Virus Corona
Perubahan Status Endemi Belum Tentu Baik, Pakar Epidemiologi: 'Jangan Terjebak'
Status endemi bukan berarti semua masalah berakhir bahkan tetap menimbulkan masalah yang serius
Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman mengingatkan masyarakat untuk tidak menganggap endemi adalah baik.
"Jangan terjebak menganggap endemi baik. menganggap bahwa endemi itu tidak berbahaya.
Menganggap bahwa endemi satu keberhasilan. Tidak, yang harus kita tuju adalah terkendali, atau setidaknya sporadis," ungkap Dicky pada Tribunnews, Senin (28/3/2022).
Ia pun menjelaskan istilah terkendali adalah tidak ada kasus selama berbulan-bulan.
Misalnya terhitung 3-4 bulan.
Kalau pun ditemukan kasus, maka jumlahnya dan tidak menyebabkan kematian.
Bahkan mereka yang terinfeksi tidak sampai dirawat ke ICU.
Baca juga: Saat Pandemi, PLN Berhasil Pangkas Utang Rp 51 Triliun
Kondisi seperti ini lah yang harus dicapai oleh masyarakat Indonesia.
"Itu yang harus kita kejar. Makanya setiap penyakit menular, disebabkan programnya pengendalian penyakit menular. Bukan pengendalian endemi," tegasnya.
Status endemi bukan berarti semua masalah berakhir bahkan tetap menimbulkan masalah yang serius.
Hal ini jika dilihat pada kasus HIV dan demam berdarah yang menyebabkan kematian hingga jutaan.
Selain itu juga berdampak pada banyak situasi sosial dan ekonomi. Karenanya yang harus dituju oleh masyarakat diganti, dari endemi menjadi terkendali.
Dan endemi kata Dicky tidak bisa dikendalikan.
Meskipun karakter sebagian negara telah menjadi endemi, tapi tidak semua negara seperti itu.
Tapi perlu menjadi catatan jika status ini tidak bersifat statis dan ada kemungkinan ledakan bisa terjadi saat berstatuskan endemi.
"Hal ini terjadi jika status memburuk," katanya.