Bermalam di ruang bawah tanah, ‘relawan Indonesia di Gaza belum tentu aman dari serangan Israel’
Tiga WNI berlindung dari serangan Israel di Rumah Sakit Indonesia di Gaza. Namun pada tahun-tahun sebelumnya, rumah sakit ini kerap…
Di tengah eskalasi serangan militer Israel ke Jalur Gaza, tiga warga Indonesia yang bekerja secara sukarela untuk lembaga penyalur bantuan kemanusiaan MER-C harus terus bersiasat untuk menghindari serangan bom dan dampaknya yang bisa mematikan.
MER-C meminta mereka bermalam di ruang bawah tanah Rumah Sakit Indonesia yang berada di kawasan Gaza utara. Namun panduan keselamatan ini disebut tidak bisa menjamin apapun karena sebelumnya sejumlah rumah sakit di Gaza rusak akibat serangan militer.
Sebuah bom yang dijatuhkan pesawat tempur Israel jatuh tidak jauh dari Rumah Sakit Indonesia, Senin (30/10), kata Fikri Rofiul Haq, salah satu relawan MER-C asal Indonesia di Gaza.
"Banyak serpihan pasir dan besi yang terpental masuk ke kompleks Rumah Sakit Indonesia," ujar Fikri melalui layanan pesan singkat.
Serangan militer Israel yang nyaris mengancam keselamatan Fikri serta dua relawan lain asal Indonesia bukan baru kemarin saja terjadi.
Sebelumnya, kata Fikri, sebuah rumah susun warga Gaza yang berada beberapa ratus meter dari Wisma Jose Rizal hancur dibom. Di gedung yang biasa disebut Wisma Indonesia itulah Fikri, dua rekannya, dan para pekerja medis Rumah Sakit Indonesia selama ini tinggal.
"Akibat bom itu, banyak warga Gaza yang mengungsi ke Rumah Sakit Indonesia, jumlah sekitar 2000 orang," ucapnya.
Sarbini Abdul Murad, Ketua Presidium MER-C di Indonesia, menyebut lembaganya telah memberi panduan keselamatan bagi Fikri dan dua relawan mereka lainnya.
Mereka meminta tiga relawan MER-C untuk bermalam di ruang bawah tanah Rumah Sakit Indonesia dan tidak berpergian jauh dari kompleks medis itu.
Meski begitu, kata Sarbini, mengikuti panduan keselamatan dengan bertahan di gedung yang menurut Konvensi Jenewa 1949 merupakan zona netral perang tidak bisa menjamin keselamatan relawan MER-C.
"Sesuai Konvensi Jenewa, rumah sakit adalah salah satu lokasi yang dilindungi dalam kondisi perang. Relawan kami menginap di rumah sakit. Mereka tidak berkeliaran. Tapi itu bukan jaminan mereka akan selalu selamat," tuturnya.
"Kami memberikan panduan keselamatan kepada mereka. Itulah upaya maksimal yang bisa kami lakukan untuk mereka," kata Sarbini.
Sarbini merujuk sejumlah pengeboman yang menyasar sejumlah kompleks rumah sakit di Gaza dalam beberapa hari terakhir. Dia merujuk peristiwa di mana Israel melancarkan serangan ke sekitar Rumah Sakit Al-Ahli dan Rumah Sakit Al-Quds di Gaza.
Dalam pernyataan kepada BBC, militer Israel mengaku menargetkan daerah di dekat rumah sakit karena "berdasarkan informasi intelijen, terdapat seorang pemimpin Hamas di daerah yang berdekatan dengan rumah sakit".
"Jadi kondisi relawan kami 'aman-tidak aman'. Kondisi mereka di ujung tanduk," kata Sarbini.
"Kami meminta mereka tidur malam di basement rumah sakit. Itulah upaya maksimal yang bisa kami lakukan untuk mereka," ujarnya.
Di mana lokasi Rumah Sakit Indonesia?
Rumah Sakit Indonesia terletak di kawasan Gaza utara, sekitar tiga kilometer dari perbatasan dengan Israel.
Kompleks rumah sakit ini tak jauh dari kawasan Beit Hanoun yang baru-baru ini hancur lebur diterjang bom udara Israel.
Rumah Sakit Beit Hanoun tidak luput dari dampak serangan itu, yang menurut Kementerian Kesehatan Gaza, menghadapi kesulitan besar untuk tetap beroperasi.
Sebelum eskalasi tempur yang meningkat di Gaza pada Oktober ini, Rumah Sakit Indonesia telah beberapa kali terdampak pengeboman Israel.
Rumah sakit ini dibangun pada periode tahun 2011 hingga 2015. Biaya pembangunannya berasal dari sumbangan publik yang disalurkan kepada MER-C dan juga bantuan dana dari pemerintah Indonesia.
Wakil Presiden Indonesia pada periode itu, Jusut Kalla, datang ke Gaza untuk turut meresmikan operasional rumah sakit tersebut. Memiliki fasilitas sekitar 100 kasur rawat inap, empat ruang operasi dan 10 ruang rawat perawatan intensif, Rumah Sakit Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di Gaza.
Fikri dan dua relawan MERC asal Indonesia sehari-hari membantu operasional rumah sakit tersebut, bukan sebagai pekerja medis. Ketiga relawan yang berstatus mahasiswa itu juga ditugaskan MERC untuk membeli bantuan makanan dengan dana sumbangan dari warga Indonesia.
Dalam situasi mencekam seperti saat ini, kata Fikri, mereka berusaha untuk tidak berpergian terlalu jauh dari kompleks rumah sakit. Mereka keluar kawasan itu hanya untuk membeli kebutuhan medis seperti obat-obatan yang didanai oleh donasi publik kepada MERC.
Fikri berkata, mereka sesekali juga kembali ke Wisma Jose Rizal atau yang biasa disebut Wisma Indonesia. Sebelum peningkatan eskalasi militer di Gaza, Oktober ini, ketiganya tinggal di bangunan yang berada di seberang Rumah Sakit Indonesia terebut.
"Kami tinggal di basement rumah sakit selain karena kondisi di luar sangat mencekam, tapi Ini juga agar kami bisa terus mengakses internet yang tersedia di rumah sakit. Sampai sekarang wisma kami belum tersambung akses internet," kata Fikri.
"Kami hanya kembali ke wisma untuk makan dan mengambil keperluan lain. Kami hanya bisa beraktivitas di lantai satu wisma karena banyak bagian gedung rusak berat. Banyak plafon ambruk. Kabel terputus. Sebagian kamar pasien di situ juga rusak," tuturnya.
Proses evakuasi WNI
Warga negara Indonesia yang berada di Gaza saat ini berjumlah 10 orang. Selain tiga relawan MER-C, WNI di Gaza adalah orang yang menikah dengan warga lokal.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, menyebut seluruh WNI tersebut masih dalam kondisi selamat. Dalam keterangan kepada pers, Iqbal membantah kabar yang beredar di media sosial tentang seorang WNI bernama Ahmad Hisyam yang tewas di Gaza.
Iqbal berkata, kabar kematian tentang Ahmad Hisyam memang benar, tapi dia bukan WNI. Hisyam, kata Iqbal, merupakan relawan yang bekerja untuk sebuah lembaga kemanusiaan asal Indonesia.
Sarbini Murad, pimpinan MER-C Indonesia, menyebut tiga relawan lembaganya hingga saat ini masih menyatakan keengganan untuk dievakuasi keluar Gaza.
Menurut kabar yang dia terima, dua dari 10 WNI di Gaza sebenarnya sudah menyatakan kesediaan untuk mengikuti proses evakuasi yang akan dilakukan pemerintah Indonesia. Namun kondisi di Gaza, kata Sarbini, belum memungkinkan keduanya untuk keluar dari kawasan tersebut.
Berbicara kepada pers di Jakarta, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berkata bahwa pemerintah masih terus berupaya mengevakuasi WNI dari Gaza. Namun, kata dia, "belum ada satu pun negara yang dapat mengevakuasi warga negaranya".
Retno berkata, evakuasi itu mustahil dilakukan tanpa jaminan keamanan dan ketersediaan jalur yang aman. "Yang kami (pemerintah Indonesia) adalah evakuasi yang aman," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemerintah Indonesia mengecam serangan Israel kepada warga sipil di Palestina. Dia berkata, gencatan senjata harus dilakukan untuk menghentikan rantai kekerasan di Gaza.
"Posisi Indonesia sangat jelas dan tegas: mengutuk keras serangan acak terhadap masyarakat sipil dan fasilitas sipil di Gaza," kata Jokowi dalam keterangan pers, Senin kemarin.
Jokowi berkata, pemerintah Indonesia akan mengirim bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina pekan ini. Selain bantuan kemanusiaan, Jokowi menyebut pemerintah akan terus berkomunikasi dengan sejumlah pihak untuk mendorong penghentian kekerasan dan gencatan senjata.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.