Jumat, 3 Oktober 2025

Pilpres 2024

Penggiringan Pilpres Satu Putaran, Petinggi Muhammadiyah: Memangnya Judi Rolet, Mutarnya Satu Kali

Prof Abdul Mu'ti mengibaratkan keinginan sekelompok pihak yang ingin menjadikan Pilpres hanya satu putaran layaknya bermain judi role

Tribunnews.com/ Naufal Lanten
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Muti (kanan) bersama Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU RI Hasyim Asyari di konferensi pers dengan media di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews, Muhammad Zulfikar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti mengingatkan perlunya mewaspadai pihak-pihak yang menggiring wacana pemilihan presiden (Pilpres) satu putaran di Pemilu 2024.

Prof Abdul Mu'ti mengibaratkan keinginan sekelompok pihak yang ingin menjadikan Pilpres hanya satu putaran seperti layaknya bermain judi rolet.

Ia meminta jangan ada pemaksaan kehendak atau manuver politik untuk menjadikan pilpres hanya satu putaran.

“Memangnya (judi) rolet, mutarnya sekali saja. Pilpres ini bukan seperti memutar rolet. Jangan ada pihak yang memaksakan, apalagi menggunakan cara-cara yang tidak sesuai konstitusi dan perundang-undangan untuk capai tujuan,” ujar Mu’ti dalam webinar nasional yang digelar Moya Institute bertajuk “Demokrasi Indonesia Terancam?”, Kamis (18/1/2024).

Prof Abdul Mu’ti juga menegaskan semua pihak harus menghormati aturan main, terutama dalam hal netralitas aparatur negara.

Secara khusus Prof Abdul Mu’ti meminta Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan untuk bersikap netral, di tengah keraguan publik karena putranya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

Mu’ti meminta masyarakat sipil (civil society) untuk tidak diam menyuarakan agar praktek demokrasi diselenggarakan secara bermartabat, terutama untuk mewujudkan pilpres yang bersih dari kecurangan.

Terlebih Mu’ti melihat kondisi bangsa ini sedang tidak baik-baik saja, sehingga harus ada upaya yang dilakukan agar kualitas demokrasi bisa pulih kembali.

Mu’ti menyebut tiga ukuran sebagai indikator pemilu berkualitas. Pertama, proses penyelenggaraan yang berkualitas diukur dari pendataan; pelaksanaan pemungutan suara; dan penghitungan hasil pemungutan suara.

Baca juga: Pilpres 2024 Satu Putaran Dinilai Tidak Mungkin, Pengamat: Melanggar UUD 1945

"Tiga proses ini sangat menentukan kualitas demokrasi. Harus diupayakan oleh KPU agar tidak ada warga yang punya hak politik kehilangan haknya,” ujar Mu’ti.

Hendardi, pendiri Setara Institute mengatakan, di akhir kepemimpinannya, Presiden Jokowi memunggungi demokrasi dengan berbagai dugaan penyalahgunaan kekuasaan.

Kecenderungan otoritarianisme yang melekat pada Jokowi dan praktik penyalahgunaan kekuasaan, dikatakannya, tentu bisa dibantah.

Baca juga: Jubir AMIN: Hentikan Wacana Pilpres 2024 Satu Putaran, Pilpres Dua Putaran Beri Kualitas Lebih Baik

Sebab ia melihat penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintahan Jokowi bekerja melalui kanal-kanal dan instrumen demokrasi.

“Situasi ini yang sangat dikhawatirkan,” katanya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved