Serial Yakuza Indonesia
Perusahaan Bersaing, Polisi Manfaatkan Kesempatan Meminta Uang (10)
Polisi di mana pun ternyata sama, tak lepas dari berbagai kesalahan. Wajarlah masih manusia biasa.
TRIBUNNEWS.COM - Polisi di mana pun ternyata sama, tak lepas dari berbagai kesalahan. Wajarlah masih manusia biasa. Di Jepang pun ternyata juga tidak sedikit polisi yang melakukan kesalahan berbagai macam hal. Terungkap dari pemaparan dan data yang disampaikan Manabu Miyazaki, pengarang sedikitnya 50 buku telah diterbitkan, antara lain buku "Toppamono" yang terjual 600.000 eksemplar dan terlaris di Jepang langsung semuanya kepada penulis saat ngobrol di sebuah hotel di Tokyo pada hari Sabtu (19/1/2013) kemarin. Miyazaki juga anak seorang top bos Yakuza, kelompok Teramura-gumi, yang bermarkas di Fushimi, Kyoto.
“Polisi Jepang itu juga terima uang, siapa bilang tidak terima uang. Tapi hal ini juga dimanfaatkan oleh perusahaan yang saling bersaing satu sama lain,” ungkapnya,
Misalnya saja perusahaan kontraktor A ingin menjatuhkan kontraktor B pesaing kuatnya. Maka ditelusurilah CEO Perusahaan B jadwalnya setiap hari ke mana saja. Pada saat CEO B ke lapangan golf, biasanya orang Jepang minum bir seusai latihan di lapangan golf. Lalu pulang menyetir mobil sendiri, di tengah jalan dicegat polisi dan diperiksa test urine ketahuan ada kadar alkohol tinggi. UU Lalu-lintas Jepang melarang orang berkadar alkohol tinggi menyetir mobil.
“Di situlah polisi akan menangkap dan memenjarakan CEO B dan perusahaannya pun akan rusak setelah diberitakan berbagai koran. Sedangkan polisi yang melakukan hal itu dapat bocoran dan terima uang dari Perusahaan A saingannya B,” jelasnya lagi.
Banyak kesempatan bagi polisi untuk menerima uang atau perlakuan khusus dari berbagai perusahaan besar Jepang, tambahnya, namun semua itu tentu tak terungkap ke permukaan, apalagi ke media massa.
Dari berbagai pemberitaan koran Jepang, misalnya Tokyo Shimbun 4 September 2012 menuliskan, polisi ketahuan kerjasama dengan yakuza di Fukuoka, sehingga kepercayaan masyarakat berkurang kepada polisi. Masih dalam berita itu dituliskan pula, polisi Osaka mengarang-ngarang adanya barang bukti puntung rokok, lalu polisi Wakayama merusak barang bukti sehingga dapat mempengaruhikeputusan pengadilan.
Polisi bulan Juni 2012 mencatat lebih dari 200 orang petugas polisi mendapat hukuman, pertama kali dalam sembilan tahun terakhir, lebih dari 200 polisi berbuat kesalahan pelanggaran hukum. Sanksinya bermacam-macam mulai suspenssi jabatan karier dan sebagainya, bahkan ada yang dipecat dari kepolisian Jepang.
Sankei Shimbun 10 Agustus tahun lalu bahkan lebih rinci lagi mengungkapkan bahwa dari jumlah yang terkena sanksi tersebut, 52 orang polisi antara lain terlibat penipuan, pencurian, pelecehan seksual serta pemalsuan dokumen.
Satu polisi di Nagasaki Desember 2011 terbukti menjadi penguntit wanita dan membunuh wanita tersebut. Koran Sankei Shimbun itu pun pada akhir beritanya menuliskan, “Ada kemungkinan bahwa lebih dari 10 tahun setelah berlalunya reformasi polisi, kualits malah memburuk dengan jumlah skandal yang malah meningkat. Untuk itu dibutuhkan semangat polisi senior untuk menjaga reformasi tersbeut agar tetap baik sehingga akhirnya dapat memperoleh kepercayaan dari rakyat kembali.”
Sankei Shimbun 13 Mei 2012 juga mengungkapkan ada kepala polisi di sebuah bar di Suzukino, Sapporo, Hokkaido yang mengutil DVD porno di sana, “Sayang ah kalau beli,” kata oknum polisi itu sambil membawa DVD begitu saja.
“Kita lihat banyak sekali bukti dan banyak sekali jumlah polisi terlibat kejahatan di Jepang,” tekan Miyazaki lagi. Lalu bagaimana kelanjutan mereka para polisi nakal itu dan sejauh mana hukum diterapkan, jadi pertanyaan banyak orang.
Namun kepada yakuza justru terjadi ketidakadilan, diskriminasi dengan UU Anti Yakuza yang keluar Oktober 2011. Itulah yang selalu dikritik Miyazaki selama ini dan berharap agar semua perundangan dikeluarkan bisa lebih adil tidak diskriminatif.
“Hanya yang bersalah saja, ada buktinya, barulah dihukum dan dipenjarakan, saya dukung itu saya setuju. Tapi kalau cuma nama kelompok yakuza saja sudah dibatasi hak privacy-nya, beda dengan orang biasa, apakah itu adil, padahal mereka tidak melakukan kesalahan, sudah dijatuhkan “hukuman” dengan peraturan tersebut. Bahkan diberikan label “Berbahaya”. Jelas itu diskriminatif. Padahal mereka sendiri para polisi banyak melakukan pelanggaran hukum,” tekannya lagi mengakhiri obrolannya dengan penulis. -Selesai- (Bakabon)
INTERNASIONAL POPULER