Selasa, 30 September 2025

Pilpres 2024

Pastikan Putusan Pelanggaran Etik pada 7 November 2023, MKMK Diprotes Pelapor

Petrus menduga MKMK sudah tidak mandiri lagi dalam menangani perkara dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi

Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami
Koordinator Perekat Nusantara Petrus Selestinus, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (12/10/2023). Pihaknya melayangkan somasi terhadap sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK). 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memastikan putusan terkait laporan dugaan pelanggaran etik akan dibacakan, pada 7 November 2023 mendatang atau sehari sebelum batas akhir pengusulan capres-cawapres pengganti ke KPU.

Merespons hal tersebut, Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) & Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sebagai satu di antara beberapa Pelapor dugaan pelanggaran etik menyatakan protes Keras atas sikap MKMK yang mempersingkat tahapan persidangan Perkara Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang diduga dilakukan oleh Hakim Konstitusi yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.

Baca juga: MKMK Putuskan Laporan Hakim pada 7 November, Jika Ketua MK Bersalah, Gibran Gagal Jadi Cawapres?

"Tentu sebagai Pelapor, kami sangat keberatan jika belum apa-apa Ketua MKMK sudah menetapkan akhir masa sidang harus selesai tanggal 7 November 2023, padahal MKMK memiliki jadwal waktu sidang untuk 1 bulan lamanya hingga akhir November 2023," kata Koordinator Perekat Nusantara Petrus Selestinus, dalam keterangannya, Rabu (1/11/2023).

Terkait hal ini, Petrus menduga MKMK sudah tidak mandiri lagi dalam menangani perkara dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi, jika tidak memberikan kesempatan secara maksimal kepada pihak Pelapor untuk membuktikan laporannya.

Baca juga: Hakim Konstitusi Sampai Menangis saat Diperiksa MKMK, PDIP Ajukan Hak Angket kepada MK

"Maka untuk apa masa bakti MKMK diberikan selama waktu 1 bulan. Padahal kasus nepotisme Anwar Usman yang sekarang disebut mega skandal, yang menimpa MK saat ini, seharusnya dijadikan momentum perbaikan penegakan hukum," kata Petrus.

"Terutama apa yang terjadi saat ini di MK karena faktor nepotisme telah merusak sendi-sendi Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang merdeka dan adil sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini tidak sekedar melanggar Etika tetapi juga melanggar pasal 24 UUD 1945," sambungnya.

Lebih lanjut, Petrus meminta Ketua Majelis MKMK Jimly Asshiddiqie agar bisa menjaga dan mengembalikan asas kekuasan Kehakiman yang merdeka dan asas kemandirian MK dan MKMK.

"Ketua MKMK, tidak boleh terpengaruh dengan jadwal dan tahapan pemilu di KPU, karena kondisi MK kini membutuhkan kesabaran semua pihak dengan segala konsekuensi termasuk menunda satu tahapan proses pemilu, demi menghormati proses hukum di MKMK yang kelak akan menentukan jadwal untuk membuka kembali persidangan Perkara No.90/PUU-XXI/2023 dengan Majelis Hakim Konstitusi yang baru minus Anwar Usman," tutur Petrus.

Sebelumnya, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie memastikan putusan terkait sejumlah laporan dugaan pelanggaran etik hakim MK akan selesai pada 7 November 2023.

Hal itu, dijelaskan Jimly, karena ada pemohon yang meminta agar putusan tersebut dibacakan sebelum tanggal 8 November 2023 yangmerupakan batas terakhir pengusulan bakal calon pengganti capres-cawapres di KPU.

Baca juga: Beda Sikap Hakim MK Anwar Usman dan Arief Hidayat Soal Sindiran Mahkamah Keluarga, Ada yang Sedih

"Kami mendiskusikannya (permintaan pelapor), kesimpulannya adalah kita penuhi permintaan itu maka kita rancang putusan ini harus sudah selesai tanggal 7," kata Jimly saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).

Menurut Jimly hal itu dilakukan agar publik tidak menganggap penyelesaian laporan dugaan pelanggaran etik sengaja dibuat molor.

"Kenapa tanggal 7 karena kita ingin memastikan jangan sampai timbul kesan misalnya ada orang menganggap wooo sengaja ini dimolor molorin. Padahal sebetulnya ini sudah terlalu cepat ini bekerjanya (MKMK) itu," jelas Jimly.

"Tugas kita 30 hari harusnya, cuma ada yang nanti bisa menganggap waduh ini sengaja dimolor-molor. Maka kita sepakati putusan tanggal 7," sambungnya.

Selain itu, Jimly mengatakan hal ini dilakukan juga untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.

"Dan di samping itu ini juga untuk keperluan memastikan supaya masyarakat politik kita ini mendapatkan kepastian hukum dan keadilan. Kepastian hukum yang adil supaya jangan kemana-mana lagi berpikirnya sesudah keputusan MKMK ini," ucapnya.

Sebagai informasi, MKMK menggelar sidang pendahuluan dengan memanggil 9 hakim konstitusi selaku terlapor.

Adapun sidang untuk hakim digelar tertutup.

Seperti diketahui,  Mahkamah Konstitusi (MK) menambahkan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

MK menyatakan seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu.

Hal ini diputuskan MK dalam sidang pembacaan putusan uji materi terkait batas usia capres-cawapres perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang digelar Senin (16/10/2023).

Putusan ini dianggap sebagai 'jalan pintas' bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming yang kini berusia 36 tahun untuk mencalonkan wakil presiden.

Untuk itu sejumlah kalangan melaporkan Ketua MK Anwar Usman ke MKMK diduga terkait pelanggaran kode etik atas putusan itu.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan