Senin, 6 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Ukraina Tembakkan Rudal Toskha ke Donbass, Presiden Putin Sindir Kanselir Jerman Olaf Scholz

Putin dan Olaf Scholz berbicara lewat telepon, Jumat (18/3/2022), mendiskusikan perkembangan situasi Ukraina.

Dokumentasi Tribunnews
ILUSTRASI FOTO Sudut Donbass Arena yang rusak terkena ledakan bom. 

TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Presiden Rusia Vladimir Putin meminta perhatian Kanselir Jerman Olaf Scholz atas serangan rudal Toskha oleh militer Ukraina ke kota Donetsk dan Makeevka.

Ungkapan Putin itu sekaligus sindiran atas sikap Jerman yang menutup mata atas kekejaman milisi dan militer Ukraina terhadap penduduk berbahasa Rusia di Donbass.

Putin dan Olaf Scholz berkomunikasi via telepon Jumat (17/3/2022). Presiden Putin menekankan serangan ini merupakan "kejahatan perang", tetapi masih diabaikan sepenuhnya oleh barat.

Di Moskow, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengecam rangkaian pernyataan Presiden AS Joe Biden, yang menyebut Putin sebagai "diktator pembunuh", "murni penjahat ", dan "penjahat perang".

Baca juga: Kremlin Tanggapi Santai Tudingan Putin Penjahat Perang, Sebut Biden Mudah Tersinggung dan Pelupa

Baca juga: Joe Biden Sebut Vladimir Putin Penjahat Perang, Rusia Bereaksi

Baca juga: Bungkam Kritik soal Perang, Putin Bersumpah akan Bersihkan Rusia dari Sampah dan Pengkhianat

Biden mengobral tuduhan-tuduhan itu sepanjang pidato terbarunya di Washington. Peskov menyebut pidato Biden berubah jadi penghinaan setiap hari ke Putin dan Rusia.

Peskov menambahkan pernyataan seperti itu seharusnya tidak dapat diterima datang dari seorang presiden negara yang telah membunuh ratusan ribu orang di seluruh dunia menggunakan bomnya.

“Mempertimbangkan sifat Biden yang mudah tersinggung, kelelahannya, terkadang kelupaan yang mengarah pada pernyataan agresif, kami tidak akan memberikan penilaian kasar (dari pernyataannya) agar tidak menyebabkan lebih banyak agresi,” kata Peskov.

Rusia dan Ukraina saling menuduh militer masing-masing menyerang objek sipil. Kremlin telah berulang kali menjamin pasukan Rusia hanya melakukan serangan terhadap sasaran militer.

Angkatan bersenjata Ukraina dan elemen batalyon nasionalis Negara itu telah melakukan serangan secara rutin terhadap Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk (DPR dan LPR).

Kekerasan meningkat sejak kedua wilayah itu mendeklarasikan kemerdekaan setelah kudeta yang didukung barat di Kiev pada 2014.

Serangan besar terbaru terjadi pada 14 Maret, ketika sebuah rudal Tochka-U (versi NATO dinamai SS-21 Scarab) menghantam pusat Donetsk, menewaskan 20 orang dan melukai 35 lainnya.

Otoritas DPR mengklaim rudal itu dipersenjatai munisi tandan terlarang. Utusan Rusia untuk PBB mengecam serangan itu sebagai serangan teroris dan kejahatan perang.

Perundingan Rusia-Ukraina

Dalam percakapannya dengan Olaf Scholz, Putin menyinggung pembicaraan Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung.

Putin mengatakan Kiev sedang mencoba untuk menunda negosiasi dengan membuat proposal yang semakin tidak realistis.

Dia menambahkan Rusia tetap terus mencari solusi untuk merundingkan kesepakatan untuk mengakhiri permusuhan.

Peskov mengatakan teks kesepakatan belum dinegosiasikan dan menambahkan delegasi Rusia siap bekerja lebih cepat. Dia menyesalkan Ukraina tak menunjukkan niat sama.

Dalam perspektif Scott Ritter, seorang mantan perwira intelijen Korps Marinir AS, konflik Ukraina-Rusia memperlihatkan kecenderungan kegagalan Biden mengelola masalah.

Ritter yang pernah jadi inspektur nuklir PBB mengatakan, tidak ada bukti maupun petunjuk Rusia bermaksud “terus bergerak ke barat.”

Di sisi lain, baik Eropa maupun AS, menurutnya tidak akan melakukan intervensi atas nama Ukraina guna melawan Rusia.

Sekutu NATO itu lebih banyak bertindak menyemangati Ukraina seperti orang Romawi yang haus darah menyaksikan gladiator bertempur di Colosseum.

Sementara Biden menganggap Ukraina dan presidennya sedang terkepung, dia gagal menjelaskan kepada rakyat Amerika mengapa ada perang di Ukraina.

Tak ada pembicaraan tentang peran Amerika di Maidan pada 2014, dan tidak ada diskusi tentang peran ultra-nasionalis sayap kanan Ukraina dalam menindas penduduk berbahasa Rusia di Ukraina.

Tidak pula disebutkan penembakan ke wilayah Donbass yang memisahkan diri. Serta tak ada diskusi peran NATO dalam menciptakan situasi keamanan yang tidak dapat dipertahankan bagi negara Rusia.

Menurut Ritter dalam artikelnya di Russia Today, jingoisme sederhana dimainkan secara baik oleh Biden lewat pidato-pidato politik yang disiarkan di televisi Amerika.(Tribunnews.com/RussiaToday/Sputniknews/xna)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved