Jumat, 3 Oktober 2025

Pilpres 2024

JK Singgung Elektabilitas Anies dengan Kemenangan Trump, Pengamat: Survei Memang Kerap Kali Meleset

JK menyinggung elektabilitas Anies Baswedan yang kerap terseok jika dibandingkan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

Ist
Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan. Sebelumnya JK menyinggung elektabilitas Anies Baswedan yang kerap terseok jika dibandingkan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto dengan kemenangan mantan Presiden AS Donald Trump. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga merespons terkait pernyataan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) atas tingkat elektabilitas bakal capres dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan.

JK menyinggung elektabilitas Anies Baswedan yang kerap terseok jika dibandingkan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto dengan kemenangan mantan Presiden AS Donald Trump.

Menyikapi itu, Jamiluddin menilai kalau apa yang dinyatakan JK memiliki alasan kuat. Salah satunya yakni soal hasil survei yang tidak melulu harus dijadikan patokan.

"Optimisme JK beralasan karena hasil survei kerap sekali meleset. Hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di banyak negara lain," kata Jamiluddin dalam keterangannya, Selasa (1/8/2023).

Tak hanya itu, Jamiluddin juga menilai bahwa hasil survei hanya bisa digunakan saat beberapa waktu usai periode penelitiannya dilakukan.

Dalam kata lain, tidak wajar jika digunakan untuk memprediksi hasilnya ke depan.

"Hal itu terjadi karena pendapat umum itu sangat dinamis. Pendapat seseorang dapat berubah-ubah tergantung isu yang menerpa objek atau sosok yang dinilai," kata dia.

Tak hanya itu, penilaian survei juga kerap kali diberikan oleh responden yang hanya melihat pada sisi objek yang dinilai.

Dimana kata Jamiluddin, jika ada satu objek yang pada saat dilakukannya survei sedang diterpa suatu isu, maka hasil surveinya akan berpengaruh pada tingkat elektabilitas.

"Kalau isu megenai objek atau sosok yang dinilai cenderung positif, maka elektabilitasnya akan berpeluang tinggi. Sebaliknya, kalau isu menerpa objek atau sosok banyak negatifnya, maka elektabilitas berpeluang akan turun," beber dia.

Atas hal itu menurut Jamiluddin, hasil survei yang selama ini beredar wajar dijadikan oleh JK alasan untuk nantinya Anies Baswedan bisa tetap memenangkan Pilpres.

Pada hasil survei juga kata Jamiluddin, kerap mengalami kesalahan dalam penetapan sampel atau contoh penelitian.

Kesalahan itu berkaitan dengan penetapan karakteristik dan jumlah sampel.

"Bisa jadi karakteristik sampel yang diambil tidak menggambarkan karakteristik pemilih (populasi). Akibatnya, karakteristik sampel tidak merepresentasikan karakteristik pemilih (populasi)," ucapnya.

Terlebih, penetapan jumlah sampel atau responden dalam survei kebanyakan terhitung sangat sedikit.

Bahkan kata dia, jumlahnya hampir tidak mewakili seluruh jumlah masyarakat Indonesia

"Selain itu, jumlah sampel yang diteliti juga akan menentukan presisinya. Kalau jumlah sampel 1.200 dan pemilihnya 205 juta, maka presisinya rendah," kata dia.

Lebih lanjut, faktor lain juga bisa mempengaruhi hasil survei itu sendiri. Termasuk adanya 'by order' atau pesanan yang memberikan sponsor untuk menargetkan keunggulan di hasil survei.

"Dalam situasi demikian, lembaga survei tidak lagi menjadi peneliti. Ia sudah berubah menjadi tim sukses yang mengemas hasil surveinya untuk kepentingan sponsor atau capres tertentu," tukas Jamiluddin.

Atas hal itu, dinilai wajar jika JK kata Jamiluddin merasa optimistis dengan membandingkan elektabilitas Anies Baswedan dengan kemenangan Donald Trump.

Sebelumnya, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK), menanggapi perihal masih rendahnya elektabilitas bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, berdasarkan hasil sejumlah lembaga survei.

JK menyinggung kemenangan Presiden ke-45 Amerika Serikat (AS) Donald Trump, meski memiliki elektabilitas yang rendah.

"Trump juga rendah sekali elektabilitasnya menurut para peneliti," kata JK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/7/2023).

Dijelaskan mantan Ketua Umum Partai Golkar itu, kalkulasi elektabilitas tersebut kerap terjadi jelang pemilihan umum.

Namun, kata JK, ada tren yang tidak terlalu berpengaruh lantaran hanya ditentukan oleh responden yang terbatas.

"Pilihan dari pada 1.200 orang (responden) pada pemilih 205 juta (pemilih) itu tidak menggambarkan itu. Ada caranya tapi saya kira pasti tidak terlalu akurat. Itu trennya saja seperti itu," ujarnya.

Lebih lanjut, JK menyinggung Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu, di mana Anies meraih kemenangan meski memiliki elektabilitas rendah.

"Waktu di DKI juga Anies terendah kan posisi tiga tapi kemudian dia terpilih. Itu lebih kecil kurang lebih tujuh juta pemilih diwakili 1.200," ujar JK.

Adapun, elektabilitas Anies berada di posisi ketiga dalam sejumlah hasil survei. Sedangkan, bakal capres Prabowo Subianto atau Ganjar Pranowo saling kejar di posisi satu atau dua.

Misalnya hasil Lembaga survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis Minggu (23/7/2023).

Dalam survei tersebut turut disampaikan terkait dengan tingkat elektabilitas dari para sosok yang digadang berpotensi maju sebagai calon presiden (capres) dalam Pilpres 2024 mendatang.

Peneliti Utama Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi menyatakan, pihaknya menggelar survei dengan beberapa simulasi.

Dimana dalam simulasi tertutup dengan menampilkan 10 nama, nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menempati urutan paling atas tingkat elektabilitas nya.

"Di simulasi 10 nama tertutup Prabowo teratas dengan 33,5 persen, kemudian Ganjar 32,8 persen, Anies 17,8 persen, lalu Ridwan Kamil 4,2 persen," kata Burhanuddin saat menyampaikan hasil surveinya secara daring, Minggu (23/7/2023).

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved