Rabu, 1 Oktober 2025

Pilpres 2024

Koalisi Anies & Ganjar Bisa Terwujud Jika Merujuk pada 2 Kondisi Ini, Berbahaya bagi Prabowo-Gibran?

Wacana bergabungnya koalisi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 dan nomor urut 3 untuk putaran kedua Pilpres 2024, kini santer.

Kolase Tribunnews/dok. Kompas
Wacana menduetkan Anies Baswedan dengan Ganjar Pranowo. Wacana bergabungnya koalisi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 dan nomor urut 3 untuk putaran kedua Pilpres 2024, belakangan santer terdengar. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang pencoblosan Pilpres yang tak sampai sebulan lagi, muncul wacana bergabungnya koalisi Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

Wacana bergabungnya koalisi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 dan nomor urut 3 untuk putaran kedua Pilpres 2024, belakangan santer terdengar.

Menurut Pengamat politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, secara psikologi bukan hal yang mengejutkan jika paslon nomor urut 1 dan 3 bergabung.

Pasalnya, kata Ujang, setidaknya ada 2 kondisi yang bisa menjadikan wacana itu menjadi kenyataan.

Apa saja?

Pertama, kata Ujang, elektabilitas Prabowo - Gibran terus berada di puncak.

"Secara psikologi memang seperti itu, kenapa karena Prabowo - Gibran surveinya paling tinggi, dan mengalahkan pasangan 1 dan 3," kata Ujang kepada Tribunnews.com, Selasa (16/1/2024).

"Maka seandainya di putaran kedua mereka bergabung, maka itu sesuatu yang umum, bukan aneh. Karena secara politik pasangan 1 dan 3 tertinggal elektabilitasnya," lanjut dia.

Kondisi kedua, yakni adanya kepentingan yang mirip-mirip antara paslon 1 dan 3.

Misalnya dengan tendensi dukungan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Prabowo - Gibran, sehingga kubu paslon 1 dan 3 sama-sama ingin mengalahkan kekuatan tersebut.

Sehingga menurut Ujang, secara konstruksi politik, tidak ada yang aneh dan mengejutkan dari wacana meleburnya 2 koalisi parpol pada putaran kedua nanti.

"Lalu kepentingannya mirip - mirip. Katakanlah mengalahkan Jokowi di mana Jokowi mendukung Prabowo - Gibran, di saat yang sama mengalahkan elektabilitasnya Prabowo - Gibran yang naik," jelas dia.

Namun Ujang mengingatkan bahwa politik merupakan ranah yang amat dinamis, bergantung pada kepentingan apa yang dibawa dan disepakati.

"Tetapi jangan lupa politik itu dinamis, berubah, tergantung kepentingannya. Jadi di ujung kalau kepentingannya sama ya bergabung. Tapi kalau kepentingannya berbeda 1 dan 3 tidak akan bergabung," pungkas Ujang.

Sebagai informasi, berdasarkan sejumlah hasil survei, paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka diprediksi bakal melenggang ke putaran kedua Pilpres 2024.

Pertarungan sengit elektabilitas di sejumlah hasil survei kini tersaji antara Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud.

Meski begitu, kubu Anies-Ganjar bisa saja bergabung untuk melawan Prabowo di putaran kedua Pilpres 2024.

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto mengakui kedua kubu telah berkomunikasi terkait peluang tersebut.

Hasto mengaku telah berkomunikasi dengan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla, yang telah menyatakan dukungannya untuk Anies.

Komunikasi itu, kata Hasto, termasuk soal berbagai bentuk intimidasi menjelang Pilpres yang terjadi di lapangan.

"Jadi, tim hukum kami memang sudah membangun komunikasi. Saya sendiri pernah bertemu dengan Bapak Jusuf Kalla, di mana beliau juga sangat mengkhawatirkan terhadap kecenderungan pemilu yang sepertinya sudah bergeser," kata Hasto saat menghadiri deklarasi ulama dan kiai kampung mendukung Ganjar-Mahfud di Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat (12/1/2024).

Berbahaya bagi Prabowo-Gibran?

Terpisah, pengamat politik sekaligus Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, jika koalisi kubu Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud terwujud, maka itu akan berbahaya bagi Prabowo-Gibran.

Adi mengatakan koalisi yang terjadi antara kubu pasangan nomor urut 1 dan 3, akan menjadi magnet besar dari masyarakat yang tadinya apatis pada Pilpres 2024.

Selain itu, kedekatan hubungan antara dua paslon bisa menjadi pembuka pintu komunikasi politik yang akan mereka jalin usai Pilpres 2024, tepatnya ketika pembagian kekuasaan dimulai.

"Bisa jadi ini sebagai prolog atau mukaddimah pintu komunikasi politik yang bakal mereka jalin di masa yang akan datang, pasca Pilpres terutama untuk kepentingan politik parlemen," kata Adi, Jumat (12/1/2024).

"Pemilu 2024 selain Pilpres, tentunya soal komposisi kekuatan parlemen juga pasti diincar semua kekuatan politik," imbuhnya.

Bisa layu sebelum berkembang

Terlepas dari peluang dua poros tersebut berkoalisi, setidaknya ada tiga hal yang bisa membuat wacana itu gugur sebelum berkembang. Apa saja?

1. Beda 'Semangat' 

Selama ini, Anies-Muhaimin selalu menyerukan tagline perubahan dalam setiap kampanyenya.

Seperti saat menyambangi Kedaton Kutai Kartanegara Ing Martadipura dalam agenda kampanyenya di Kalimantan Timur pada Kamis (11/1/2023), Anies menegaskan Indonesia adil makmur bisa terwujud bila kita melakukan perubahan.

Di sisi lain, Ganjar-Mahfud berkomitmen usung keberlanjutan pembangunan program Jokowi.

Ganjar Pranowo mengatakan dirinya bakal melanjutkan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jika nanti memenangi pemilu umum presiden (Pilpres) 2024.

Alasan kenapa Ganjar bakal melanjutkan kepemimpinan Jokowi adalah karena dalam dua kali pilpres sebelunya ia menjadi bagian dari tim sukses eks Gubernur DKI Jakarta ke-14 ini.

"Oh iya, jelas dong. Saya kan dua kali pilpres terakhir kemarin, selalu tim sukses," kata Ganjar kepada awak media di Nganjuk, Jawa Timur, Jumat (12/1/2024). 

2. PDIP dengan NasDem Tidak Baik-baik Saja

Hubungan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum NasDem Surya Paloh juga tampak kurang harmonis.

Kedua tokoh politik ini sempat ramai diberitakan saling sindir terkait partai sombong.

Surya Paloh, dalam catatan, pernah memberikan pernyataan soal anggota Partai Nasdem tidak boleh ada yang berlagak sombong dan merasa hebat sendiri.

Kendati pernyataan itu ditujukan untuk anggotanya sendiri, publik malah menangkap bahwa pernyataan itu ditujukan untuk partai lain.

Sementara itu, pada Rakernas II PDIP, Megawati menyentil soal Partai PDIP dianggap partai yang sombong.

Di sisi lain, Megawati merasa heran jika ada yang menyebut partainya sebagai partai sombong.

Hal ini disampaikan Megawati dalam sambutan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (21/6/2022).

"Ada orang mengatakan Ibu Mega sombong banget ya, karena ada juga yang mengatakan ada sebuah partai sombong sekali," kata Megawati.

Megawati pun sampai menanyakan alasan kenapa partainya sampai disebut sombong. (Tribunnews/Danang/Ikang)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved