Peneliti Jepang Uji Pengencer Darah untuk Sakit Ginjal sebagai Obat Corona

TRIBUNNEWS.COM - Sebuah obat pengencer darah yang digunakan untuk mengobati sakit pankreatitis dan ginjal disinyalir efektif untuk pengobatan virus corona atau Covid-19.

Menurut peneliti dari Universitas Tokyo, Rabu (18/3/2020) lalu mereka mengklaim akan segera melakukan uji klinis ini sebulan lagi.

Obat yang dikenal dengan nama ilmiah nafamostat ini memang lazim digunakan mencegah pembekuan darah.

Obat ini mengandung inhibitor enzim yang berpotensi menyebabkan hal tersebut pada tubuh, dilansir Japan Times.

Baca: Siapkan Jutaan Obat untuk Pasien Corona, Jokowi: Kita Tidak Diam

Baca: Apa Itu Avigan? Obat Corona Asal Jepang yang Dipesan Jokowi Sebanyak 2 Juta Butir

Jadi mekanisme itu bertujuan untuk menekan protein yang dibutuhkan virus untuk masuk ke dalam sel manusia.

Pernyataan ini dikonfirmasi oleh Institute of Medical Science.

Salah satu tim peneliti, Junichiro Inoue berencana untuk memulai penelitian klinis dengan sejumlah lembaga.

Pria yang juga seorang profesor ini ingin menggandeng Pusat Kesehatan Nasional dan Kedokteran Global.

Tim peneliti sebelumnya menemukan potensi obat ini untuk Covid-19 melalui percobaan yang mensimulasikan infeksi sel-sel manusia oleh virus corona.

"Kami mengharapkan obat yang bisa menekan gejala pneumonia dan kondisi lainnya," kata Inoue.

Nafamostat atau pengencer darah ini menambah daftar panjang obat-obat yang diduga berpotensi memperbaiki kondisi pasien Covid-19.

Namun tidak ada perawatan atau jaminan untuk hal tersebut.

Tetapi banyak perusahaan farmasi bergabung untuk berlomba-lomba menemukan terapi potensial.

China Klaim Keberhasilan Obat Buatan Jepang untuk Pasien Covid-19

Otoritas medis di China mengatakan obat yang digunakan Jepang untuk mengobati influenza tampaknya efektif untuk pasien Covid-19.

Otoritas Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi China, Zhang Xinmin mengataan pengujian obat favipiravir, menunjukkan hasil menggembirakan.

Obat produksi anak perusahaan fujifilm ini diujikan kepada 340 pasien Covid-19 di Wuhan dan Shenzhen.

"Ini (favipiravir) memiliki tingkat keamanan yang tinggi dan jelas efektif dalam perawatan," jelas Zhang pada Selasa lalu dilansir Guardian.

Pasien dari Shenzen yang diberi obat ini berangsur-angsur membaik dan hasil tesnya menunjukkan negatif virus corona.

Padahal sebelumnya pasien tersebut dinyatakan positif selama empat hari perawatan.

Biasanya rata-rata tubuh pasien akan menunjukkan hasil negatif seteah 11 hari khususnya bagi mereka yang tidak diberi obat ii.

Selain itu, sinar X menunjukkan peningkatan kondisi paru-paru kepada sekitar 91 persen pasien yang diobati dengan favipiravir.

Sedangkan mereka yang tidak diobati dengan favipiravir hanya sampai pada 62 persen.

Pengembang obat tersebut, Fujifilm Toyama Chemical enggan berkomentar terkait klaim itu.

Dokter di Jepang sendiri juga menggunakan favipiravir untuk uji klinis pada pasien Covid-19 dengan gejala ringan sampai sedang.

Kali ini tujuannya agar virus berhenti berkembang biak di dalam tubuh pasien.

Tapi Kementerian Kesehatan Jepang menyatakan obat ini tidak efektif pada orang dengan gejala lebih parah.

"Kami telah memberi Avigan kepada 70 sampai 80 orang, tetapi tampaknya tidak tidak berfungsi dengan baik ketika virus sudah berlipat ganda," kata sumber dari Kemenkes Jepang.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)