Ibadah Haji 2025
Ribuan Jemaah Sempat Tak Dapat Tenda hingga Jatah Makan Telat di Arafah, PPIH Sebut Ini Penyebabnya
Ada 1.392 jemaah haji Indonesia tidak mendapatkan ruang untuk tinggal di tenda Arafah. PPIH mengakui ada kendala.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Muchlis M Hanafi mengakui penempatan jemaah Indonesia di tenda-tenda Arafah sempat mengalami sejumlah masalah.
Baca juga: Arab Saudi Minta Maaf Usai Jalur Arafah, Muzdalifah dan Mina Macet, Jemaah Haji Jalan Berjam-jam
Dikutip dari laman resmi Kementerian Agama, diketahui, pada fase Wukuf, ada 1.392 jemaah haji Indonesia tidak mendapatkan ruang untuk tinggal di tenda Arafah.
Jemah ini berasal dari kloter (kelompok terbang) campuran yang baru tiba di Arafah hingga 9 Dzulhijjah pagi.
“Atas nama Ketua PPIH Arab Saudi, saya menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan sebagian jemaah haji Indonesia,” terang Mukhlis M Hanafi dikutip dari Kemenag.go.id , Minggu (8/6/2025).
Baca juga: Isi Lengkap Khutbah Wukuf di Tenda Misi Haji Indonesia di Arafah Siang Ini, Tekankan Persaudaraan
Wukuf di Arafah sebagai rangkaian puncak ibadah haji berlangsung pada 9 Zulhijjah 1446 H, bertepatan dengan 5 Juni 2025.
Jemaah haji Indonesia diberangkatkan dari hotel di Makkah menuju Arafah pada 4 Juni 2025.

Dalam proses itu, ada sejumlah jemaah yang sempat tidak mendapatkan tempat di tenda Arafah.
Kondisi tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor.
Pertama, ada sejumlah tenda yang sebenarnya masih menyisakan ruang tapi tidak bisa teroptimalisasikan untuk diisi oleh jemaah dengan berbagai alasan.
Baca juga: Petunjuk Ibadah bagi Jemaah Haji Wukuf di Tenda Khusus Kerajaan
"Misalnya, tenda berkapasitas 350, sebenarnya baru dihuni 325 jemaah dari satu kelompok, namun tidak dapat diakses jemaah lain, bahkan meski dari markaz yang sama,” ujar Mukhlis.
Kedua, skema pemberangkatan jemaah berbasis hotel menyulitkan penataan dan penempatan jemaah. Penempatan jemaah di hotel Makkah pada dasarnya berbasis markaz dan syarikah.
Namun, pada praktiknya ada juga sejumlah jemaah yang memilih berpindah hotel meski beda markaz dan syarikah, dengan berbagai alasan dan tidak selalu karena penggabungan pasangan.
“Karena sistem keberangkatan dari Mekkah ke Arafah menggunakan pendekatan berbasis hotel, bukan berdasarkan markaz atau syarikah, maka tenda-tenda tertentu terisi penuh lebih dulu, bahkan sebelum jemaah yang juga dijadwalkan menempati tenda tersebut tiba di lokasi,” kata Mukhlis.
Ketiga, jumlah petugas tidak sebanding dengan jemaah. PPIH Arab Saudi telah membagi tugas layanan kepada tiga daerah kerja (daker).
Daker Bandara bertanggung jawab dalam layanan jemaah di Arafah, Daker Makkah di Muzdalifah, sedang Daker Madinah di Mina.
“Dengan jumlah tidak terlalu banyak, petugas harus berjibaku melayani lebih dari 203 ribu jemaah yang tersebar di 60 markaz di Arafah. Ini menyebabkan kesulitan dalam membantu petugas Markaz dalam mengatur penempatan secara disiplin. Bahkan, banyak petugas yang kelelahan,” tuturnya.
Keempat, mobilitas jemaah yang tidak terkendali. Dijelaskan Mukhlis, banyak jemaah berpindah tenda secara sepihak untuk berkumpul dengan kerabat atau kelompok bimbingan dari daerah asal.
“Perpindahan ini memperburuk distribusi beban tenda dan menyulitkan kontrol layanan secara keseluruhan,” paparnya.
Jemaah Telat Mendapatkan Jatah Makan
Kondisi ini juga berdampak pada gangguan distribusi konsumsi jemaah. Selama di Arafah, jemaah haji Indonesia mendapatkan lima kali makan pada 8-9 Zulhijjah 1446 H.
Penempatan jemaah yang tidak sesuai rencana menyulitkan pihak syarikah/markaz proses distribusi makanan dan logistik.
“Sebagian jemaah tidak mendapatkan jatah makan tepat waktu karena data distribusi di Markaz/Syarikah tidak cocok dengan kondisi riil,” ujar Mukhlis.
Solusi dari PPIH
Persoalan penempatan jemaah di Arafah kata Mukhlis bisa diselesaikan.
Pihaknya melakukan langkah cepat untuk mengurai kepadatan dan memastikan seluruh jemaah mendapat tempat yang layak dan distribusi konsumsi yang lebih baik.
Pertama yakni menyisir dan memvalidasi ulang kapasitas tenda.
Dijelaskan Mukhlis, petugas melakukan penyisiran menyeluruh ke tenda-tenda Arafah dan menemukan banyak kasur yang seharusnya kosong sudah ditempati oleh jemaah.
“Pemetaan ulang menunjukkan bahwa beberapa tenda masih menyimpan kapasitas tambahan,” ucap Mukhlis.
Kedua adalah mengalihkan tenda petugas untuk jemaah. Tiga tenda petugas di wilayah Markaz 105 (Syarikah Rifadah) dialihfungsikan dan dipakai untuk menampung jemaah yang belum kebagian tempat.
Ketiga yang dilakukan PPIH Arab Saudi adalah melobi pihak Syarikah untuk menyiapkan tambahan tenda. Langkah ini cukup berhasil.
"PPIH bernegosiasi dengan beberapa syarikah agar menyediakan tenda tambahan guna menampung kelebihan jemaah,” sebutnya.
Keempat, pemanfaatan tenda utama Misi Haji Indonesia. Tenda utama Misi Haji Indonesia pada akhirnya juga digunakan untuk menampung jemaah terdampak overkapasitas.
Kelima adalah koordinasi efektif dengan Kementerian Haji Arab Saudi. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief secara khusus melakukan komunikasi intensif dengan Kemenhaj. Langkah ini membuahkan hasil, sekitar 2.000 jemaah berhasil ditempatkan di tenda-tenda cadangan resmi yang disiapkan oleh pihak Saudi.
“Melalui upaya-upaya tersebut, kepadatan mulai terurai dan saat puncak wukuf, seluruh jemaah sudah berada di tenda untuk melaksanakan ibadah dengan tenang dan khusyuk,” tegas Mukhlis M Hanafi.
“PPIH Arab Saudi terus berupaya semaksimal mungkin agar seluruh jemaah Indonesia dapat menjalani puncak ibadah haji dengan aman, nyaman, dan terlayani,” pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.