Pilpres 2024
Anies Sindir Prabowo Tak Tahan Jadi Oposisi Setelah Diungkit Proses Jadi Gubernur, TKN Bereaksi
Calon presiden Anies Baswedan mengungkit keberadaan oposisi dalam pemerintahan Jokowi saat ini hingga Prabowo beri tanggapan tak terduga.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan mengungkit keberadaan oposisi dalam pemerintahan Jokowi saat ini.
Diketahui setelah Pilpres 2019, hanya Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tak masuk dalam kursi eksekutif.
Dari 9 partai politik yang duduk di parlemen saat ini, 7 di antaranya berada di pemerintahan.
PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, NasDem, PAN, dan PPP.
Padahal Gerindra merupakan partai utama pendukung Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019.
Namun, Gerindra akhirnya menjadi partai pemerintah dengan ditandai masuknya Prabowo Subianto ke kabinet Jokowi-Maruf Amin.
Lemahnya keberadaan oposisi saat ini menjadi sorotan Anies Baswedan saat Debat Capres yang berlangsung di kantor KPU pada Selasa (12/12/2023) malam.
Hal itu diungkapkannya saat bicara soal peran partai politik.
Baca juga: Anies Bicara Fenomena Ordal Saat Debat Capres, Pengamat Singgung TGUPP Saat Gubernur DKI
"Saya rasa lebih dari sekadar partai politik. Rakyat tidak percaya pada proses demokrasi yang sekarang terjadi, itu jauh luas dari sekadar partai politik," ujar Anies membuka gagasannya.
Menurut dia, saat berbicara demokrasi minimal ada tiga syarat yang harus dipenuhi, di antaranya adanya kebebasan berbicara, adanya oposisi yang bebas untuk mengkritik pemerintah dan menjadi penyeimbang pemerintah, serta adanya proses Pemilu atau proses Pilpres yang netral, transparan, jujur, dan adil,
"Kalau kita lihat akhir-akhir ini dua ini mengalami problem. Kita menyaksikan bagaimana kebebasan berbicara menurun, termasuk kritik partai politik dan angka indeks demokrasi kita menurun," ujarnya.
Selanjut, Anies pun menyoroti keberadaan opisisi.
Baca juga: TKN Respons Pernyataan Anies yang Sebut Prabowo Tak Tahan Oposisi: Itu Demi Rekonsiliasi Nasional
"Kita saksikan minim sekali adanya oposisi selama ini dan sekarang ujiannya adalah besok, bisakah pemilu bisa diselenggarakan dengan netralitas, dengan adil, dengan jujur," ucapnya.
Menyikapi hal tersebut, Prabowo Subianto lantas menyinggung bagaimana Anies Baswedan bisa menjadi Gubernur DKI Jakarta 2017.
Diketahui pada Pilkada DKI 2017, Anies Baswedan berduet dengan Sandiaga Uno yang kala itu merupakan kader Gerindra.
"Mas Anies, Mas Anies, saya berpendapat mas anies ini agak berlebihan. Mas Anies mengeluh tentang demokrasi ini itu dan ini, Mas Anies dipilih jadi gubernur DKI menghadapi pemerintah yang berkuasa. Saya yang mengusung bapak," ucap Prabowo.
"Kalau demokrasi tidak berjalan, tidak mungkin anda jadi gubernur. Kalau Jokowi diktator anda tidak mungkin jadi gubernur. Saya waktu itu oposisi Mas Anies, anda ke rumah saya, saya opisisi, anda terpilih," ujar Prabowo.
Sementara Ganjar yang diberikan kesempatan bicara, mengaku menjadi merasa tidak enak karena Anies dan Prabowo seolah saling membuka buku lama.
"Saya jadi enggak enak hari ini. Mohon maaf. saya tidak enak karena dua kawan saya sedang menagih janji dan membuka buku lama," ujar Ganjar.
Menurut Ganjar, keberadaan oposisi hanya soal kepentingan.
"Soal oposisi tidak oposisi, soal kepentingan saja kok. Kapan kita bertemu, kapan kita tidak bertemu, kita akan bersikap pada posisi masing-masing, tapi yang penting pendidikan politik pada masyarakat itu lah yang akan menjadi PR besar dari partai politik agar cepat dewasa," ujarnya.
Lantas, Anies diberi kesempatan untuk kembali menyikapi tanggapan Prabowo dan Ganjar.
Anies kembali menegaskan bahwa dalam proses demokrasi harus ada pemerintah dan oposisi.
Menurut Anies dua-duanya sama-sama terhormat dan ketika proses pengambilan keputusan itu dilakukan bila ada oposisi maka akan selalu ada perspektif pandangan berbeda yang membuat masyarakat bisa menilai.
"Sehingga, oposisi itu penting dan sama-sama terhormat. Sayangnya tidak semua orang tahan untuk menjadi oposisi," ucapnya.
"Seperti disampaikan Pak Prabowo, Pak Prabowo tidak tahan untuk menjadi oposisi apa yang terjadi beliau sendiri menyampaikan bahwa tidak berada dalam kekuasaan membuat tidak bisa berbinis, tidak bisa berusaha, maka itu harus berada dalam kekuasaan. Kekuasaan lebih dari soal bisnis, keuasaan lebih dari soal uang, kukasaan soal kehormatan untuk menjalankan kedaulatan rakyat," ujar Anies.
Rekonsiliasi Nasional
Menyikapi pernyataan Anies Baswedan yang menyebut Prabowo Subianto tidak tahan menjadi oposisi, Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid pun angkat bicara.
Nusron mengatakan keputusan Prabowo bergabung dengan pemerintahan Presiden Jokowi demi rekonsiliasi nasional.
"Pak Prabowo masuk ke pemerintahan bukan karena tidak tahan oposisi, apalagi karena selama oposisi tidak bisa berbisnis. Tapi karena panggilan bangsa dan sejarah," kata Nusron kepada awak media, Rabu (13/12/2023).
Selain itu langkah tersebut jadi bentuk mengatasi keterbelahan masyarakat yang terjadi di Pilpres 2019.
Sehingga, dengan jiwa besarnya Prabowo bersedia bergabung dengan Jokowi yang notabene rivalnya.
Ketua DPP Partai Golkar ini juga menegaskan bahwa langkah Prabowo bukan sebagai bentuk pragmatisme atau mencari keuntungan semata.
"Prabowo menjadi bagian dari aktor negara dan sejarah. Karena kebutuhan untuk mengatasi problem bangsa akibat keterbelahan yang menganga pasca Pilpres 2019. Negara tidak boleh pecah dan terbelah. Sehingga dibutuhkan jiwa besar Pak Prabowo untuk bersedia bergabung dalam pemerintahan Jokowi. Ini adalah bentuk rekonsiliasi nasional," ucapnya.
"Ini bukan langkah pragmatis akibat tidak tahan menjadi oposisi. Tapi demi persatuan dan kesatuan Indonesia dan masa depan demokrasi di Indonesia," jelas Nusron. (Tribunnews.com/ Danang/ Rahmat)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.