Pemilu Amerika Serikat
Trump Sebut JD Vance Bakal Jadi Penerusnya di Pilpres AS 2028
Trump juga menilai gerakan Make America Great Again (MAGA) yang diprakarsainya mendukung penuh ide terkait penunjukkan JD Vance
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Selasa (5/8/2025), mengisyaratkan bahwa Wakil Presiden JD Vance kemungkinan akan menjadi penerusnya dalam pemilihan presiden pada 2028.
Sebelumnya, pada Februari lalu Trump sempat menghindari pertanyaan mengenai pengganti pilihannya untuk dinominasikan di Partai Republik
Pada waktu itu, Trump menyebut Vance merupakan kandidat yang "sangat mampu", namun masih terlalu dini untuk menunjuknya sebagai Capres untuk Pilpres 2028.
Adapun pertanyaan tersebut kala itu muncul setelah adanya spekulasi liar yang menyebut Trump berusaha melanggar batasan konstitusional dengan mencari masa jabatan ketiga.
Sebelumnya, Trump sempat beberapa kali dispekulasikan memiliki keinginan untuk menjabat lagi untuk ketiga kalinya, meskipun Konstitusi AS membatasi presiden hingga dua masa jabatan.
Spekulasi tersebut kian deras karena beberapa kali Trump mengisyaratkan dirinya ingin menjabat sebagai Presiden AS untuk ketiga kalinya.
Kaos yang bertuliskan "Trump 2028" dan "Tulis Ulang Aturan" bahkan terus dijual di toko daring resmi Trump.
Namun demikian, Trump mengatakan dalam acara Squawk Box di CNBC, pada Selasa ini, bahwa ia mungkin tidak akan mencari masa jabatan ketiga.
Sikap Trump yang dulunya seperti mengincar jabatan ketiga juga berubah saat ia kembali ditanya terkait sosok Capres Partai Republik untuk 2028.
Ketika ditemui pada Selasa, secara meyakinkan Trump menyebut Vance merupakan calon kuat penggantinya.
Dikutip dari Reuters, Trump juga menilai gerakan Make America Great Again (MAGA) yang diprakarsainya mendukung penuh ide terkait penunjukkan JD Vance sebagai capres Partai Republik.
Baca juga: Trump Siapkan Tarif 100 Persen untuk Chip Semikonduktor Impor Demi Dorong Produksi di AS
"Saya pikir kemungkinan besar, ya." jawab Trump merujuk pada pemilihan sosok JD Vance.
Trump kemudian mengatakan kepada media bahwa hal itu merupakan sesuatu yang wajar mengingat jabatan JD Vance saat ini yang menjadi tangan kanannya.
"Sejujurnya, hal itu terjadi karena ia adalah wakil presiden," ujarnya.
Sama seperti Februari lalu, Trump menilai penunjukkan JD Vance masih terlalu dini.
"Yang jelas masih terlalu dini untuk membicarakan hal itu, tetapi ia telah melakukan pekerjaan yang hebat," ungkap Trump.
Meski dinilai masih terlalu dini untuk memberikan dorongan ke JD Vance, Trump meyakini sosok wapresnya adalah orang yang tepat untuk menggantikannya.
"Dan pada titik ini, ia mungkin menjadi yang difavoritkan." sambung Trump.
Trump juga mengemukakan wacana bahwa JD Vance akan dipasangkan dengan Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio sebagai Cawapresnya di Pilpres 2028 mendatang.
Ia mengaku ide tersebut adalah usulan yang cukup bagus.
"Saya pikir Marco (Rubio) juga merupakan seseorang yang mungkin akan berkolaborasi dengan JD dalam bentuk tertentu," ujar Trump.
Vance sendiri merupakan mantan Marinir dan pengacara yang telah memainkan peran penting dalam pemerintahan.
Selama ini Vance bertindak sebagai penasihat kebijakan domestik utama sekaligus utusan diplomatik kunci.
Sosok Wakil presiden AS ini sebelumnya juga telah menyatakan bahwa ia mau mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan 2028, tetapi hanya setelah berkonsultasi dengan Trump.
Sementara itu Marco Rubio yang merupakan mantan senator Florida, juga mengalami peningkatan pamor selama menjabat sebagai Menteri Luar Negeri AS,
Rubio juga tercatat menjadi pejabat pertama sejak Henry Kissinger yang menduduki posisi Menlu AS sekaligus penasihat keamanan nasional dan sekretaris negara.
Aturan Batasan Periode untuk Presiden AS
Batasan periode jabatan presiden merupakan salah satu fondasi penting dalam sistem demokrasi Amerika Serikat yang dirancang untuk mencegah konsentrasi kekuasaan berlebihan.
Aturan ini kini diatur secara ketat dalam Konstitusi AS melalui Amandemen ke-22 yang menjadi landasan hukum pembatasan masa jabatan presiden.
Sebelum adanya aturan konstitusional, pembatasan masa jabatan presiden Amerika Serikat berupa tradisi sukarela yang dimulai sejak masa George Washington.
Tradisi ini dipraktikkan oleh hampir semua presiden hingga akhirnya dilanggar oleh Franklin D. Roosevelt (FDR) yang terpilih empat kali sebagai presiden (1933-1945).
Kasus FDR kemudian menjadi pemicu utama lahirnya usulan pembatasan masa jabatan presiden secara konstitusional.
Setelah kematiannya pada 1945, kongres mulai serius membahas perlunya pembatasan masa jabatan presiden untuk mencegah terulangnya situasi serupa.
Aturan tersebut kemudian dituangkan dalam Amandemen ke-22 yang resmi diratifikasi pada tahun 1951 setelah hampir empat tahun proses deliberasi yang panjang.
Amandemen ini secara eksplisit membatasi jumlah periode jabatan presiden Amerika Serikat.
Adapun Pasal utama Amandemen ke-22 berbunyi:
"Tidak seorang pun boleh dipilih untuk menjabat sebagai Presiden lebih dari dua kali, dan tidak seorang pun yang telah memegang jabatan Presiden, atau bertindak sebagai Presiden, selama lebih dari dua tahun dari masa jabatan yang awalnya dipilih oleh orang lain, boleh dipilih sebagai Presiden lebih dari satu kali."
Amandemen ini secara efektif membatasi masa jabatan presiden maksimal 10 tahun.
Adapun terdapat pengecualian khusus bagi mereka yang menggantikan presiden di tengah masa jabatan:
Jika seseorang menggantikan presiden dan menjabat kurang dari dua tahun dari masa jabatan tersebut, mereka masih berhak dipilih dua kali dalam pemilihan berikutnya.
Jika menjabat lebih dari dua tahun dari masa jabatan presiden sebelumnya, mereka hanya berhak dipilih satu kali lagi.
Aturan ini dirancang untuk mengakomodasi situasi ketika wakil presiden harus menggantikan presiden yang meninggal atau tidak dapat menjalankan tugas, seperti yang terjadi pada Lyndon B. Johnson setelah pembunuhan John F. Kennedy.
Sejak diratifikasi pada 1951, Amandemen ke-22 telah menjadi landasan konstitusional yang mengatur pergantian kepemimpinan eksekutif di Amerika Serikat.
Semua presiden yang menjabat setelah ratifikasi amandemen ini telah mematuhi batasan dua periode jabatan.
Batasan ini telah menjadi bagian integral dari sistem politik Amerika yang menjamin pergantian kepemimpinan secara teratur dan mencegah terkonsentrasinya kekuasaan dalam tangan satu individu untuk waktu yang terlalu lama.
(Tribunnews.com/Bobby)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.