Pilpres 2024
Prabowo Bakal Teruskan Penyelesaian HAM Berat Era Jokowi, PBHI: Non-Yudisial Tak Selesaikan Masalah
Selain itu, menurut Julius, dalih meneruskan program era kepemimpinan Jokowi menandakan capres nomor urut 2 itu tidak memiliki gagasannya sendiri.
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani merespons sikap calon presiden (capres) Prabowo Subianto yang akan meneruskan penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat secara non-yudisial sebagaimana kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Julius menilai, mekanisme nonyudisial tidak menyelesaikan permasalahan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Mekanisme nonyudisial tidak menyelesaikan masalah. Makanya kita tolak," kata Julius, saat dihubungi wartawan Tribunnews.com, pada Rabu (13/12/2023).
Julius menyoroti, Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PP HAM) dengan mekanisme nonyudisial yang dibentuk pemerintahan era Jokowi tidak berhasil meluruskan sejarah.
Hal itu termasuk catatan kelam Prabowo dalam hal penegakkan hak asasi manusia (HAM). Yakni terkait kasus pelanggaran HAM tentang penculikan mahasiswa pada 1997-1998.
Menurut Julius, dengan tidak diluruskannya sejarah terkait peristiwa tersebut, maka Prabowo akan terus tersandera atas predikat terlibat dalam kasus-kasus pelanggaran HAM itu.
"Termasuk menyandra dirinya (Prabowo) juga, karena cerita tentang penculikan paksa (aktivis 97-98) itu enggak pernah diluruskan sejarahnya. Makanya dia di situ tersandra," ucap Julius.
"Kalau dia membebaskan dirinya dari itu dengan menjawab program 'ya kami selesaikan' segala macam, dia membebaskan dirinya dari sandra terhadap dirinya sendiri," tuturnya.
Selain itu, menurut Julius, dalih meneruskan program era kepemimpinan Jokowi menandakan capres nomor urut 2 itu tidak memiliki gagasannya sendiri.
Termasuk dalam hal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, yang dinilai Julius tidak menjadi fokus kepemimpinan Prabowo, jika dia terpilih menjadi presiden nantinya.
"Kalau dia bilang meneruskan (Jokowi), artinya dia enggak punya gagasan sendiri kan. Artinya, dia cuma terusin doang, artinya juga HAM ini bukan menjadi concern-nya dia," kata Julius.
Baca juga: Debat Perdana, Anies Pertegas Perbedaan Sikap dengan Prabowo & Ganjar Soal IKN: Jangan Tiru Belanda
Ia mengatakan, pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden Prabowo-Gibran menjadi satu-satunya kandidat di Pilpres 2024 yang tidak memiliki program visi misi penyelesaian penyelenggaran HAM berat masa lalu.
"Cuma dia doang. (Paslon) 01 ada, 03 ada."
Sebelumnya, dikutip dari Kompas.com, Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko mengeklaim bahwa Prabowo Subianto akan meneruskan penyelesaian pelanggaran HAM berat secara nonyudisial yang menjadi langgam kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Pak Prabowo adalah Menteri Pertahanan di kabinet Pak Jokowi yang punya skema penyelesaian HAM di luar yudisial. Artinya yang sudah dimulai Pak Jokowi akan diteruskan oleh Pak Prabowo," kata Budiman kepada wartawan di kantor KPU RI, Selasa (12/12/2023).
"Itu adalah penyelesaian terbaik yang paling optimal yang bisa dilakukan, dan Pak Prabowo tidak ada isu tentang itu semua. Pak Prabowo akan meneruskan dan menyempurnakan," tambahnya.
Budiman menambahkan, siapa pun yang menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi harus menjadi bagian dari hal yang diskemakan Jokowi. Termasuk dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat.
Ia sesumbar bahwa Prabowo juga bakal mendorong implementasi kebijakan HAM sesuai tantangan terkini.
"Sekarang ini kita akan menghadapi banyak soal data privasi, perlindungan data, bicara soal lapangan kerja, hak atas pekerjaan yang mungkin akan sedikit terganggu karena banyak proses mekanisasi dalam pekerjaan, hak atas ruang publik, hak atas infrastruktur, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan," ungkap Budiman.

Sebelumnya, pada 27 Juni 2023 lalu di Pidie Aceh, Jokowi mengatakan pemerintah telah memutuskan untuk menempuh penyelesaian nonyudisial yang fokus pada pemulihan hak-hak korban tanpa menegasikan mekanisme yudisial.
Terdapat 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu terjadi dalam rentang waktu sejak 1965 hingga 2003. Berikut rinciannya :
1. Peristiwa 1965-1966.
2. Peristiwa Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985.
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989.
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989.
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999.
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999.
9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999.
10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002.
11. Peristiwa Wamena, Papua 2003.
12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.