 5 Februari 2024
- Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, 5 Februari 2024
- Universitas Negeri Jember, 5 Februari 2024
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul: Jokowi Banjir Kritikan, Akademisi: Demokrasi Indonesia Dirusak, Kaum Intelektual Pasti Melawan.
(Tribunnews.com/Deni)(TribunJakarta.com/Elga Hikari Putra)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.